webnovel

GORESAN WARNA PELANGI

Kehidupan bagaikan warna warni Pelangi Kadang Merah, kadang Kuning, kadang Hijau. Kadang bahagia, kadang senang, kadang sedih, kadang ceria. Namun ... Bukankah warna warni itu yang membut pelangi menjadi indah? Kisah Anggun dan Arya bagaikan pelangi, membawamu naik turun dalam indahnya rasa dan perihnya kenyataan. Arya adalah pria mapan dan bergelimang harta, seorang workaholic sejati, ia jatuh cinta dengan sosok Anggun yang lembut, pintar, dan pengertian. Anggun yang baru saja kehilangan cintanya pun akhirnya menerima cinta Arya, tanpa tahu bahwa ternyata Arya adalah alasan dibalik ia kehilangan cintanya. Beda antara cinta dan benci hanya setipis benang — Anggun. Aku cemburu pada orang yang telah tiada — Arya. Akankah Anggun menerima cinta Arya kembali setelah mengetahui semua kebenaran itu? A beautiful love story Hanya sebuah kisah cinta biasa, namun bisa membuatmu merasa sangat luar biasa - dee.Meliana

BELLEAME · 现代言情
分數不夠
18 Chs

KUNING

GORESAN WARNA PELANGI

WARNA KETIGA - KUNING

_______________

Anggun telah kembali masuk ke kantor. Tidak ada alasan baginya untuk bermalas-malasan dan terus menghindari Arya. Lagi pula, walaupun Anggun terus berusaha menepisnya, nyatanya rasa rindu yang mulai terbesit di dalam hatinya tetap tak kunjung bisa menghilang.

"Anggun!" tiba-tiba panggil Caroline menghentikan langkah Anggun. Ia memberikan setumpuk berkas padanya. Membuat tangan mungil Anggun kesusahan membawanya.

"Apa ini?" tanya Anggun keheranan.

"Pak Arya minggu kemarin beli Vila di Bali. Terus di renovasi. Bagian pembelian yang atur selama lo cuti. Itu berkasnya, lo yang lapor, gih! Gue takut. Pas lo nggak ada, Pak Arya berubah jadi macan beranak." Caroline bergidik sambil memeluk tubuhnya sendiri.

"Ck, masa macan beranak? Lebay lo!" Anggun bergeleng geli.

"Seriusan tahu! Lo kenal Nina, kan? Dia gantiin lo jadi sekretaris Pak Arya sementara. Gila! Dia nangis tiap hari! Emang cuma lo yang bisa jinakin Pak Arya." Caroline melanjutkan ucapannya, lalu sambil memincingkan matanya ke arah Anggun, "lo yakin Pak Arya nggak punya perasaan apa-apa ke lo?"

Pertanyaan Caroline sontak membuat kedua bola mata Anggun melebar, wajahnya kembali tersipu. Anggun teringat malam terakhirnya lembur bersama Arya. Lelaki itu memang sempat mengungkapkan perasaannya kepada Anggun.

"Mana mungkin!" Anggun nyolot, ia begini karena terlalu salah tingkah dengan pertanyaan Caroline.

"Ya, udah kalau enggak, gue kan cuma penasaran," kikih Caroline.

"Gue ke atas dulu, ya. Lo jangan mikir yang nggak-nggak! Gue nggak mau jadi gosip satu kantor!" kata Anggun.

"Lo udah jadi gosip satu kantor tanpa perlu gue ngember tahu!" Caroline berdecak sebal lalu berjalan meninggalkan sahabatnya itu.

Anggun hanya bisa melongo, ternyata satu kantor pun bisa melihat sikap manis Arya terhadapnya. Jadi, selama ini Anggunlah yang bodoh karena menepis semua perhatian Arya dan hanya menganggapnya sebagai wujud penghargaan atas kinerjanya.

Arya tengah sibuk melihat ke depan layar laptopnya, sesekali membetulkan letak kaca mata yang melorot. Fokus Arya terpecah saat sebuah ketukan pintu terdengar.

"Permisi, Pak."

"Sudah masuk, Nggun?"

"Iya, Pak. Maaf, ya, saya cuti lama sekali." Anggun masuk dan meletakkan secangkir kopi dengan banyak creamer kesukaan Arya. Arya hanya tersenyum manis dan langsung menghirup aroma kopinya.

"Saya kangen kopi buatanmu, Nggun." Sekali lagi senyuman Arya berhasil membuat Anggun tersipu malu, wajahnya menghangat.

"Oh, iya, Pak. Saya dapat titipan dari bagian pembelian. Katanya Bapak renovasi vila di Bali. Ini laporannya." Anggun meletakkan rekap laporan di atas meja kerja Arya.

