webnovel

Chapter 24.2 menuju lapangan golf.

Gandiwa, tank yang di pimpin Retno dan baru saja melumpuhkan Dewi berputar arah dan masuk Kembali ke hutan untuk mengejar Ambarawa sementara Dinda yang ada di seberang sungai terjebak karena tank yang di komandani Dewi menghalagi jalannya.

"Oiiii, kenapa berhenti !?" tanya Dinda melihat tank saudarinya yang berhenti bergerak.

"Kau rabun kah!? Tidak lihat bendera putih sebesar itu di belakang tank ?" jawab Dewi dengan keras, ia merasa jengkel karena kakaknya seakan pura pura tidak tahu apa yang terjadi pada tank nya.

"Loh kok….???" Balas Dewi terheran melihat Jaladara sudah dilumpuhkan.

"bagus, sekarang kita berdua terjebak disini sampai pertandingan berakhir" ucap Dewi dengan kesal, ia melipat tangannya dan wajahnya berubah menjadi masam.

Dewi yang biasanya banyak bicara dan penuh ekspresi saat itu menjadi senyap, ia sudah kehilangan semangat karena tidak ada yang dapat dilakukannya lagi, terlebih lagi ia merasa bersalah karena kakaknya terjebak dan tidak dapat menyebrang karenanya. Di tengah lamunannya tiba tiba Dewi merasakan ada yang menabrak tank nya dari belakang meski tidak terlalu keras, Dewi mengintip melalui celah kecil yang ada di belakang turret dan melihat Bima sedang mencoba mendorong tank nya melewati jembatan.

"Oiii, apa yang kau lakukan !?" teriak Dewi yang memunculkan tubuhnya dari dalam turret melalui pintu palka.

"Tentu saja mencoba untuk menyebrang, kau kira apa lagi ?" jawab Dinda ketus. Adiknya hanya menatapnya dengan pandangan kosong dan mulut yang terbuka sedikit.

"Jangan Cuma diam! Transmisi-nya di netralkan supaya dorongnya gampang" lanjut Dinda.

"ehhh…oke!" jawab Dewi singkat, iapun memberi perintah kepada pengemudinya untuk menetralkan transmisi dan Bima pun mulai mendorong Jaladara menuju sisi lain sungai.

meski beresiko Dinda bersikeras untuk mendorong Jaladara, pengemudi Bima memainkan pedal gas dengan lembut dan penuh perasaan, berusaha untuk tidak membuat hentakan yang terlalu keras untuk menghindari kerusakan pada rantai dan roda gigi mereka, kedua tank itupun perlahan bergerak mendekati bibir tebing yang ada di depannya, dan setelah beberapa menit kedua bersaudara itupun akhirnya berhasil menyebrangi sungai.

Bima bergerak ke sisi kanan Jaladara dan kedua bersaudara itu saling menatap satu sama lain.

"kenapa ?" tanya Dinda merasa risih di perhatikan oleh saudarinya secara terus menerus tanpa konteks.

"ehh….anu, berjuanglah….kakak !" ucap Dewi dengan terbata bata, wajahnya memerah dan Bahasa tubuhnya menujukkan jika ia sedang gugup.

"eh...tumben loh kamu panggil aku kakak" ucap Dinda terheran.

"Be….berisik, sudah sana kejar tank yang kabur tadi sebelum terlalu jauh !!!!" teriak Dewi berusaha mengalihkan pikiran saudarinya itu.

Dinda mengangguk sambil tersenyum kecil dan langsung meninggalkan saudarinya untuk mengejar dua tank yang kabur sebelumnya.

Ajeng dan Retno terlibat kejar kejaran di dalam hutan, Rani memutar turret Ambarawa ke belakang dan berusaha untuk mengenai Gandiwa, namun tank yang di komandani Retno itu terus berhasil menghindar, bergerak zig zag dan menggunakan pohon pohon untuk mempersulit bidikan Rani.

Di Gandiwa.

"terus kejar mereka, jangan sampai lolos" perintah Retno dengan bersemangat.

"kalau cuma bicara sih mudah, coba pertimbangkan juga kondisi awak yang lain" sindir pengemudi Gandiwa.

"aku juga sibuk disini, tugasku malah kebanyakan sebenarnya, sudah jadi komandan, jadi pengisi peluru pula" ucap Retno membalas sindiran awaknya itu.

"memang kenapa sih kita harus sampai kejar kejaran seperti ini, kayaknya sekolah lain ga sampe kayak gini kalau tanding" ucap penembak Gandiwa sambil terus membidik lawannya yang bergerak ke kanan dan kiri, bergerak melewati pohon pohon dan mempersulitnya untuk membidik.

