webnovel

Antara Jenny dan Rima

Hampir jam sepuluh malam lewat, aku mulai gelisah ingin menghampiri kamar Jenny, berusaha menghilangkan keinginnan itu dengan nonton film, buka sosial media. Membaca buku. Rasa itu tetap ada, akhirnya aku turun ke bawah, memastikan mama sudah tidur. Dan mulai naik tangga perlahan setelah yakin mama sudah tidur. Aku mengetuk pelan kamar Jenny, seandainya sudah tidur aku akan kembali ke kamar untuk tidur saja, dua kali aku mencoba masih belum ada jawaban. Aku tak berani untuk mengetuk yg ke tiga kali. Aku berjalan ke kamar ku perlahan, tiba-tiba suara pintu di buka perlahan dan Jenny memandang aku, langkah ku balik berputar ke kamar Jenny.

"Kamu belum tidur?" Suara ku berbisik nyaris tak terdengar.

"Apa, aku belum bisa tidur" jawab Jenny senyum. Dengan suara berbisik.

"Di dalam aja boleh" pinta ku, dia membuka kamarnya mempersilakan aku masuk.

" Apa" Tanya Jenny setelah pintu kembali di tutup.

" Aku mau temenin kamu" jawab ku berbohong. Dia senyum dan berjalan ke ranjangnya. Jenny mengenakan kaos tidur panjang punya Tasya ber warna kuning, sebatas pahanya, sangat jelas no bra dan CD yg tadi baru dia beli. Dia memposisikan tidur sambil memeluk guling di tengah ranjang single yg kecil. Aku menghampiri dan duduk menyandar di sebelah Jenny. Dia menatap aku.

"Mau ada yang aku ceritakan ke kamu, ini yang membuat aku engga bisa tidur." Perlahan dia sampaikan sambil menatap serius ke aku.

"Apa? Mengenai apa?" Tanya ku dengan berjuta pertanyaan, ada rasa khawatir tentang apa yang aku lakukan tadi dengan dia, itu hal baru dalam perjalanan pacaran kita.

"Aku pernah melakukan perjanjian sama Mami dan Papi mendukung meski tak seberat yang mami lakukan." Ia mengawali ceritanya. Aku mendengarkan dalam diam

" Mami membolehkan aku pergi ke Jerman atau sering main ke tempat Papi tinggal dengan syarat" dia sangat berhati-hati dalam berbicara. Sepertinya kata ini telah di susun sebelumnya oleh Jenny agar tak menyinggung perasaan ku atau membuat aku kecewa.

"Aku harus bisa menjaga pergaulan ku di sini. Di antara beberapa hal. Ada satu hal yang harus aku atau kita lakukan, karena aku pacaran sama kamu" dia memakai kata "kita". Makin aku penasaran dan mulai yakin dia akan membicarakan apa yang aku lakukan tadi. Dia melanjutkan.

"Aku di wajibkan menjaga keperawanan ku, agar tidak rusak sebelum waktunya. Kalo aku melanggar, ijin ke Jerman akan di batalkan sampai batas waktu yg di tentukan Mami dan Papi." Dia memberi jedah di sini. Melihat respon ku, aku tetap diam.

"Menurut kamu gimana?" Dia meminta opini ini ke aku. Aku masih terdiam, aku juga harus menggunakan kata yang baik untuk menjawabnya.

"Insyaallah aku akan membantu kamu, atau kita saling mengingatkan tentang perjanjian kamu sama Mami, Papi kamu" jawab ku perlahan.

" Terkadang aku suka lupa bila hasrat libido ku tinggi. Selalu ingin terpuaskan, jadi kamu bisa bantu mengingatkan aku." Pesen ku padanya.

"Iiih..kita. bukan cuma aku, karena aku juga akan asik dengan apa yg kamu perbuat. Suka lupa mau stop." Protes Jenny.

"Tapi kalo kamu enjoy, gimana aku mengingatkan kamu, otomatis aku lebih enjoy" kilah aku.

"Kamu pasti bisa, karena kamu sayang sama aku, dan tidak menginginkan hidup aku jadi sulit, hanya karena ke senangan sesaat saja" Jenny menuntut ku lebih bijak.

Aku terdiam. Dengan kata lain aku harus bisa menjaga dia agar tidak merusak dirinya.

"Kamu mau janji sama aku engga?" Dia menatap dalam ke mata ku.