"Oh, sudah jadi? Cepat juga." Arya langsung membuka laporan Anggun dan melihat hasil renovasi vilanya.

"Bagus, ya, Pak, vilanya," puji Anggun, ia memang ikutan curi-curi pandang ke arah foto-foto interior villa dari belakang.

"Bulan depan saya ada dinas di sana. Kamu juga pasti ikut, kan?" Senyum Arya pada Anggun.

"Dinas?" Anggun bingung, pasalnya sudah seminggu dia cuti, jadi dia sama sekali tak tahu jadwal terbaru milik bosnya ini.

"Iya, saya mau beli SPBU di sana. Sudah nego harga sama pemiliknya. Mungkin hanya tiga hari, sekalian melihat vila itu." Arya menutup file case dan memberikannya kembali pada Anggun.

"Ah, begitu," jawab Anggun.

"Kamu persiapkan, ya, kontrak pembelian dan juga surat peralihan kerjanya," pinta Arya.

"Baik, Pak."

"Terima kasih," balas Arya.

"Ada lagi yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Anggun.

"Sementara cukup, sih," jawab Arya.

"Kalau begitu saya permisi dulu, Pak," pamit Anggun.

"Oh, iya, Nggun!" panggil Arya.

"Ya, Pak?" Anggun menunggu instruksi Arya di dekat pintu keluar.

"Jangan lupa beli baju renang yang cantik," goda Arya.

"Bapak!" protes Anggun, seluruh wajahnya memerah dengan sempurna.

"Hahaha ... anggap saja sekalian liburan." Arya masih melanjutkan leluconnya agar bisa melihat wajah cantik Anggun tersipu lebih lama.

— GORESAN WARNA PELANGI —

Sore hari yang mendung menyambut kedatangan Anggun di pulau Dewata. Ia menyeret kopernya keluar dari terminal kedatangan Bandara Ngurah Rai. Hari ini, Anggun menyusul Arya dinas ke Bali. Arya sudah berangkat dua hari yang lalu, sedangkan Anggun menyusul karena masih harus mempersiapkan surat-surat legalnya.

"Anggun!" panggilan Arya mengembangkan senyuman di wajah cantik Anggun.

"Pak Arya." Anggun mempercepat langkah kakinya.

Anggun langsung terkesiap saat melihat Arya dalam balutan baju kasual. Arya juga tak menyisir rambutnya dengan rapi, membuatnya terlihat jauh lebih muda dari pria seumurannya.

"Sini saya bantu." Arya mengangkat koper Anggun, menaikkannya ke bagasi mobil.

"Bapak nyetir sendiri?"

"Iya, biar santai."

Anggun sesekali melirik pada wajah Arya yang sedang fokus mengemudi. Walaupun tertutup kaca mata hitam, tetapi penampilan Arya terlihat sangat tampan di mata Anggun. Walau sedikit sepertinya mulai tumbuh rasa yang tak bisa untuk ditafsirkan dalam hati Anggun.

"Istirahat dulu, Nggun. Nanti kita makan malam di restoran pinggir pantai." Arya mengeluarkan koper Anggun, dan membawanya masuk.

Anggun tak menjawab perkataan Arya, matanya masih berfokus pada vila mewah milik Arya ini. Ia memutar bola matanya mengamati setiap sudut pada ruangan ini. Vila ini tidak terlalu luas, tetapi berhadapan langsung dengan bibir pantai. Ada sebuah kamar tidur utama, dan beberapa kamar tidur tamu. Di bagian tengah ada indoor garden yang menarik perhatian. Sedangkan di bagian belakang ada tangga yang menghubungkan vila mereka dengan pantai pribadi.

"Wah, indah banget pemandangannya." Anggun melirik pada langit yang mulai berubah warna, menjadi jingga kemerahan.

Arya tersenyum melihat bola mata Anggun yang berpendar terang. Tampak bayangan keindahan senja berwarna kuning keemasan memenuhi binarnya. Begitu luluhnya hati Arya melihat senyuman gadis yang begitu dicintainya.

Arya memberanikan diri untuk menautkan jari jemarinya pada milik Anggun. Menggenggam tangan ramping itu dengan hangat. Perbuatannya sontak membuat sang pemilik bola mata indah itu memandang wajahnya. Mereka saling bertatapan selama beberapa saat sebelum akhirnya bibir Arya mendarat lembut pada bibir Anggun. Anggun tak memungkiri ada rasa yang begitu ia rindukan saat bibir mereka berdua saling bertemu. Rasa yang begitu manis dan memanjakan lidah. Matahari yang tenggelam di balik cakrawala membuat ciuman Arya terasa semakin manis.

"Ucapan saya dulu serius, Nggun. Saya suka sama kamu." Arya menghentikan lumatannya, memilih untuk kembali mengungkapkan perasaannya.

