webnovel

Godaan Sang Mantan (Versi Awal)

Jalan hijrah tidaklah selicin jalan tol. Inilah yang dihadapi Tania. Setelah memutuskan berhijab dan putus dari Erlangga, dia diuji konsistensinya. Erlangga selalu saja menganggunya. Beruntung Tania punya kakak yang sangat melindunginya. Rendra, kakaknya punya cara agar Erlangga menjadi sosok kekasih impian yang pantas untuk Tania. Apakah yang dilakukan Rendra? Di sisi lain, Tania pun harus menghadapi Kevin yang menjadi dosen pembimbing skripsinya. Meskipun sudah hijrah, perasaan lelaki itu tak berubah. Mampukah Kevin dan Tania menjaga hatinya masing-masing?

BiruTosca · 现代言情
分數不夠
15 Chs

Tentang Rasa

Alhamdulillah, perpus ini nggak sepi, Tania semringah.

Syukur dalam hati Tania itu sebenarnya mengandung dua makna. Pertama, perpustakaan tidak sepi berarti tidak akan terjadi khalwat antara dia bersama dosen pembimbingnya. Kedua perpustakaan yang tak sepi pertanda berarti minat baca di kampusnya masih berdenyut.

Begitu pula Kevin. Dia sangat senang dengan kondisi yang menurutnya kondusif untuk melakukan bimbingan, tidak jatuh jadi khalwat.

Kevin melihat jam di tangannya. Dia teringat jadwal mengajarnya satu jam lagi.

Aku harus persiapan mengajar. Bimbingan mungkin cukup setengah jam, maksimal empat puluh lima menit.

Suasana perpustakaan tampak ramai. Tampak di antara para pengunjung sebagian mahasiswa tingkat akhir yang tengah menghadapi skripsi. Sepertinya mereka mencari referensi untuk skripsi mereka.

Sebagian pengunjung lainnya terlihat sibuk dengan laptopnya masing-masing. Mungkin sedang mengerjakan makalah atau tugas lain.

Kevin dan Tania terpaksa harus mencari tempat kosong yang setidaknya menyisakan dua bangku sehingga cukup untuk mereka berdiskusi.

Setelah berputar-putar mencari tempat, akhirnya mereka menemukan tempat lesehan yang di tengah-tengah tempat kosong itu terdapat satu meja berukuran sedang dengan ketinggian meja hanya sekitar 20 cm. Tempat tersebut memang sengaja disediakan pihak perpustakaan.

Dan beruntungnya mereka tempat itu masih kosong melompong. Biasanya tempat tersebut tak pernah kosong. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, mereka berdua langsung melangkah menuju tempat tersebut. Tempat lesehan yang mereka tempati ini hanya bisa menampung 6-8 orang.

Selain itu, keuntungan lain bisa mendapatkan tempat itu adalah mereka bisa dengan leluasa men-charge laptop mereka jika kehabisan baterai. Karena satu meter dari posisi mereka, disediakan colokan.

Kevin dan Tania duduk berhadapan. Kevin langsung membaca draf yang memang telah dipegangnya itu. Dia membetulkan posisi kacamatanya, lalu mulai membaca draf proposal skripsi Tania dengan saksama beberapa saat.

Sebagai mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Tania memilih skripsi menganalisis salah satu novel Tere Liye, Tentang Kamu. Kevin mulai menandai dan menuliskan catatan pada beberapa bagian di draft proposal skripsi itu.

Di tengah aksi membacanya, ia menanyakan beberapa hal terkait judul skripsi yang diambil Tania.

"Saya sudah membaca proposalmu," ucap Kevin, sambil menutup lembar terakhir proposal itu. Dia menyodorkannya ke arah Tania. "Kamu sudah yakin dengan pilihan novel yang akan kamu analisis?"

"Saya sudah yakin, Pak."

"Oke, kalau kamu sudah yakin, silakan dilanjutkan. Untuk koreksi teknis, saya sudah bubuhi catatan di draftnya ya."

Tania mengangguk.

"Namun untuk bagian latar belakangnya, menurut saya sepertinya masih dirasa ada yang kurang."

"Hmm ... sama nanti dalam analisisnya, sebaiknya nanti kamu boleh tambahkan relevansi konten yang ada di novel Tentang Kamu dengan kondisi kekiniannya."

"Saya belum paham, maksudnya gimana ya, Pak?"

"Begini, saya kira dalam novel Tentang Kamu itu, selain roman percintaan, di dalamnya juga ada sesuatu yang ideologis. Di situ ada tokoh antagonis yang digambarkan tadinya religius berubah jadi berhaluan komunis. Coba kamu analisis waktu penulisan atau terbitnya novel Tentang Kamu itu kan tepat banget ramai-ramainya isu bangkitnya komunis di Indonesia."

"Oh, iya-iya. Iya Pak. Paham. Sepakat. Makasih masukannya. Pasti akan saya masukan Pak."

Tak terasa percakapan Tania dan Kevin sudah mencair tadi tadi. Di antara keduanya, terlebih lagi Kevin tidak terasa canggung lagi.

"Baik, saya kira cukup. Ada yang mau kamu tanyakan, Tan?"

"Sepertinya cukup, Pak. Terima kasih."

Entah kekuatan dari mana Tania, tanpa sadar Kevin melontarkan pertanyaan yang melenceng dari pembahasan. Dan tidak sesuai dengan yang dia rencanakan di awal.

"Tan, hmm... apa Erlangga masih suka ganggu kamu?"

Tania melotot. Wajahnya kaku. Bibirnya merapat. Dia bingung harus menjawab apa.