"Iya aku janji, sama kamu tak akan merusak batas yang sudah kita sepakati" jawab ku yakin. Atau meyakini Jenny.

Dia bangkit. Dan duduk di pangkuan ku sambil memeluk. Aku balas memeluknya.

" Kalo kaya tadi masih boleh?" Tanya aku ragu.

"Kamu boleh melakukan apa pun ke aku, selain ML, tapi liat juga ya suasananya engga di setiap waktu" dia menggaris bawahi, dengan catatan nya.

"Berarti boleh dong kalo cuma ciumin dan jilatin punya kamu" desak aku lagi.

"Iiiihhh Rio... Kalo bikin aku jadi pingin ML gimana?, kamu bisa engga larang aku?" Jenny menanyakan balik ke aku.

"Bisa" jawab ku ragu.

"Beneran" tanya dia lagi.

" Iya aku bisa." Hasratku ingin melihat dan menyentuh juga menikmati miliknya.

"Kalo bisa boleh aja" dia senyum.

"Tapi engga malam ini loh ya." Tambah Jenny

"Kenapa engga boleh malam ini?"

"Iiih hari ini udah cukup, kan kita udah keluar barengan"

"Ini aja aku masih terasa dan terus terbayang, dan aku suka" jawabnya jujur

"Tapi harus hati-hati, nanti ke asikan malah masuk" jenny mencium aku.

" Mau lagi engga?" Sambil aku mendorong dan menarik pinggulnya. Karena penis ku sudah mulai mengeras.

"Iiih Rio, udah Aah.. bobo aja yuk" dia tiduran di sebelah ku, sambil memeluk aku, kakinya naik di paha aku. Aku mengelus rambutnya. Dan pundaknya. Tangannya mengelus penis ku lembut, " kamu bobo juga ya, kan tadi udah" seolah Jenny berbicara dengan kucing peliharaannya.

"Kalo kucing di elus jadi bobo, kalo yang ini justru jadi bangun" protes aku.

"Eh..iya gitu, maaf " jenny melepas elusannya. Aku menerima komitmen ini, toh aku masih bisa bercinta dengan mami Rima, sepuas aku, sampai berapa kalipun mami terus saja memberikan pada ku. Aku jadi teringat mami, aku kangen mami.

Aku berangkat sekolah dengan Jenny, yang aku pikirkan adalah saat pulang nanti, aku mau ke rumah mami Rima, jam istirahat aku sudah janjian dengan Mami Rima, dan Mami mau jemput aku, tapi tidak di sekolah, agak jauh dari sekolah di tempat ngopi. Jam pulang sekolah Jenny menghampiriku,

"Kalo nanti malam engga ada acara, ke rumah ku ya" ucap Jenny sambil memeluk aku dari belakang.

"Eh, kamu" aku membelai rambutnya

" Nanti aku kabarin kalo bisa ke rumah kamu ya, takutnya mama engga kasih ijin" aku berbohong, karena malam ini aku mau menginap di rumah mamai Rima.

"Iya udah" jenny percaya saja dengan ku

"Eh iya mau pulang bareng engga? Kamu kan engga ada motor?" Jenny menawarkan tumpangan untuk pulang.

"Engga apa-apa, mau bareng temen ku" jawab ku singkat. Jenny tersenyum dan melambaikan tangan ke arah ku sambil pergi menghampiri Dinda yg sedang asik ngerumpi sama cewek-cewek temen kelasnya. Mereka pergi bersama.

Setelah mobil Jenny pergi aku segera berjalan kaki menuju cafe yg tak jauh dari sekolah. Aku memasuki cafe dan mencari sosok mami Rima, tak lama hp ku berdering. Rima telpon ku,

"Aloo" jawab ku

"Kamu tengok ke kanan" Suara mami Rima merdu dan tenang juga penuh kesabaran.

"Pake baju warna apa mam" aku lihat wanita cantik melambai ke arah ku, aku matikan hp dan menghampiri dia. Senyumnya yg selalu bikin hati ini runtuh, dia mengenakan kemeja jeans, dan celana senam hitam, masih terlihat sopan karena lekuk pada pangkal paha tertutup kemeja yg agak panjang, tapi tampak kaki dan pahanya kencang yg bikin aku salfok dua kancing kemeja di lepas, tampak belahan payudara Mami Rima meski hanya sedikit tapi kulit putih itu yg membuat mata lelaki ingin berharap bisa melihat lebih. Aku duduk di sebelah Mami Rima.