"Tapi, Pak. Kita ini atasan dan bawahan." Anggun tertunduk menyembunyikan wajah yang sudah semerah kepiting rebus.

"Memang kenapa?"

"Status kita beda, Pak," lirih Anggun.

"Saya kaya kamu miskin, gitu?" Arya mencoba memperjelas ucapan Anggun. Anggun mengangguk sebagai pembenaran akan ucapan Arya.

"Ck, asal kamu mau terima cinta saya, Nggun. Melepaskan status orang kaya pun saya rela." Arya mempererat genggaman tangannya.

Anggun merasa begitu bahagia mendengar penuturan Arya. Tanpa sadar air mata Anggun menetes, terisak, tetapi buka isakan kesedihan. Bukan juga rasa trauma yang dulu sempat menghantuinya.

Maafin Anggun, Mas Bimo. Sepertinya Anggun sudah beneran jatuh cinta sama Pak Arya, pikir Anggun dalam hati, ia takut mengkhianati cinta Bimo. Belum genap setahun Bimo tiada dan Anggun sudah berhasil menemukan penggantinya.

Mas Bimo bakalan dukung Anggun dari atas sana, kan? Anggun kembali bertanya dalam hatinya saat bibir mereka berdua kembali bersatu dan lidah kembali tertaut.

Air mata Anggun menetes perlahan. Arya menghapusnya, membisikkan kata cinta yang membuat hati Anggun tak bisa berhenti berdesir.

"Jadilah kekasihku, Nggun. Aku akan mencintaimu sama besarnya, ah ... tidak, beratus kali lipat lebih besar dibanding dengan calon suamimu dulu." Arya mendekap tubuh ramping Anggun, melingkarkan tangannya pada pinggang Anggun. Anggun melakukan hal yang sama, mengalungkan lengannya pada leher Arya.

Arya kembali mencium bibir ranum Anggun, kali ini lebih dalam dan penuh dengan luapan cinta. Cahaya kuning kemerahan menutup hari dengan siluetnya yang indah. Seindah kisah cinta Arya dan Anggun yang baru saja bersemi.

Hari ini, hari terakhir mereka menikmati dinas sekaligus liburan di pulau Dewata. Semula Anggun agak kaku saat memanggil bosnya tanpa embel-embel kata 'Bapak', tetapi Arya mengancam akan mencium bibir Anggun kalau ia sampai salah memanggilnya lagi. Jadi, mau tidak mau sekarang Anggun harus mulai membiasakan diri memanggil nama Arya.

"Lelah?" Arya menyisir rambut Anggun ke belakang. Mereka baru saja sampai ke vila setelah mengelilingi jalan di sepanjang bibir pantai dengan sepeda.

"Lumayan capek." Anggun mengipaskan tangannya di sekitar leher, mengusir rasa panas.

"Mandi sana!" ucap Arya setelah menghapus keringat di kening Anggun.

"Bapak juga mandi sana," jawab Anggun.

Cup ... sebuah ciuman kembali mendarat mulus di bibir Anggun. Anggun salah memanggil nama Arya, membuatnya harus dihukum.

"Ah!" pekik Anggun.

"Dibilang nggak usah pakai kata 'Pak'!" Arya mencubit hidung Anggun gemas.

"Maaf, belum terbiasa." Anggun tertawa juga.

***

Anggun menikmati senja sore di beranda belakang. Lampu-lampu taman menuju ke arah pantai pribadi juga sudah menyala terang. Anggun menengok ke sekeliling, sepi sekali. Mungkin karena bukan hari libur maka para tetangganya tak ada yang datang untuk menginap.

"Padahal di Bali, tapi sama sekali nggak nyebur ke pantai." Anggun menyangga kepalanya dengan telapak tangan, bersandar pada tralis kayu. Matanya menatap hamparan pasir putih yang begitu luas. Sedikit menyesal karena baju renangnya dianggurin sia-sia. Seperti kata Arya, Anggun sudah mencari baju renang yang cantik dan sedikit sexy.

"Kelihatannya Pak Arya masih istirahat di kamar. Aku pergi ke pantai aja, deh," gumam Anggun senang. Ia bergegas masuk ke dalam kamarnya, memakai baju renang model sabrina dengan potongan terbuka di sisi pinggangnya. Baju renang berwarna peach terlihat cantik di kulit Anggun yang bersih. Anggun menutup bagian pinggulnya dengan handuk. Walaupun tak ada orang, tetap saja malu kalau harus memakai pakaian sexy di alam terbuka.

Anggun meloncat girang menikmati lembutnya pasir pantai saat menyentuh kaki telanjangnya. Anggun melepaskan handuknya di pinggir pantai sebelum menceburkan diri. Tak lupa ia mencepol rambutnya agar tidak terlalu basah.