Kevin pun terpaku. Dia benar-benar kaget. Bibirnya bergeletar.

Suasana yang tadinya sudah cair, tiba-tiba kembali membeku. Benar-benar seperti di kutub.

Sadar akan apa yang ia ucapkan, Kevin terdiam kaku dengan raut wajah yang kelihatan kaget. Dia benar-benar menyesali pertanyaan aneh sekaligus tak penting yang keluar begitu saja dari mulutnya. Ini sudah sangat melenceng jauh dari materi yang yang tengah mereka bahas.

Kevin, Kevin, ngapain sih kamu nanya yang nggak penting? Ingat, ini hanya kesalahan, jangan pernah terulang, Kevin memarahi dirinya sendiri.

Sebagai seorang dosen profesional, dia harus tetap menjaga wibawanya di hadapan Tania. Tak butuh waktu lama ia dapat menguasai dirinya sendiri lagi, meski merutuki dirinya sendiri yang telah bertanya yang aneh-aneh. Apa kata mahasiswanya nanti tentang dirinya? Lagi pula apa untungnya juga untuk dirinya.

Buat apa kamu ngurusin orang lain, urusi saja, perbaiki dirimu sendiri, Kevin. Sekali lagi Kevin memarahi dirinya sendiri.

Namun, di balik rasa syok yang dirasakan Kevin, Tania bahkan jauh lebih kaget. Pertanyaan seperti ini tak pernah ia duga akan keluar dari pembimbingnya. Karena dari kemarin ia hanya menyiapkan materi mengenai proposalnya yang beberapa minggu lagi akan sidang.

Sedangkan dalam hatinya, Tania begitu merutuki Kevin. Kenapa dosennya yang satu ini kepo banget sama urusan pribadinya. Terus apa kaitannya sama materi untuk skripsinya ini. Namun untuk menjaga kesopanan, ia hanya menjawab dengan menggelengkan kepalanya.

Setelah pertanyaan spontan Kevin tadi, suasana berubah menjadi hening dan canggung. Kevin yang memang bukan tipe orang humoris dan bisa mencairkan suasana tidak dapat berbuat banyak untuk mengatasi kecanggungan ini.

Sementara itu, tanpa sepengetahuan Kevin dan Tania. Sekonyong-konyong Tasya sudah ada di perpustakaan. Dia berkeliling mencari bahan untuk menunjang skripsinya itu.

Sebenarnya dari kemarin, ia sudah kelimpungan mencari materi yang dibutuhkan, namun tak kunjung dia temukan itu. Ini bisa dijadikan alasan hari ini dia ke perpustakaan. Namun jauh dari hatinya yang paling dalam, ada 'misi lain' yang harus ia tuntaskan.

Saat tengah serius mencari judul buku yang ia cari, ia dapat melihat Kevin, dosen favoritnya bersama Tania dari celah rak buku. Kalau saja dunia mengizinkan, dia ingin sekali menjambak Tania. Setelah itu, dia duduk di sana menggantikan posisi Tania, berada di samping Kevin.

Senatural mungkin Tasya menghampiri kedua orang tersebut. Dia pun mulai melancarkan aksinya. Dia berpura-pura kaget bertemu mereka di sana.

"Eh Pak Kevin, Tania, masih belum selesai ya bimbingannya?" sapa Tasya.

Di sisi lain, justru Tania merasa tertolong karena kedatangan Tasya.

Tak terbayang jika Tasya tak kunjung datang, mungkin suasana canggung akan terus berlanjut hingga akhirnya mereka memilih untuk menyudahi agenda bimbingan skripsi.

"Sedang bimbingan ya, Pak?" tanyanya berbasa basi.

Kevin berusaha sekalem mungkin.Dia hanya mengangguk.

"Sini Sya, gabung aja. Bimbingannya udah beres kok ya, Pak," ajak Tania dengan melambaikan tangannya, kemudian menepuk-nepuk tempat di pinggirnya.

Sementara Kevin hanya mengangguk saja. Hatinya masih kalut dengan kesalahan yang baru saja dia lakukan.

Yes, misi berhasil, hati Tasya kegirangan. Dia benar-benar merasa jadi gadis yang paling bahagia di dunia. Lebay banget ya. Memang Tasyanya yang lebay.

"Emang boleh nih? Kebetulan sih aku lagi pusing nyari referensi buat skripsi aku. Dari kemarin nyari-nyari gak dapat terus. Siapa tahu Pak Kevin bisa rekomendasi gitu," cerocos Tasya dengan melirik Kevin meminta persetujuan.

"Gabung aja Sya, siapa tahu kita bisa saling bantu," kata Tania.

Sementara Kevin masih saja terdiam dalam sesalnya.

Dada Kevin kembali mendadak sesak. Dia kembali berusaha menyembunyikan rasa sakitnya.

Ketika dia sudah merasa tak tahan lagi, Kevin pun mencari alasan yang masuk akal untuk meminta izin.

"Izin ke belakang sebentar ya..." ucap Kevin pelan.

"Oh iya, silakan, Pak," balas Tania.

Tania dan Tasya melanjutkan obrolan. Sementara Kevin bergegas ke toilet perpustakaan.

Di wastafel, Kevin membasuh mukanya. Hatinya tak pernah berhenti berzikir.

Astaghfirullahal adziim...

Ya Allah... ringankanlah rasa sakit ini dan berikanlah hamba kesabaran.

Usai membasuh wajahnya, dia memandangi wajahnya di cermin sambil memegangi dadanya yang masih sakit.

Cukup lama Kevin berada di situ. Kini wajahnya menunduk. Tangisnya pun pecah.