Sepi adalah seni terindah untuk menikmati hidup
Langkah demi langkah telah kulalui menelusuri jalan sepi ini. Suasana sejuk pagi diantara pepohonan menemani jalanku.
Tak ayal aku dari tadi menggerutu dalam hati akan lamanya perjalanan ini. Suasana sepi yang selalu aku nantikan ini, justru membuat hatiku semakin gelisah.
Entah apa yang kulihat dari sepasang sepatu hitam yang terus bergerak bersamaan dengan kakiku ini, dari tadi pandanganku hanya tertuju kearah bawah. Ah bukan dari tadi lebih tepatnya sejak dulu aku selalu menunduk saat di luar.
Tes, tes, tes. Aku tersenyum merasakan dinginnya tetesan hujan yang tepat terjatuh dipunggung tanganku. Ah..., suasana ini, suasana menyesakkan hati yang selalu ku nantikan. Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan mengawali pagi ini.
Langkah kakiku perlahan berhenti. Tak jauh dari pandanganku, dapat kulihat sekolah sederhana yang selama empat bulan ini selalu ku datangi setiap harinya, terkecuali hari minggu. Hujan yang tidak terlalu deras tak ku perdulikan, bagiku dia memberi kenyamanan tersendiri.
Kini aku telah berada didepan sekolah bertuliskan 'SMK Bina pertanian' itu. Langkahku ku teruskan pada sebuah kelas yang tak jauh dari sini.
'Hai, kami TKJ' kubaca tulisan itu dalam hati setelah melihat keatas pintu masuk kelas ini. Kutarik nafas dalam-dalam, kemudian melangkah masuk. Seketika delapan pasang mata dalam kelas menyambut kedatangan ku. Membuatku dalam kondisi canggung dan memalukan. Kelas ini hanya aku dan delapan orang lainnya sebagai penghuni. Sedikit memang, tapi kenyataan kami murid TKJ hanya berjumlah sembilan orang.
Aku melangkah sambil menunduk kemeja belakang. Meja yang selama empat bulan ini selalu kutempati dengan kesendirian.
"Hai utih" Sapa gadis didepan kursiku.Entah siapa namanya saat perkenalan diri empat bulan lalu, aku tidak ingat.
Aku hanya melihat sekilas kearahnya dan tersenyum sedikit.
Orang-orang ini selalu memanggilku 'utih' sedangkan aku masih merasa bernama putri Alina.
Perlahan kujatuhkan kepalaku keatas meja mengadap kearah jendela dan membelakangi seluruh orang-orang yang dapat kurasakan semua sedang menatap ku.
Begitu sesak kurasa saat menikmati suasana hujan dipagi itu, tapi aku ingin terus merasakannya.
"Utih" Sapa gadis di depanku ini lagi dan aku hanya melihat sebentar tanpa berniat menjawab. Dapat kulihat gadis cantik itu menarik nafas panjang seperti sedang frustasi.
"Aku nayla, lo tau nama gue kan? " Ucapnya sambil mengulurkan tangan.
"Pu... Putri Alina" Ucapku terbata tapi tak membalas uluran tangannya.
Dia melihat tangannya yang menganggur, kemudian tersenyum miris.
"Gue tau nama lo. Tapi gue nggak yakin lo tau nama gue" Ucapnya entah kenapa aku merasakan nada sinis didalamnya.
"Lo mau nggak jadi teman gue" Ucap nayla lagi kepadaku.
Sungguh aku tidak suka berhadapan dengan orang yang terlalu banyak bicara, tapi tidak mungkin aku memperlihatkan ketidaksukaan ku pada gadis ini.
Suasana tiba-tiba hening. Aku memilih ke sekitar ternyata semua orang kini telah memperhatikan kami berdua. Aku menunduk dalam, menjadi pusat perhatian adalah hal yang paling aku benci.
"Emmm, maksudnya lo mau nggak temanan sama kita. Temanan sama seluruh sepuluh TKJ" Ucapnya yang disambut senyuman manis dari semua orang.
"Terserah" Ucapku pelan, bukan bermaksud cuek, aku memang salah satu orang yang dengan kebiasaan malas berbicara. Orang-orang disini selalu menilaiku orang pendiam dan orang tercuek yang pernah mereka kenal. Aku memang menutup diriku kepada dunia ini, tapi tak mungkin telingaku ikut tertutup.
"Lo tau mereka siapa? " Tanya Nayla kepadaku yang kujawab dengan celengan kepala.
" Teman-teman perkenalkan diri kalian lagi " Ucap Nayla semangat. Ya Tuhan, drama apa lagi yang harus pura-pura kunikmati ini.