"yah beberapa sekolah punya tank dengan armor yang tebal dan meriam yang kuat tapi mobilitasnya jelek, jadi mereka lebih memilih untuk bertempur secara statis, tapi ada kok beberapa pertandingan yang ada kejar kejarannya juga, kayak Oarai waktu turnamen tahun lalu" jawab Retno sambil terus melakukan tugasnya mengisi peluru dan mengawasi sekitarnya.

"coba sekolah kita punya Tiger atau Panther" sahut asisten pengemudi Gandiwa.

"kalau sekolah kita bisa punya tank berat seperti itu mungkin kita ga akan bisa sekolah disini" ucap Retno menanggapi ucapan awaknya dan menyadarkannya dari angan angannya.

Retno teringat dengan temannya Nur yang sedang ada di tank yang di kejarnya, ia membayangkan apa yang temannya sedang lakukan dalam kondisi seperti itu.

Di Ambarawa.

"ugghhhh terlalu gesit" ucap Rani yang mengalami kesulitan untuk membidik karena Ambarawa juga bergerak zig zag sesuai dengan perintah yang di berikan Ajeng

"memiliki mobilitas tinggi memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri ya ternyata" ucap Ajeng memahami kesulitan yang di alami temannya itu.

"begitulah…..Ajeng, tolong pelurunya !" jawab Rani singkat, ia juga tidak pernah bosan mengingatkan Ajeng untuk langsung mengisi ulang peluru setelah ia menembak.

"kita perlu sesuatu untuk dapat lepas dari kejarannya, Nur kamu menemukan sesuatu di peta?" ucap Ajeng.

"menurut peta ada sebuah lapangan golf di arah tenggara" jelas Nur, ia menduga tempat itu merupakan bekas lokasi lapangan golf yang sudah di tinggalkan.

"baiklah, Citra! Ubah arah ke tenggara, kita akan pergi ke lapangan golf itu!" perintah Ajeng.

"eehhhh, kamu serius mau bergerak ke tempat terbuka? Itu sangat ber-resiko loh" ucap Citra memperingatkan komandannya akan keputusannya.

"kita akan melepaskan diri dari kejaran Retno, aku janji !" jawab Ajeng mempertegas perintahnya.

Ambarawa mengubah arah dan langsung di ikuti oleh Gandiwa, setelah berjalan beberapa menit kedua tank sampai di ujung hutan yang mengarah langsung ke lapangan golf. Ladang rumput hijau yang pernah digunakan untuk olahraga golf itu sedikit lebih rendah dari hutan, dengan kecepatan tinggi melompati lereng setinggi 1 meter dan langsung mendarat dengan keras, begitu mendarat Ajeng disambut oleh 2 tembakan dari kedua sisinya, di sisi kiri adalah Nada dengan tank nya, Kandik yang bersembunyi di balik sebuah bukit kecil ber-rumput dan di sisi kanannya adalah Susi dengan tank nya Turangga yang hanya diam di sisi lereng sama sekali tidak memperdulikan jika tank nya dapat terlihat dengan Jelas.

"itu dia Susi!" ucap Ajeng begitu terpacu begitu ia melihat Turangga di kejauhan.

"Ajeng tolong fokus, kita masih harus menangani Retno !" ucap Rani memperingatkan komandannya.

Ajeng Kembali sadar jika ia masih harus berurusan dengan Retno yang juga sudah melompati lereng dan langsung menghujani Ambarawa dengan tembakan meriam dan senapan mesin.

"Nur, tolong jelaskan medan dari lapangan golf ini!" ucap Ajeng meminta Nur untuk menjelaskan bagian bagian dari lapangan golf itu.

"Etto….ada beberapa bukit kecil yang tersebar di arah barat daya dan selatan, kubangan air di utara dan ada lubang pasir tepat di tengah lapangan!" jawab Nur dengan sigap.

Ajeng langsung memerintahkan Citra untuk bergerak menuju lubang pasir , Citra sempat bingung dengan tujuan Ajeng namun tetap melakukannya dan menunggu instruksi selanjutnya dari Ajeng.

Ambarawa berlari ke tengah lapangan golf menuju lubang pasir, Gandiwa dengan semangat juga ikut mengejarnya, kali ini Ajeng meminta Citra agar tidak terlalu banyak bergerak untuk memaksimalkan kecepatan. untuk menghindari tembakan Gandiwa, Citra hanya membelokkan tanknya sedikit seperti mobil yang akan mengubah lajur di jalan tol, dengan sedikitnya Gerakan Retno memiliki kesempatan emas untuk dapat melumpuhkan lawannya, ia membidik Ambarawa dan menempatkan sasarannya ke bagian belakang Ambarawa, dalam waktu yang bersamaan, Retno melepaskan tembakannya sementara Ambarawa berbelok tajam ke kiri, Ambarawa berhasil menghindari tembakan langsung dari Gandiwa sementara Gandiwa yang tidak sempat ber-reaksi terperosok kedalam lubang pasir, rantai tank nya terbenam kedalam pasir dan tank itupun kesulitan untuk bergerak. Setelah terbebas dari kejaran Retno, Ajeng memutuskan untuk bergerak Kembali dan melumpuhkan tank lain.

