webnovel

Godaan Sang Mantan (Versi Awal)

Jalan hijrah tidaklah selicin jalan tol. Inilah yang dihadapi Tania. Setelah memutuskan berhijab dan putus dari Erlangga, dia diuji konsistensinya. Erlangga selalu saja menganggunya. Beruntung Tania punya kakak yang sangat melindunginya. Rendra, kakaknya punya cara agar Erlangga menjadi sosok kekasih impian yang pantas untuk Tania. Apakah yang dilakukan Rendra? Di sisi lain, Tania pun harus menghadapi Kevin yang menjadi dosen pembimbing skripsinya. Meskipun sudah hijrah, perasaan lelaki itu tak berubah. Mampukah Kevin dan Tania menjaga hatinya masing-masing?

BiruTosca · 现代言情
分數不夠
15 Chs

Kenapa Harus Dia?

"Dik, siapa dosen pembimbingmu?" tanya Rendra sebelum berpisah dengan Tania di pelataran kampus.

Ngapain sih, Kak Rendra pake nanya lagi, kepo! gerutu Tania dalam hati.

"Pak Kevin," jawab Tania datar.

"Kevin?" Rendra mengerutkan dahi.

"Iya, emang kenapa?" Tania menatap wajah kakaknya yang menyimpan banyak tanda tanya.

Gadis yang mengenakan setelan gamis warna maroon dengan khimar (kerudung) warna pink yang tidak terlalu mencolok itu pun melanjutkan langkah kakinya.

Sementara Rendra pun melanjutkan langkah dengan banyak pertanyaan yang berkecamuk di dadanya. Mungkin berbagai pertanyaan itu hanya akan terjawab seiring waktu.

Aku harus menyelesaikan targetku hari ini, tekad gadis itu.

Hari ini ia akan mulai bimbingan skripsi pertamanya. Dia akan dibimbing oleh Kevin. Entah bagaimana ceritanya, dia bisa mendapatkan dosen pembimbing seorang dosen yang menjadi primadona di kelasnya itu.

Ya, jika ditanya apakah Tania senang karena dibimbing oleh dosen yang disiplin, kompeten dan tentunya ganteng itu, maka jawabannya biasa aja. Lagi pula Tania tak memiliki perasaan apapun pada Kevin.

Dalam histori kehidupan Tania, Kevin memang pernah menyatakan cinta padanya. Namun cintanya hanya bertepuk sebelah tangan. Dulu Kevin kalah bersaing dengan Angga untuk memenangkan hatinya.

Dan kini perasaan Tania tak berubah sedikit pun. Memang sejak dari awal, hanya Tanialah di kelasnya yang tidak terlalu antusias terhadap dosennya yang satu itu. Bukan tak suka.

Ya, begitulah Tania. Dia bukan tipe perempuan yang suka berteriak histeris atau terlalu euforia tak jelas jika bertemu seseorang yang dia suka. Apalagi saat itu bahkan mungkin hingga sekarang hatinya masih menyimpan satu nama. Walaupun untuk sekarang nama itu enggan untuk ia sebutkan.

Sebelum memulai bimbingan, Tania telah lebih dulu menge-print proposal skripsi yang akan dibimbingkan dengan dosennya itu. Ia melangkahkan kakinya ke arah kantor dosen.

Tania membuka hape. Mengecek chatnya dengan Kevin. Sekadar memastikan dia melangkah ke tempat yang tepat.

Sebelumnya ia dengan Kevin telah janjian via whatsapp akan bimbingan di kantor dosen.

"Assalamualaikum," ucap Tania sembari melongokan kepalanya ke dalam kantor. Di sana Kevin telah menunggunya.

"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Kevin pelan. Perasaan Kevin sebenarnya tak menentu. Dia berusaha menahan dadanya yang berdebar. Jantungnya selalu saja berdetak lebih kencang tiap kali dia berhadapan dengan Tania.

"Masuk Tan," ucap Kevin sambil sekilas memandang Tania yang masih berdiri di depan pintu.

Kevin memandang ke seantero ruangan dosen. Tidak ada seorang dosen pun. Ini di luar perkiraan. Padahal biasanya ketika dia membimbing mahasiswanya, terlebih lagi kalau yang dibimbing adalah mahasiswi, dia tak pernah berdua-duaan.

Waduh gawat. Gimana ini? Dosen-dosen lain kok tiba-tiba semua nggak ada?! pikir Kevin.

Dan tiba-tiba saja, nyeri di bagian dadanya muncul tiba-tiba. Napasnya terasa sesak.

Ya Allah... Berulang kali asma-Nya Kevin sebut, sembari tangan kanannya memegang dada baigan kirinya. Dia berusaha sedemikian rupa agar sakit yang dirasakannya tidak mengundang perhatian Tania.

Dan sepertinya usaha Kevin berhasil. Tania sama sekali tak melihat dirinya yang tengah berjuang menahan rasa sakitnya.

Tania sebenarnya merasa tak enak hati kenapa di ruangan itu hanya ada Kevin. Padahal dia membayangkan akan ada dosen lain juga.

Kok sepi begini sih? Bukannya nggak boleh berdua-duaan di tempat sepi ya? Memangnya Pak Kevin nggak tahu apa ya?

Padahal seingat Tania, Kevin adalah juga aktif mengkaji Islam sama seperti kakaknya. Tania tahu sedikit karena Rendra kalau di rumah suka menceritakan kesibukannya dalam kegiatan dakwah dan kajian Islam. Dan nama Kevin sering Rendra sebut-sebut.