" Hai utih, gue salsa" Dimulai dari pojok depan yang memperkenalkan diri padaku.
Salsa namanya, yang ku nilai hal paling menonjol adalah gadis dengan rambut pendek itu mempunyai senyum paling manis diantara mereka semua.
"Cantika" Ucap orang disampingnya.
Sama seperti namanya, Cantika memiliki wajah yang cantik.
"Dito" Ucap laki-laki di belakang dibelakang Salsa dengan sopan. Aku merasakan setiap gerak-geriknya mengandung unsur ketulusan membuat aku sedikit tersenyum ke arahnya sambil menganggk.
"Reyhan " Ucap laki-laki paling tinggi di kelas ini setelah kuperhatikan. Dia sepertinya sangat dingin tak tersentuh. Maka ku alihkan wajah ku pada orang di tengah-tengah kelas.
" Gue Damian, panggil Dami aja" Ucap laki-laki sedikit gembul itu padaku. Sepertinya dia orang yang ceria.
"Kayla" Ucap gadis disampingnya datar. Aku tak tau dia tak suka padaku atau apa. Tapi yang jelas, wajahnya begitu sinis.
" Gue fino" Ucap laki-laki di depan mejaku kini dengan tersenyum hangat. Melihat senyumannya saja membuatku merasa nyaman.
"Dan gue calon sahabat lo Nayla" Ucap Nayla.
" Sahabat kita" Bentak semua orang yang membuat ku reflek menunduk sambil menutupi kedua telinga ku.
Jantungku berdetak lebih cepat mendengar suara mereka, panas mulai menjalar dari wajah hingga seluruh badanku.
"Tenanglah kamu bisa" Ucapku pelan meyakinkan diri.
" Eh lo kaget?. Ya ampun sorry " Ucap seseorang diantara mereka. Entah siapa aku tak terlalu menanggapinya. Fokus ku hanya mencoba mengalirkan energi positif kedalam diriku.
Hening beberapa saat, salsa berucap
"Utih, bapak lo datang" Ucapnya setelah mengintip dari jendela.
Bapak yang mana maksutnya? Disekolah ini ada dua guru yang disebut-sebut sebagai bapakku.
" Pagi anak-anak" Sapanya. Walaupun aku menunduk, aku dapat mengenali suara itu. Suara si botak guru matematika.
" Pagi pak" Ucap mereka serempak.
" Pagi putri " Ucapnya secara khusus terhadapku. Sudah jadi hal umum setiap masuk dia akan selalu memberikan salam khusus padaku. Bukan salam khusus si, tapi aku saja yang tak pernah menyahuti ketika dia menyapa kami.
" Hmmm" Dehemku. Bukannya aku tidak sopan, tapi inilah yang membuat seluruh kelas ini menyebut dia sebagai bapakku. Kami terlalu santai untuk ukuran guru dan murid.
Semua mengalir begitu saja ketika aku berbicara kepada kedua guru.
Nama si botak itu bapak Bas dan yang satu laki sitampan Fisika pak Bus.
"Cuek banget sih" Ucapnya tertawa santai. Itu yang membuat ku merasa nyaman dengannya. Dia tau cara mendekati murid sebagai guru.
" Jadi gini anak-anak, bapak cuma mau ingatkan hari jumat bapak nggak hadir ada urusan keluarga. Jadi besok semua buku pr wajib sudah ada di meja bapak. Kumpulkan pada putri, dan putri tanggungjawabmu antarkan pada meja bapak " Ucapnya tegas.
"Baik Pak" Ucap mereka.
"Putri" Ucapnya lagi
" Ok" Respon ku santai dan dapat kulihat, beberapa orang kini terkekeh melihat interaksi kami.
"Jangan cuekin gurumu hei, kau berdosa sekali" Ucapnya kemudian tertawa santai dan pergi keluar kelas.
Tak lama dia kembali lagi tapi tak perdulikan. Aku hanya menunduk membaca bukuku.
" Put, lihat sini nak" Ucapnya lembut melihat kearahku yang hanya asik sendiri. Aku mengalihkan pandanganku kearahnya, ternyata dia datang seorang laki-laki yang tak kukenal. Sekilas mataku bertemu matanya, kesan dingin dan kejam yang kurasakan membuat nyaliku yang sedikit terkuras habis. Aku reflek bergetar ketakutan, siapa dia? Dari kelas lain kah? Empat bulan aku disini dan memang tak satupun yang kukenal.
" Put, " Ucap pak bas. Dia tersenyum hangat seakan menguatkan. Dia menarik nafas dalam kemudian menghembuskan sambil menatapku seolah menyuruhku mempraktikkan.
Kenapa guru itu, tapi tak ayal aku menurutinya. Dan yah, aku merasa tenang. Terima kasih bapak.