Sementara itu Bima muncul dari dalam hutan dan turun ke lapangan Golf setelah sempat tertinggal sebelumnya. Dinda melihat Ambarawa bergerak menjauh dari sebuah lubang pasir dan berniat untuk mengejarnya namun tank nya di lumpuhkan oleh Susi yang masih ada di titik yang sama seperti sebelumnya, Susi hanya berdiam diri disana dan menunggu mangsa yang akan di terkamnya.

Citra mengarahkan Ambarawa ke salah satu bukit kecil yang ada di seberang gundukan pasir, tempat itu diduga menjadi tempat Nada bersembunyi setelah memberikan serangan kejutan sebelumnya, dengan kecepatan tinggi Ambarawa mendekati bukit hijau dengan tiang bendera kecil di puncaknya dan akan memutarinya, Rani sudah bersiap dengan pembidiknya, tangannya sudah ada di tuas yang memutar turret dan kemiringan Meriam serta kakinya sudah siap untuk menginjak tuas penembak.

Saat mereka tiba di sisi lain bukit mereka menemukan Kandik sedang memutar turretnya ke arah kiri, semua orang di Ambarawa terkejut melihat itu seakan Nada sudah tahu mereka akan pergi kesana dan menyambut mereka dengan tembakan Meriam. Kandik melepaskan tembakan yang mengenai sisi kanan turret dan memantul, tidak menyia nyiakan kesempatan itu Citra mengarahkan Ambarawa ke sebelah kiri Kandik, Rani yang sudah memutar turet ke kanan langsung melepaskan tembakan begitu kedua tank bersisian, tembakan itu langsung melumpuhkan Kandik dan bendera putih muncul tanda tank sudah di lumpuhkan.

Di lubang pasir, Retno masih berusaha untuk membebaskan tanknya yang semakin terbenam kedalam pasir yang halus.

"patah kiri, patah kiri sedikit!" ucap Retno memberi arahan kepada pengemudinya.

Pengemudi Gandiwa mengikuti semua arahan yang di berikan komandannya namun segala upaya tidak membuahkan hasil membuat semua awaknya putus asa dan kecewa.

"ini sia sia, pasir yang kita injak terlalu halus" jawab pengemudi Gandiwa dengan layu.

"kita hanya akan jadi target mudah disini, mungkin sebaiknya kita meninggalkan tank dan mencari bantuan" sambung Penembak di Gandiwa.

"tidak akan ada yang mau membantu kita saat ini, tidak Ketika jenis pertandingannya adalah annihilation" sahut asisten pengemudi Gandiwa.

Retno tidak dapat mengatakan apapun, ia tahu apa yang di katakan awaknya adalah benar adanya dan moril semua awak di tank itu semakin merosot.

disaat semua orang di Gandiwa terdiam tiba tiba cahaya matahari yang sebelumnya memasuki tank melalui periskop menghilang membuat seisi tank gelap, Retno mengintip menggunakan periskopnya, ia melihat ada tank yang berdiri di depannya namun tidak dapat mengidentifikasinya, Retno membuka palkanya dan mengeluarkan kepalanya agar ia dapat memiliki pandangan yang lebih jelas.

"Oiiii, bisa tolong derek kami keluar dari sini!? Kami terjebak!!!" Retno berteriak meminta tolong dengan sekuat tenaga namun tidak ada jawaban.

"nanti akan aku traktir makan malam deh, tolong bantu kami keluar !!!" lanjut Retno terus mencoba mendapatkan pertolongan dari tank misterius yang ada di depannya.

"aku rasa mereka sedang tidak mood untuk membantu kita" ucap pengemudi Gandiwa dengan sinis.

Retno menaruh telapak tangannya diatas alisnya untuk menghalangi cahaya matahari yang menyilaukan pandangannya, barulah ia dapat melihat tank yang ada di depannya dan ia sangat terkejut setelah dapat melihat dengan jelas tank yang ada di depannya adalah Turangga yang di komandani Susi.

"Sial itu Susi!, Wati lepaskan tembakan sebelum dia melumpuhkan kita!" ucap Retno dengan menggebu gebu, ia langsung masuk Kembali dan menutup pintu palkanya.

tembakan di lepaskan namun memantul karena bagian depan Turangga yang melandai, Turangga melepaskan tembakan balasan dan Gandiwa akhirnya di lumpuhkan.