webnovel

Malam Daisy

Setelah malam yang sedikit menegangkan di meja makan keluarga Lycaon malam itu, Vano dan Valdo kali ini berada di halaman belakang rumah mereka setelah Valdo mengantarkan Lexa kembali ke apartemennya. Pada akhirnya dia memang memaksa pulang karena dia tidak ingin tentu saja menjadi alasan bertengkarnya dua orang kakak adik yang bersikap sangat aneh padanya. Kalau mau jujur, sebenarnya Valdo itu tampan dan baik hanya saja dia belum bisa merasakan apapun pada pria itu. Sedangkan Vano, meskipun dia memang dingin, tapi entah bagaimana dia merasakan hal yang berbeda pada pria itu. Apakah Daisy memang menyukainya?

"Jadi apa yang terjadi dengan perusahaan itu?" tanya Valdo dengan bersandar di pinggiran balkon.

"Hmh, itu karena Arie. Dia yang melakukan serangan pertamanya pada perusahaan!" ungkap Vano yang sedang duduk santai di salah satu kursi.

"Dia sudah bertindak sejauh ini? Lalu apa yang akan kau lakukan?" tanya Valdo penasaran.

"Si kembar sudah mencoba mencari tahu siapa yang melakukan sabotase itu dan saat ini penyidikan itu masih terus berjalan. Kalau dilihat dari ketatnya keamanan perusahaan, entah kenapa aku yakin pelakunya adalah orang dalam. Kemungkinan Arie sudah berhasil membujuk salah satu dari mereka untuk bekerja sama," Vano terlihat menatap.

"Hmh, ini sangat menyusahkan. Aku sedih melihat begitu banyaknya orang yang harus gugur karena ini. Sepertinya aku memang harus segera bergabung. Kau nyatanya sepertinya kesulitan menangani ini sendiri," ucap Valdo seolah menyepelekan.

"Dari awal aku yang selalu memintamu bergabung segera setelah kau lulus sekolah, tapi kau yang selalu menolak," sindir Vano balik.

"Apa yang akan kau lakukan dengan lukamu?" tanya Valdo yang melihat sang kakak yang sebenarnya kesakitan.

"Aku ada urusan malam ini. Aku harus pergi menemui seseorang dan lalu menyembuhkan diriku," ucap Vano yang kali ini beranjak.

Valdo melihat pria itu dengan tatapan kesal karena dia sejujurnya mulai merasakan ketertarikan sang kakak pada Lexa. Dengan membawa Lexa pulang ke rumah mereka saja sudah menjadi sebuah pernyataan, walaupun Vano mengatakan bahwa itu adalah untuknya. Valdo hanya bisa sedikit khawatir saja dan itu yang justru membuatnya semakin bertekad masuk ke dalam Gold Lycaon Company.

Vano dengan mobil sport merahnya menyusuri malamnya Kota Lorient menuju hotel yang sama seperti yang terakhir kali dia kunjungi. Dia harus bertemu Daisy kalau memang wanita itu serius dengan ucapannya. Vano masuk dengan santainya mengenakan celana kain dan kemeja bewarna putih yang lengannya di gulung hingga ke siku. Semua mata dengan cepat menuju pada sosok CEO Gold Lycaon Company yang selalu terkenal di banyak kalangan. Pria itu menuju kamar yang sama yang terakhir dia gunakan dan siapa sangka ternyata Daisu sudah duduk di sana. Dengan celana dan kemeja motif macan tutulnya, dia duduk dengan tangan saling mengait menandakan grogi yang cukup.

"Aku kira kau belum datang, atau bahkan mungkin tidak jadi datang," ucap Vano yang berjalan pelan duduk ke arah sofa.

"Kau kan tahu aku sudah memutuskan. Aku tidak bisa kembali sekarang," ucap Daisy menatap.

"Hm, Aku suka kegigihanmu. Jadi, karena aku juga tidak bisa berlama-lama, apa kau siap?" tanya Vano dengan yakin.

"Aku sangat amat siap!"

Seringai itu tampak di wajah Vano, "mendekatlah!"