"Mami engga kerja?" Tanya ku sambil memperhatikan baju yg dia pakai

"Kerja,ijin pulang lebih cepet, karena mau ketemu kamu" dia senyum manis.

"Sayang mau minum apa?"Tanya mami lagi.

"Take away aja yuk, aku mau cepet pulang" jawab ku sambil mengajak mami Rima pergi

"Kenapa buru-buru sambil Rima mengikuti mau ku, dia memberikan sisa minuman kopinya ke pada ku, aku langsung menyeruput habis.

"Nanti di mobil aku ceritain" sambil aku berjalan ke tempat pemesanan.

"Kamu mau apa?"

"Tadi mami pesen apa?"

"Kopi susu gula aren" jawabnya penuh kelembutan, seperti ibu ke anaknya. Dia bisa menjadi apa saja yg aku suka.

"Aku mau itu aja" jawab ku singkat.

"Di rumah engga ada makanan, mau pesen yg lainnya?" Dia menatap ku sayang.

"Terserah mami, bebas apa aja"

Mami Rima menyelesaikan transaksi dan mengajak ku duduk di sofa terdekat, aku pilih tetap berdiri di samping Rima, dari posisi ku dapat kulihat gundukan penuh dada Rima di sanggah bra hitam yg sexy berenda dengan cup setengah tampak menjepit payudaranya sempurna.

"Rio, aku pesan ini kamu suka ga?" Dia mengeluarkan HP nya dan menunjukan keranjang di belanja online, jaket kulit dan helmet full face berwarna hitam.

"Wuiiiih gaya banget, buat naik motor ya?" Tanyaku sambil merapatkan tubuh ku ke pundaknya.

"Iya kan kita mau touring pake motor kamu itu" dia tersenyum memandang aku.

"Motornya juga belum beres, Mami" jawab ku, sambil melirik gundukan itu yg Makin jelas terlihat dari posisiku sekarang.

"Biarin aja, mau aku pesenin juga engga?" Tanya mami menatap ku.

"Hmm boleh juga, size nya yang buat aku besar ya"

"Ok, kalo modelnya gimana? Mau liat yg lain?" Tanya Rima.

"Samain aja sama Mami" jawab aku, khayalan ku sudah sampai di kamar dan membiarkan burung belibis ku terjepit di antara gundukan payudara itu.

"Ok, ada yg lain?" Tanya mami. Aku berbisik di telinganya.

"Aku mau masukin tangan ku ke situ" mata ku tertuju ke dada Rima. Rima menatap ku dan melihat dadanya yg agak terbuka.

"Iiiihhh.. matanya kemana-mana deh" wajahnya datar tanpa ekspresi dan tidak juga berusaha menutup nya

"Ada lagi engga pesenan kamu?" Rima menatap ku serius.

"Sarung tangan ada?" Tanya ku, sambil coba menetralkan khayalan ku.

"Ada, ini kayanya distro untuk anak motor deh, nanti aku cari, kemarin sempet aku lihat

Banyak juga asesoris motor lainya" Rima coba men scroll di layar hp.

"Pesanan atas nama Rio" tiba-tiba seorang kasir memanggil. Aku menoleh ke Rima.

"Iya itu pesanan kita" Rima menatap aku, segera aku menghampiri dan mengambil pesanannya. Baru saja masuk mobil, aku langsung mendaratkan ciuman di pipinya.

Rima diam saja, ketika mulai berjalan aku kembali mendekati tubuh Rima, kembali mencium pipinya dan telinganya, terus ke lehernya.

"Ssshhhh...iiiihh Riiiiooo" desah Rima, sepintas memandang aku. Dan kembali tatapannya lurus ke jalan. Tangan ku menyentuh perutnya menjalar, membuka satu kancing kemejanya dan mulai masuk kedalam kemejanya, menelusuri bra-nya, Rima menggigit bibir bawahnya sambil menatap ku pandangannya seakan menahan sesuatu, saat ku remas payudaranya dia mendesah panjang.

"Aaaaahhhhhhh" Rima menahan tangan ku

"Aku engga kuat pengen banget cumbuin kamu, mau ML" jawab ku polos.

"Sabarrr iiihh sayang" Rima meremas paha ku bagian dalam.

