Hujan mengguyur kota Malam ini, sementara Shafa hanya melamun menghadap ke jendela kamar yang berembun. Gadis itu menerawang kejadian lima tahun silam, dimana Garra mengamuk dan memukuli enam orang laki-laki yang mengganggunya di acara masa orientasi siswa saat masuk SMP dulu.
Itu adalah pertama kalinya Shafa melihat seorang Garra mengamuk. Dan peristiwa pertama yang membuat Shafa menjadi Takut jika melihat Tatapan Garra yang seakan ingin melenyapkan nyawa orang. Tapi di balik itu semua, ada sesuatu makna yang tak pernah terpikirkan oleh Shafa. Garra sebenarnya menyayanginya, laki-laki itu rela melakukan apa saja untuk Shafa, hanya saja caranya yang salah.
Drrrr Drrrrr
Getaran ponsel Shafa tiba-tiba menyadarkannya dari lamunan. Shafa melihat nama Garra yang terpampang jelas tengah menelponnya. Padahal baru saja Shafa memikirkan laki-laki itu.
"Halo, Ga?"
Tidak ada jawaban, hanya embusan nafas kasar dari seberang sana yang Shafa terima. Gadis itu mengernyitkan keningnya bingung, hanya keheningan yang tercipta hingga akhirnya Garra bersuara setelah Lima menit berlalu.
"Fa... Kamu bisa datang kesini?" Suara Garra terdengar serak dan pelan, berbeda dari biasanya. Hal itu membuat Shafa semakin dilanda kebingungan, terlebih sekarang sudah jam sepuluh malam.
"Ka-kamu kenapa?"
"Fa... Aku butuh kamu..." Suara Garra kembali terdengar, namun deru nafas laki-laki itu terdengar tak beraturan.
"Ga, Kamu ken-"
Belum sempat Shafa menyelesaikan ucapannya, Panggilan dimatikan sepihak oleh Garra. Shafa hanya mampu terdiam dengan banyak pertanyaan di benaknya.
Sejujurnya, meski Garra pernah mengukir kenangan buruk di hidup Shafa, Rasa peduli dalam diri Shafa ternyata masih ada. Dan kini ia khawatir dengan keadaan laki-laki itu.
Ia lantas mengambil cardigan pink muda beserta handphonenya lalu turun ke bawah dan mencari keberadaan supir pribadi rumahnya. Saat ini, Ayahnya belum pulang dari luar kota untuk mengurus bisnisnya, jadi ia tidak perlu lagi meminta izin.
"Neng Shafa mau kemana?" Tanya Bi Ijah yang kebetulan baru masuk ke dalam rumah.
"Ada urusan Bi, Shafa pergi dulu Yah!" Ucap Shafa yang langsung saja keluar dari rumah, dan mendapati keberadaan Mang Ujang yang kebetulan sedang duduk meminum kopi di pos satpam bersama satpam rumahnya. Mereka akhirnya berangkat, Walau supirnya itu masih dilanda kebingungan.
Dalam perjalanan pun, pikiran Shafa masih tertuju pada Garra. Seharusnya ia tidak peduli, tapi mengapa otak dan hatinya berbanding terbalik dan tidak pernah satu frekuensi.
Kini Shafa telah sampai dan berdiri tepat di depan pintu apartemen Garra, ragu-ragu ia memencet bel. Namun hingga menit ke tiga, Garra tak kunjung membukakan pintu.
Ting...
Sebuah pesan kembali Shafa terima di dalam ponselnya. Garra, laki-laki itu baru saja kembali mengiriminya pesan.
Garra
Pin-nya hari jadian kita.
Sebenarnya ada apa dengan Garra? Kenapa tidak dirinya saja yang membukakan pintu? Tapi meski begitu, Shafa tetap menekan pin apartemen Garra dan melangkahkan kakinya masuk.
Saat di dalam, yang Shafa temukan hanya kesunyian. Ia tidak mendapati keberadaan Garra sedikitpun. Menurutnya, Tempat ini sangat luas untuk di tempati satu orang saja.