Tania masih mematung. Hatinya gamang. Apakah dia perlu masuk setelah Kevin sejak dari tadi mempersilakan dirinya masuk.

Kalau Pak Kevin bimbingan sama mahasiswi lain apa suasananya seperti ini juga?

Pertanyaan itu tiba-tiba terlintas begitu saja.

Ah tapi masa iya. Pak Kevin kan orang yang ngerti agama.

Lantas Tania masuk dengan ragu dan langkah pelan. Dia sengaja membiarkan pintu kantor itu terbuka lebar.

Tania pun duduk di depan Kevin. Jarak antara dirinya dengan sang dosen pembimbing terhalang oleh meja.

Dengan santai, Tania mulai mengeluarkan draf proposal yang telah ia print dari dalam tasnya. Kemudian menyerahkan draf tersebut kepada Kevin.

Suasana cukup hening. Setelah Kevin menerima draf yang diserahkan Tania tadi, matanya ia edarkan ke sekelilingnya. Dan dia baru sadar jika di ruangan itu hanya ada mereka berdua. "Tan sepertinya kita pindah tempat aja yah!"

"Memangnya kenapa Pak?"

Sebenarnya itu pertanyaan basa-basi. Hati Tania merasa lega. Justru itulah yang dia tunggu-tunggu sejak tadi. Dia tidak berharap duduk berdua-duaan dengan Kevin.

"Di sini hanya ada kita berdua. Nggak baik, takut terjadi fitnah. Nanti disangka khalwat lagi," jelas Kevin seraya berdiri, tatapannya sudah mengarah ke luar ruangan. Rasa nyeri di dadanya kini berangsur menghilang. Napasnya mulai kembali normal.

Tania mengerti apa yang dimaksud Kevin. Berdasarkan apa yang telah dipelajari Tania dalam buku-buku, khalwat itu maksudnya adalah berdua-duaan dengan lawan jenis. Dalam Islam hal tersebut tidak dibolehkan.

Di dalam hadis yang sangat populer bahkan disebutkan, jika terjadi laki-laki dan perempuan khalwat, maka yang ketiganya adalah setan. Dan tentu saja, pihak ketiga ini takkan pernah diam. Dia akan menjadi provokator yang terus-menerus menggoda kedua insan untuk berbuat lebih jauh melakukan hal-hal yang dilarang dan cenderung menjerumuskan ke dalam perzinaan.

Kemudian Kevin melangkah mengisyaratkan kepada Tania untuk mengikutinya.

Tania pun segera bangkit untuk ikut berdiri juga. "Bagaimana kalau bimbingannya di perpus aja kali ya, Tan?" tanya Kevin meminta pendapat Tania.

"Gimana baiknya aja sih. Pak. Mudah-mudah di perpus nggak sepi," jawab Tania. Hati Tania bersorak-sorai. Dia bersyukur pada Allah, dapat mempraktikkan sesuatu yang selama ini sudah dia pelajari.

Alhamdulillah ya Allah. Semoga Engkau selalu menjaga dan selalu melindungi hamba dari segala hal yang keliru dan menjerumuskan.

Akhirnya Kevin dan Tania sepakat memutuskan untuk keluar ruangan. Kevin berjalan lebih dulu. Sementara Tania mengikutinya dari belakang. Jarak keduanya terbilang sangat renggang. Jarak Tania dan Kevin sekira tiga meteran.

Dalam perjalanan, hati Kevin jauh lebih tenang dibandingkan saat tadi berada di dalam ruangan. Baginya inilah ujian yang cukup berat. Harus membimbing seseorang yang dari dulu hingga sekarang, perasaan kepadanya sama sekali tak berubah.

Ya Rabbi, semoga aku bisa melalui ujian ini. Urusan antara aku dan dia hanya sebatas urusan pendidikan. Bukan yang lain!

Kevin bertekad dia harus bertarung dengan dirinya sendiri. Melawan perasaannya dan menjaga profesionalitasnya sebagai dosen.

Di tengah perjalanan, Tania bertemu dengan Tasya, teman sekelasnya.

"Hei, Tania," Tasnya menepuk pundak Tania. "Assalamualaikum. Kamu mau ke mana, Tan?"

Tania menoleh. Setelah menjawab salam Tasya, Tania pun berkata, "Mau ke perpus..."

Tasya sekilas menoleh ke arah Kevin yang berjalan di hadapan Tania. Kevin pun menghentikan langkah. Dia melihat Tania dan Tasya yang tengah berbicara. Lantaran jarak yang agak jauh, dia tak dapat mendengar percakapan kedua gadis itu. Akhirnya Kevin lebih memilih untuk melanjutkan langkahnya.

"Aku mau bimbingan di perpus sama Pak Kevin," jelas Tania seakan dapat menangkap penasaran temannya yang mengenakan hijab berwarna salmon itu.

"Oooh ..." ungkap Tasya. "Wah, kok kita sama ya dosen pembimbingnya."

"Hehe. Oiya, aku jalan dulu kalo gitu, Sya," Tania mengakhiri. Tania kembali melangkah meninggalkan Tasya.

Sementara Tasya masih memperhatikan punggung Tania dan Kevin. Dia menatapnya secara bergantian, berulang kali.

Entah apa yang dipikirkan Tasya, namun sepertinya bukanlah sesuatu yang baik. Tasya merasa heran, kenapa Tania harus dibimbing oleh Kevin.

Kenapa sih dunia ini kok sempit banget. Bukannya masih banyak dosen yang lain?