Ketika sudah sampai di depan rumah, aku segera turun, Rima membuka pintu berjalan ke arah Pantry, aku segera menutup dan mengunci pintu, aku menghampiri Mami Rima yg sedang membuka pintu kulkas dan menaruh belanjaan nya, ada buah juga, dia membuka rak bawah kulkas, aku melihat bulatan sempurna bokong Rima yg cocok dengan body dan tinggi badannya tampak sempurna, aku segera memeluknya dari belakang, penis ku yang sedari tadi sudah keras tepat ku letakan di tengah belahan bokong Mami Rima.

"Aauuuwwww" Rima kaget dan tetap dalam posisinya dia membiarkan aku menikmati apa yg aku suka. Aku menggesekkan penis ku di antar celah itu, tak tahan aku membuka celana dan boxer ku. Dengan sekali Tarik aku bisa melepas celana senam nya tinggal G-string yg tertinggal. Aku menggeser tali G-string nya dan coba memasukan tapi gagal

"Uuuhhh kayanya ada yang udah ga tahan ya.." Rima berdiri, dan memeluk ku, membimbing tubuh ku kearah meja pantry, tubuhnya berputar membelakangi ku, sambil agak menungging dia mengarahkan penis ku ke arah yg tepat, menggesek gesekkan belahan vaginanya. Aku cukup menekan sedikit agak keras.

"Auuuwwww.. pelan-pelan sayang" Rima masih saja tampak kaget, saat kepala penis ku mulai masuk, sisa batang kokoh yg berurat, Rima berpegangan ke kursi pantry yg tinggi, aku mendekap dari belakang, dan membuka kemejanya, Rima membuka Bra-nya sendiri dan mengambil tanganku untuk segera memainkan payudaranya. Sambil aku pompa perlahan. Rasa ini yang selalu saja aku rindukan, hangat juga menyempit mungkin karena lama tak ada benda masuk terasa nikmat saat di pompa.

"Uuuuh sayang... Enak banget sih.." rintih Rima sambil menggoyangkan pinggulnya.

"Aku kangen banget sama mami.." di sela aku memompa dengan makin cepat. Mami Rima menghentikan sebentar dengan menahan perut ku. Dia berputar balik dan duduk di kursi tinggi, aku turunkan sedikit agar tepat posisinya, kembali aku pompa, kaki mami menyilang dan menjepit pinggang ku, kini aku bisa leluasa menjilati, menghisap puting payudara Rima, tanganku tetap memeras kedua payudara besarnya.

Rima semakin bergelinjang tubuhnya

"Uuuuhhhh saaaayang..terusss" Rima merintih. Tak butuh waktu lama, Rima menarik tubuhku. Aku masih berusaha terus mempercepat gerakan dan tubuh Rima mengejang

"Aaaaggghhh..aku keluar sayang"

"Aaaahhhhh " aku menyusul menyemprotkan sperma beberapa kali ke liang vagina hangat itu.

"Uuuhh sayang, enak bangettt" Rima menahan bokong ku agar penis tetap di dalam vaginanya.

"Makasih ya Rio sayang" mami senyum dengan mata satunya.

"Hmmm mam kayanya aku bakal ketagihan terus deh, nikmat banget rasanya" puji aku.

"Jangan salahin aku ya, kalo kamu jadi sering nginep di sini." Kata mami Rima sambil mengelus rambut ku.

"Udah ya, aku mau mandi" sambil Rima memegang pipi aku

"Iya" tapi aku tak mencabut penis ku

"Rioooo" Rima mencubit pinggang ku

"Apa?" Tanya ku polos

"Di lepas dulu..iiiih"

"Duuuh gimana ya, udah enak ini"

"Riooo, jangan nakal deh" pinta Mami Rima dengan nada serius. Aku cabut perlahan ternyata masih keras dan masih terjepit enak. Aku masukin lagi

"Hmmmmmm...sayang iiih" desah Rima

"Masih enak mami.."

"Rio iiih aku pulang kerjaaa, badan nya udah bau keringet"

"Aku suka bau keringet Mami, gimana dong"

"Rio please' please " Mami Rima memohon dengan tatapan sendu. Aku perlahan mulai mencabut, Rima menggigit bibir bawahnya.

Setelah lepas, dia menggenggam penis ku yg masih agak keras.

"Iiih masih keras aja punya kamu, nakal banget" sambil turun dari kursi wajahnya menghampiri penis ku dan memasukan kedalam mulutnya.menjilati sperma yg keluar. Coba mengurut,Oral ini akan membuat aku makin birahi kalo di biarkan.

