webnovel

GCDT 37

"Aku nggak suka kamu deket deket dengan cowok lain, Yank," protes Rama kemudian menautkan jemari tangan kirinya pada jemari Dea, sedang tangan kanannya memegang kemudi, lalu mengecup punggung tangan Dea berulang kali. Sekarang mereka sudah berada di dalam mobil dan menuju perjalanan pulang, Rama meminta Dea segera pulang karena tidak bisa menahan rasa cemburunya.

Apalagi tadi Anton bercerita yang ternyata dirinya kini adalah seorang duda memiliki anak 1, dan istrinya telah lama meninggal karena sakit. Pernikahan Anton dan istrinya berdasarkan balas budi karena istri Anton pernah menolong neneknya. Dan Anton berjanji akan membalas budi pada orang yang telah baik pada mereka, dan kebetulan orang tua istri Anton juga menyukainya. Berakhirlah mereka dengan pernikahan, selama pernikahan itu, jujur Anton belum bisa mencintai istrinya.

Sedang sang istri telah jatuh hati pada sosok Anton yang telah begitu baik karena menerima dirinya apa adanya, sebelum pernikahan terjadi Anton sudah mengatakan jika dirinya tidak akan bisa mencintai dia sebagai istrinya. Karena sudah ada wanita yang mengisi jiwa raganya, lagi lagi Rama kesal karena wanita yang dimaksud itu pasti Dea.

Dan tadi saat melihat penampilan mantan istri Dendi, Rama menilai Dendi benar benar terobsesi pada istrinya. Mulai dari rambut dan cara berpakaian, juga sekilas Luna itu mirip Dea. Dan mungkin itu juga yang membuat adik satu ayahnya mendekati mantan istrinya tersebut.

"Mas kenapa?" Dea bertanya heran saat mendengar suaminya menyentak nafas kasar, Rama menoleh dan menggeleng.

"Mas, beli rujak dulu yuk," ujar Dea tiba tiba, Rama menatap heran istrinya.

"Tumben?" tanya Rama sambil sesekali melihat kearah depan dan samping, mencari penjual rujak seperti yang istrinya mau.

"Pengen aja sih, Mas," jawab Dea seraya mengedikkan bahu tanda tidak tahu, "apa kamu hamil?" celetuk Rama yang membuat Dea terkejut seketika.

Dea terkekeh kemudian menjawab, "anak siapa, kita baru juga melakukan itu kemarin," celetuk nya, 'tapi aku setiap hari melakukan itu dengan Abraham,' Dea hanya bisa berkata dalam hati.

Benar, bulan ini dia belum mendapatkan tamu bulanannya, walau sering terlambat tapi tidak jauh dari tanggal tamu itu datang.

"Kok ngelamun?" Rama menarik tangan Dea dan kembali menciumi punggung tangan itu, Dea tersenyum seraya menggeleng.

"Pengen yang seger seger aja sih, Mas," Dea beralibi karena cuaca memang panas, 'kalau aku hamil berarti ini anak Abraham,' gumam Dea dalam hati, tidak sadar tangan kirinya mengusap perutnya yang masih datar.

'Jika aku bisa hamil, apa Mas Rama yang mandul? Bukankan dokter mengatakan kami baik baij saja dan sehat?' gumam Dea dalam hati, ujung netra Dea menatap wajah tampan Rama. Pria yang menjadi cinta keduanya setelah sang ayah, Dea memekik lalu memukul tangan Rama yang menarik hidungnya karena gemas.

"Kenapa perutnya dielus elus kaya gitu, sakit?" tanya Rama khawatir, Dea menoleh kaget. Ternyata tindakan refleksnya di lihat sang suami.

"Seandainya aku hamil gimana, Mas?" Dea bertanya dengan hati hati, Rama yang sedang fokus mencari rujak menoleh lalu tersenyum.

"Ya nggak gimana gimana 'lah, kan udah punya suami," sahutnya cepat, "kalau aku hamil dengan pria lain?" Dea seketika mengatupkan kedua bibirnya rapat rapat.

"Aku akan membunuh ayah bayi itu dan membesarkan bayi itu bersamamu," sahut Rama enteng.