Bagai sebuah sihir, Daisy mendekat dan dengan mudahnya Vano menarik tangan wanita itu untuk duduk di pangkuannya. Vano memeluk wanita itu dan sekali melirik ke arah jendela di mana bulan bersinar penuh terang malam itu. Pemandangan indah memang, tapi tidak bagi sebagian dari mereka. Malam seperti ini sejujurnya sangat menyakitkan bagi Vano. Dia harus merasakan sebuah sensasi dari dalam tubuhnya yang seolah ingin meledak keluar. Sakit di sekujur tubuhnya apalagi saat bulu-bulu halus itu mulai muncul di tubuhnya.

Daisy tenggelam dalam ciuman panas pria itu, yang walau seharusnya membuatnya merasa terhina, Daisy justru bisa merasakan emosi yang mendalam dan berbeda dari ciuman itu. Lebih seperti seseorang yang menyalurkan kesakitan entah apa. Sejujurnya Vano sendiri memang melakukannya. Rasanya memang salah dan seolah memanfaatkan keadaan, tapi dia ingin melupakan perasaannya pada Lexa. Dia tidak tahu apa dia benar menyukai Lexa, tapi jelas dia merasa terganggu saat Lexa dekat dengan Valdo, dan dia berharap dengan ciuman ini, dia bisa melupakannya.

Daisy sempat terhanyut dalam ciuman itu hingga dia menyadari ada yang berbeda dari lengan Vano yang saat ini sedang disentuhnya. DIa merasakan bulu halus itu lagi dan dia yakin kali ini terasa benar. Vano merengkuhnya dengan sangat ketat hingga dia bahkan tidak bisa mengintip. Dia juga bisa merasakan bibirnya yang mulai merasakan sesuatu yang tajam sepertinya hampir melukai. Sekuat tenaga dia berusaha melepaskan diri dari tubuh kekar Vano yang terasa semakin besar dalam sepersekian detik.

"A-apa ini?" tanya Daisy dalam ciumannya.

"Kau ingat perjanjiannya kan? Kau tidak boleh berteriak!" ucap Vano dengan wajah yang sudah berubah seluruhnya.

"Argh…!"

"Apa yang sudah aku katakan padamu! Berteriak dan perjanjian kita batal!" ucap Vano kali ini membungkam mulut Daisy dengan tangannya.

Daisy hanya bisa melotot melihat sosok di hadapannya ini. Bagaimanapun dia sudah menyetujuinya jadi dia memang harus mengendalikan dirinya. Dia sudah menyiapkan diri untuk segala kemungkinan yang terburuk walau apa yang dilihatnya kini ternyata cukup buruk dari apa yang dia perkirakan. Matanya hanya bisa melotot dengan nafas terangah dan dia berakhir mengangguk pelan pertanda dia tidak akan lagi berteriak.

"Aku tidak tahu cara lainnya yang akan membuat kau merasa lebih baik tapi…"

Vano menancapkan cakarnya ke dalam dada Daisy tepat ke jantungnya. Jujur saja rasanya sangat sakit seperti akan mati. Daisy hanya bisa membelalakkan matanya dan melenguh dalam bungkaman. Daisy bahkan tidak bisa berteriak karena tangan berbulu itu masih menutup mulutnya. Daisy hanya bisa meluapkan perasaan dari air matanya yang menetes membasahi pipinya. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi, tapi Daisy telah memasrahkan segalanya.

"Sudah, kau akan baik-baik saja setelah ini," ucap Vano kali ini melepaskan cakarnya perlahan.

Sayang, Daisy justru pingsan tepat setelah Vano mencabut cakarnya.

Cekatan, Vano menutup luka Daisy dengan perban steelah dia memindah tubuh gadis itu ke atas ranjang. Sama sekali tidak ada niatan untuk berbuat lebih selain membantu gadis itu membalas dendam. Setelah ini dia bahkan berencana untuk membawa gadis itu berburu. Daisy bukan manusia serigala wanita pertama yang dia kenal karena faktanya banyak di luar sana, tapi Vano memang baru kali ini merubah seorang wanita menjadi manusia serigala. Daisy, si aktris, semoga dia akan banyak membantu ke depannya.