" Iiih udah, mamiii ampun" pinta ku

"Engga mau di keluarin?" Tanya mami sambil menjilati dan menghisap penis ku,

"Nanti aja ah, selesai mami mandi, aku juga mau ciumin punya mami"

"Engga" tegas mami sambil bangkit. Aku menahan dengan memeluk Rima.

"Engga, aku engga mau" sambil berusaha melepas pelukan aku.

"Aku mau.." sambil tetap coba menahan sambil berjalan ke arah kamar.

"Riiioooo iiiihhh jangan" pinta mami, sambil berusaha keras melepas pelukan aku.

"Riiiooo aku mau mandi" kali ini tangan ku malah memegang payudaranya dan meremasnya.

"Uuuhhhh" mami menggenggam tangan aku.

"Rio..apa aku harus bilang please lagi sama kamu" mami sudah mengeluarkan senjata terakhirnya.

"Iya iya iya" aku melepaskan Mami.

"Ampun deh, punya pacar kaya kamu, bisa seharian kita ML terus." Sambil mami mencubit pinggang ku.

"Aauuuwwww" aku terlambat menghindar cubitan Mami.

"Tapi mami suka kan??" Tanya ku saat dia masuk kamar, mami hanya menengok ke arah aku, dan menjulurkan lidah nya. Tubuhnya yg polos tetap indah saat berjalan pinggulnya bergoyang indah.

Aku kembali sibuk dengan motor klasiknya. Kali ini aku coba menyalahkan mesin, beberapa kali aku hentakkan kick stater, sudah ada respon, aku yakin akan banyak asap, aku keluarkan motor, tapi ban kempes, dengan susah payah aku dorong keluar garasi agar asap tidak masuk ke rumah, benar saja saat aku hidupkan engine, tiga kali kick stater di engkol mesin menderu nyalah, aku bahagia meski belum langsam, aku setting karburator dan coba lagi. Baru ketemu suara merdu BMW tua. PR nya kaki-kakinya. Aku harus coba pompo atau ganti ban, mungkin sudah cukup lama tak pernah bergerak. Mami selesai mandi, memakai celana super pendek satin dan kemeja tidur berbahan satin warna pink. Dia menepuk tangan nya.

"Hebat kamu Rio, bisa bikin nyalah lagi tuh motor " puji mami Rima. Aku bilang masih ada kendala di bannya. Ada kemungkinan ganti ban depan belakang, nanti aku coba pompa dulu, asal bisa ke bengkel aja untuk ganti ban.

" Engga salah, aku pesen jaket buat touring kita nanti, eh iya kamu belum aku pesenin karena mau bareng sarung tangannya" mami langsung mengeluarkan hp nya dan duduk di kursi yg ada di garasi, aku menghampiri dan merapatkan tubuh di belakangnya. Rambutnya harum Sampoo dan masih agak basah, badannya wangi sabun mandi.

"Ini loh Rio, sarung tanganya" sambil dia memperlihatkan layar hp ke aku.

"Boleh, aku mau yg putih" aku lebih fokus ke belahan payudara Rima yg terlihat jelas karena kancing terbuka yg atas dan Rima tak memakai Bra.

"Iya ya, motornya kan putih, helmet nya kita pilih putih aja ya" mami kasih ide.

"Iya bener keren," jawabku setuju. Aku menghampiri Mami dan duduk di sebelahnya,

"Mami engga takut debu naik motor?" Tanya aku meyakininya.

"Aku bukan anak ningrat yg takut debu sayang" jawab Mami sambil menggigit lembut pipi ku. Aku tersenyum, sambil memandang motor yg masih menyala aku rangkul pundaknya

"Kebayang kalo jadi touring, aku bangga punya pacar kaya Mami. Funky banget"

"Tapi jangan jauh-jauh ya, belum tentu badan aku kuat" mami menatap ku manja

"Jauh menurut Mami kemana? Tanya aku

"Dulu Om ngajak ke Bali dan Lombok aku engga mau"

" Kalo Bandung gimana?"

"Nah kalo ke Bandung kayanya aku kuat deh" mami senyum

"Enam jam perjalanan" terang aku.

"Kok lama, pake mobil dua sampai tiga jam?"

"Itu lewat tol mami sayang" protes aku

"Oh iya.." dia senyum

"Aku kuat engga ya?" Tambah mami ragu

"Atau mau puncak aja?" Tawar aku.

" Kalo ke puncak perjalanan berapa lama?"

" Dua jam lebih dikit lah kalo engga macet" jawab aku.