"Ah, segarnya!" Anggun berteriak, tak ada yang mendengarnya karena pantai sangat sepi.

Bayangan bulan terpantul indah di permukaan laut. Anggun menikmati ombak yang menderu pelan setinggi paha. Merasa tertantang, ia masuk lebih dalam lagi sampai air menyentuh pinggulnya.

"Anggun!" panggilan Arya membuat Anggun menoleh.

Anggun langsung kembali berpaling, membuang pandangannya ke arah lautan. Anggun benar-benar salah tingkah melihat tubuh Arya saat bertelanjang dada. Pemuda itu berjalan semakin cepat menghampiri Anggun dan memeluknya dari belakang.

"Kyaaa!" pekik Anggun.

"Kok nggak ngajak-ngajak?" Arya mengencangkan pelukannya dan membuat Anggun semakin kehabisan napas.

Debaran jantungnya semakin tak terkontrol. Tiap sentuhan skin to skin mereka terasa begitu hangat. Ditambah dengan kecupan ringan Arya yang bersarang di cerukan lehernya.

"Arya." Anggun memanggil nama Arya.

"Yes?"

"Geli."

Arya terkekeh dengan penuturan kekasihnya itu. Ia memutar tubuh Anggun agar berhadapan dengannya. Wajah cantik dan rambut basah Anggun terlihat begitu menggairahkan bagi Arya saat ini. Tanpa meminta izin, Arya langsung mengulum bibir Anggun. Mengabsen setiap inci rongga mulutnya dengan bersemangat.

"Nggak tahu sudah berapa kali aku ngomongin hal ini, Nggun! Mungkin juga kamu udah bosan dengerinnya. Tapi, aku tetep mau ngomong kalau kamu itu cantik banget!" rayu Arya saat melepaskan pagutan mereka.

Wajah Anggun memerah. Kini, Anggunlah yang mengambil inisiatif untuk kembali mencium Arya. Menggigit lembut bibir kekasihnya. Tangan rampingnya bergerak untuk menerjang otot perut Arya yang keras dan terus bergerak naik ke bagian dada bidangnya. Anggun berhenti saat Arya menarik paksa pinggangnya dan merekatkan tubuh mereka berdua.

Deburan ombak terdengar saat Arya memainkan ciuman dan tangannya pada sekujur tubuh sang kekasih. Anggun tak menolaknya, naluri sebagai manusia yang ingin merasakan cinta jauh lebih besar dibanding dengan akal sehat. Air laut menjadi saksi dalamnya kisah cinta Arya dan besarnya hasrat saling memiliki di antara mereka.

"Kita pindah ke dalam, Anggun. Anginnya semakin dingin," ajak Arya.

Anggun hanya mengangguk pasrah karena cumbuan Arya membuat tubuhnya lemas. Arya menggendong tubuh ramping Anggun masuk ke kamarnya. Anggun hanya diam dan semakin mempererat dekapannya pada leher Arya.

Anggun menggeliat saat Arya mulai meraba setiap lekuk tubuh dan permukaan kulitnya. Bara nafsu dan deru napas tercipta seirama saat mereka saling beradu cumbu. Desahan napas Anggun terasa bagaikan heroin yang membangkitkan syaraf-syaraf kebahagian di otak Arya.

"Katakan kau mencintaiku, Nggun!" Arya mengangkat dagu Anggun, menatap hangat matanya dengan penuh pengharapan.

"Aku mencintaimu, Arya," ucap Anggun sambil sesekali mendesah pelan. Arya tersenyum puas mendengarnya.

"Bolehkah?" Arya meminta ijin pada Anggun sebelum melepaskan nafsu birahinya dalam tubuh Anggun. Anggun mengangguk sebagai jawaban, wajahnya merona sangat merah.

Peluh yang menetes perlahan.

Deruan napas yang terasa begitu berat dan panas.

Debaran jantung yang terus melaju dengan cepat.

Menjadi reaksi akan rasa cinta dan juga nafsu yang membuncah, menghujani mereka dengan kenikmatan yang tak pernah bisa mereka tafsirkan.

Anggun terus meremass sprai, menahan hentakan keras serangan demi serangan dari tubuh kekar Arya. Rasa sakit dan perih menghujam jauh ke dalam tubuhnya. Air mata Anggun mengalir pelan dari sudut mata.

"Aku mencintaimu, Nggun. Sangat!" Bisikan yang penuh gairah memanjakan indra pendengaran Anggun.

"Aku juga mencintaimu, Arya," ucap Anggun di sela racauannya.

Bercak darah menodai sprai, Anggun tak menyesal. Mungkin lebih tepatnya ia belum menemukan alasan untuk menyesalinya.

— GORESAN WARNA PELANGI —