Akhirnya Shafa memberanikan diri untuk melangkah masuk menuju kamar Garra. Gadis itu sedikit terkejut saat melihat kehadiran Garra yang terbaring lemas dengan nafas tak beraturan.
"Garra..." Panggil Shafa hati-hati.
Mendengar suara Shafa, Garra langsung berbalik dan tersenyum lebar.
"Kamu beneran datang" ucap Garra lalu berusaha bangun berniat mendekati Shafa.
Namun cepat-cepat Shafa berjalan mendekati Garra, dan menahan tangan laki-laki itu agar tidak perlu bangun. Panas, begitulah yang dirasakan Shafa saat bersentuhan dengan Garra.
"Kamu demam" ucap Shafa pelan, Gadis itu menatap mata elang Garra yang saat ini juga tengah menatapnya lugu.
"Aku cuma pusing aja" ujar Garra saat dirasa Shafa ingin melepas genggamannya.
"Kening kamu harus di kompres dulu, biar panasnya turun,"
Lagi-lagi Garra hanya menggeleng, genggaman tangannya semakin erat menahan tangan gadis itu agar tak pergi. Ternyata hanya badannya yang panas tapi tenaga laki-laki itu masih sama kuatnya.
"Gak perlu di kompres... yang penting ada kamu, pasti juga bakalan sembuh sendiri," ujar Garra. Shafa menghembuskan nafasnya kasar.
"Kalau gitu, kamu harus makan dulu, Ga, biar bisa minum obat" Ujar Shafa sembari mengusap tangan Garra yang memegang satu tangannya yang lain.
"Kalau kamu gak mau, aku bakalan pulang," Lanjut Shafa saat melihat Garra hendak protes. Laki-laki itu akhirnya pasrah dan mengendurkan genggamannya di tangan Shafa.
Shafa akhirnya berdiri dan beranjak dari sana menuju dapur dan membuatkan makanan untuk Garra. Saat selesai memasak, Shafa kembali ke kamar dan menyuapi Garra yang tiba-tiba hanya ingin makan jika di suapi olehnya. Begitupun saat meminum obat, Garra memanfaatkan situasinya yang saat ini sedang sakit, agar bisa bermanja-manja dengan Shafa.
"Kamu kok jadi manja gini sih, Ga?" Ucap Shafa berusaha menjauh saat Garra mengendus-endus lehernya dari belakang. Seperti anak kucing.
Saat ini mereka berniat tidur, namun Garra tidak bisa membuat Shafa tidur dengan tenang, karena laki-laki itu terus mengganggunya dari tadi.
"Sama pacar sendiri, Gak boleh?" Tanya Garra pelan tepat didepan telinga Shafa membuat gadis itu mendengus geli.
Garra kembali menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Shafa, laki-laki itu juga berapa kali mengecupnya, membuat Shafa benar-benar geli.
"Ga... Geli, Aku mau tidur" rengek Shafa.
Tiba-tiba saja Garra membalikkan tubuh Shafa menghadap laki-laki itu dengan sekali tarikan. Shafa menatap horor mata Garra yang kini memandangnya dengan tatapan yang sulit di artikan.
"sebelum tidur, aku pengen minta sesuatu, boleh?" Bisik Garra tepat depan wajah Shafa yang nyaris tak berjarak.
"Apa?" Shafa sudah mengambil ancang-ancang.
"Kiss" Garra berbisik lagi, Shafa terkejut bukan main.
Shafa melotot mendengar itu, ia lantas menjauhkan kepalanya mundur, namun baru saja hendak lepas dari kungkungan laki-laki itu, Bibir Garra tiba-tiba saja sudah menyambar bibirnya.
Hanya menempelkannya saja, tidak lebih, namun berhasil membuat wajah gadis itu merah padam.
"I love you" bisik Garra kembali. Namun Shafa tidak mempedulikannya, ia berbalik membelakangi Garra kembali lalu memejamkan matanya mencoba untuk tidur.