" Ya udah kita ke puncak dulu, kalo aku masih kuat kita lanjut ke Bandung." Aku hanya tersenyum, dan mencium pipinya.

Aku membereskan peralatan kembali ke tempatnya, dan mendorong motor kembali ke posisi semula, kali ini Mami bantu mendorong motor.

Selesai mandi aku melihat mami bersandar di sofa sambil menonton Drakor. Aku menghampiri Mami. Duduk di sebelahnya sambil memeluknya dari belakang, Rima menyandarkan tubuhnya di dada ku,

"Kamu suka juga nonton Drakor" tanya mami sambil mengelus pipi ku.

"Aku sukanya peluk mami, lembut dan hangat" jawab ku enteng sambil memeluk Rima lebih rapat ke tubuhku.

"Iiiihh..Romantis banget sih" Rima mencium bibir ku. Baju tidur yg berbahan lembut itu makin menempel sempurna di tubuhku, dada yang no bra terasa sekali mengganjal di dada ku, mendekap tubuhnya sempurna. Kakinya meringkuk di sofa, seolah tubuhnya berlindung di dekapan ku. Aku selalu merasa Rima membutuhkan sebuah perlindungan, di manjakan, perhatian juga kasih sayang dari seorang lelaki, meski aku hanyalah seumur anaknya, tapi aku tetap lelaki yg mampu memberikan rasa itu buatnya. Dia selalu membuat ku bagai seorang lelaki dewasa, dia mengajarkan aku bagaimana seharusnya bersikap, tidak dengan berbicara tapi cara dia memperlakukan aku. Aku menjadi lelaki sempurna karena dia ada di samping ku.

"Mau makan apa sayang, malam ini" sambil Rima menatap ku.

"Aku mau makan ini, ini juga ini" tangan ku meremas payudaranya, perutnya dan pahanya.

"Riooo, aaahhhh, beneran mau apa?" Tanganya mencubit perut ku.

"Aku mau makan apa aja yg kamu siapkan" sambil aku mencium keningnya, matanya, hidungnya pipinya dan bibirnya juga dagunya.

"Mmmhhhhh..bikin aku makin jatuh cinta aja deh sama kamu" dia memutar tubuhnya duduk di pangkuan ku, tangan ku meremas pahanya yg putih mulus juga jenjang, merangkul pinggangnya, Rima merangkul leher ku.

"Mau aku masak, atau aku pesen di luar?" Rima menempelkan hidungnya di hidung ku

"Terserah kamu, tapi kalo di suruh pilih makanan dari luar atau masakan kamu, aku pilih masakan kamu, lebih enak" kini aku menempelkan bibirku dengan bibirnya sambil berbicara. Dia tersenyum dan menggigit gemes bibir ku dengan pelan.

"Bisa aja deh bikin aku seneng"

"Tapi beneran, aku mulai terbiasa masakan kamu" jawab aku jujur. Sambil tangan aku masuk ke piyamanya mengelus punggungnya. Tanganya juga masuk ke kaos ku dan mengelus pundak ku. Perlahan kaos ku di angkat sebatas dada, dia meletakan wajahnya di dada ku, menghirup aroma tubuhku. Aku coba melakukan hal yg sama, menaikan piyamanya ke atas, tapi tertahan payudara besar yg menempel di perutku.

"Kalo udah gini, pasti engga jadi makan" bibirnya menciumi puting dada ku, menjilati. Saat aku ingin melakukan hal sama, tanganya menutup payudaranya. Menghalangi ku menyentuh dadanya, aku berusaha mencari celah, sikunya terus menghalangi ku. Tak habis akal jemari ku malah masuk ke damal celana pendek piyamanya, bahkan masuk di balik CD nya meremas bokongnya. Dengan ke dua tangan ku.

"Iiiiihhhh.... Auuuwwwwhh iya, iya.iya Ampun" dia kembali duduk di pangkuan ku. Menahan agar tangan ku tak terus menjamah bokongnya. Rima mencium bibir ku, dan memeluk erat tubuh ku.

"Aku masak dulu ya buat kita makan malam"

"Kalo aku minta kamu di sini dulu, gimana?" Tanya ku sambil menatap mata Rima, merangkul pinggangnya, menariknya agar posisinya tepat berada di atas daerah sensitif ku. Aku yakin dia merasakan itu, ada sesuatu yg sudah berkembang dan keras berdenyut, celana satin pendek akan mampu merasakan itu, tepat di tempat paling sensitif milik Rima.