Jantung Dea berdegup sangat kencang, takut membayangkan jika Rama membunuh Abraham.

"Oya, Mas. Raya kok belum hamil hamil juga ya?" entah kenapa tiba-tiba Dea ingin membahasnya, bukankah alasan sang suami menikahi wanita itu agar punya keturunan? begitu pikir Dea.

"Entah," jawabnya sambil mengedikkan bahu tidak tahu, tidak penting bagi Rama jika istri keduanya tidak hamil. Menurutnya ini malah lebih bagus, Rama kemudian membelokkan mobilnya kearah kiri karena sudah melihat penjual rujak.

"Mau makan di sini atau bungkus?" Rama menoleh dan menatap wajah Dea yang berbinar lalu bertanya setelah mobil itu berhenti tidak jauh dari penjual rujak.

"Makan sini aja deh," sahutnya, "oke," jawab Rama lalu melepas sabuk pengamannya dan hendak turun, namun di cegah oleh Dea.

"Ya," Rama menoleh saat tangan besarnya di tarik sang istri, "jangan pakai nanas sama timun ya," pesannya, Rama mengernyit heran.

"Ck, kalau makan nanas sarang burungmu pasti gatal," sahut Dea gemas seraya menunjuk bagian bawah tubuhnya, Rama tertawa mendengar istilah yang istrinya gunakan.

"Kalau makan ketimun nanti... ah sudah sana, bilang ke penjualnya nggak pakai timun sama nanas!" ketus Dea karena kesal, sedang Rama masih tertawa dan penasaran apa alasan istrinya tidak mau memakan dua buah tersebut.

"Pak, rujak tanpa nanas dan ketimun satu ya. Di makan sini," Rama berkata seperti yang istrinya katakan, "sambelnya pedes nggak, Mas?" tanya si penjual.

Rama menggaruk kepalanya, "sedang aja," biasanya 'kan Dea nggak suka makanan yang terlalu pedas, jadi dia memesankan yang rasanya sedang saja, pedas tidak, manis juga tidak.

Si penjual mengangguk lalu menjawab, "sebentar ya, Mas. Masih antri dua," ujar si penjual yang hampir membuat Rama kesal, "dahulu kan istri saya, saya akan bayar punya mereka nanti!" ketus Rama sambil berkacak pinggang dan menatap tajam si penjual.

Masa hanya membeli rujak sepiring harus antri, pikir Rama. Si penjual rujak memandang para pembeli yang telah memesan terlebih dahulu, meminta pendapat mereka, dan beruntung mereka mengangguk menyetujui permintaan Rama.

Setelah mendengar jawaban mereka, Rama kembali ke mobil. Tangannya meraih ponsel yang dia masukkan kedalam kantong jaket, lalu jemarinya bergerak lincah membuka goggle mencari alasan kenapa wanita nya tidak suka makan ketimun.

Rama menyunggingkan senyum kala mendapatkan jawaban akan pertanyaan yang dari tadi bersarng di benaknya.

"Mas, ini rujaknya," seorang pria muda menyerahkan piring berisi buah buahan dan ada sambal kacangngnya, kening Rama mengernyit bingung, kenapa banyak buah mangganya pikir Rama.

"Maaf tadi mau nanya yang di ganti apa lupa, ya sudah saya kasih mangga ini saja. Nggak apa apa 'kan?" tanya si penjual rujak dengan raut wajah ketakutan.

Rama menarik nafas pelan lalu mengangguk, "ini juga salah saya," jawabnya yang membuat si penjual lega karena si pembeli tidak marah. Padahal tadi dia berpikir istrinya Rama sedang mengidam, dan pasti sangat suka buah mangga muda.

****

Sementara Rama dan Dea sedang menikmati rujak, di rumah mama Abhel sedang bersitegang.

"Mau apa kau kesini?!" tanyanya dengan ketus pada pria yang tengah duduk di sofa ruamg tamu, pria itu terkekeh lalu menggeleng sambil menatap wanita yang berdiri di depannya.

"Apa begini cara menyambut seorang tamu?" tanyanya namun dengan nada mengejek, Mama Abhel mendengus pelan.

"Jika tamunya seperti dirimu tidak perlu sopan santun dan tidak perlu penyambutan!" ketusnya lagi.