" Perkenalkan teman baru kalian. Dia akan bergabung bersama TKJ, pindahan dari jakarta dan sekarang sudah tinggal disini. " Ucap pak bas tersenyum hangat. Ah, entah keberapa kali aku dibuat kagum oleh kehangatan wali kelasku ini.
"Rashyatia Alfano" Ucapnya singkat. Siwajah datar itu menyebutkan namanya.
" Duduk di samping putri " Ucap pak Bas. Dia segera melangkah kearahku. Bukan jalannya yang diperhatikan, malah mataku yang terus di lihatnya. Aneh.
Dia segera duduk disampingku, aku lebih memilih duduk sebelah tembok.
" Mungkin beberapa guru akan berhalangan masuk karena hujan ini, bapak minta kalian belajar sendiri dulu "
"Rashya, kamu minta nanti dari orang disampingmu soal matematika untuk tugas. Kumpulkan besok, bapak tidak mendengar alasan murid baru jadi tidak mengerjakan pr. Putri, kamu bawa soalnya kan? " Ucap si botak itu panjang lebar. Jelas aku bawa, sudah empat bulan ini dia mewajibkan ku membawa catatan matematika setiap hari.
"Bawa" Jawabku.
"Bagus, Bapak permisi" Ucapnya, lalu pergi.
Setelah kepergian pak Bas kini keheningan yang menyapa kelas ini. Aku sih tak apa dengan hening, Seorang pecinta sepi sepertiku, hening adalah masa paling indah yang ku tau. Tapi, dapat terlihat jelas keheningan ini tercipta karena mahluk es disampingku.
"Eh rashya. Selamat datang di kelas kita semoga lo betah sama kita yah" Ucap Damian tiba-tiba.
Sungguh basabasi yang membosankan, tapi kuakui cukup berguna juga. Melihat orang-orang ini kembali tersenyum melihat Dami.
Sedangkan orang disampingku ini hanya menatapnya datar. Setidaknya dia bukan orang yang banyak bicara pikir ku. Aku tidak terlalu suka dengan hal yang terlalu ramai.
*****
" Kantin yuk! Jangan sok rajin deh kalian belajar dikelas mulu " Ucap Nayla pada kami. Sepertinya gadis cerewet itu sudah sangat bosan. Dari tadi pagi belum ada satupun guru yang datang ke kelas ini.
"Dua orang aja yang keluar, yang lain nitip" Ucap Dito sang ketua kelas.
"Nggak papa deh, yang penting keluar. Siapa teman gue? Lo aja utih, yah" Pinta Nayla padaku yang kujawab dengan gelengan malas.
"Trus siapa? Ayok dong utih, plis" Ucap Nay memohon. Apa matanya bermasalah? Aku bukanlah satu-satunya orang disini. Tapi melihat dia memohon membuatku terpaksa menuruti.
"Yaudah" Jawabku.
"Yess"
"Karena hari ini putri yang jemput jajan kita, gue traktir deh dua ribu satu orang" Ucap fino tersenyum hangat. Ah Fino, kenapa baru sekarang aku baru menyadari ada orang sehangat dia disekitar ku.
" Gitu dong fin, punya rejeki lebih harus berbagi" Ucap si gembul Dami dengan semangat.
" Itumah, maunya lo. Makanan aja di otak lo" Sindir Nayla.
"Minta tolong yah Nay, utih. Nggak ngerepotin kan? " Tanya Fino sambil tersenyum kearahku membuat ku tanpa sadar mengikuti senyum itu.
"Iyah, nggak papa kok. Aku nggak merasa kerepotan" Ucapku tanpa sadar sambil tersenyum.
"Gadis manis" Ucapnya lagi dengan senyuman yang dapat menghipnotis.
Memang diantara kami, Fino yang lebih tua. Kedewasaan Fino membuat ku kagum kepadanya.
"Ternyata si utih bisa ngomong panjang woy, mana sambil senyum lagi. " Ucap cantika menatapku membuat ku tersadar. Apa-apaan aku tadi?
"Iyah, enak banget liat lo senyum " Ucap Nayla.
Aku yang mendengar itu hanya menunduk dalam.
Apa mereka mengejekku?
"Bang Fino, lo kasih ke sepuluh ribu, sama gue sepuluh ribu" Ucap Nayla yang diangguki oleh Fino.
"Kenapa gitu? " Tanya Fino.
"Gue mau ngajak utih taruhan bang" Ucap Nayla membuat ku menoleh kearahnya.
"Nggak boleh nolak" Ucapnya tersenyum menyeramkan padaku.
"Taruhan apa? " Tanya Dito.
"Jadi siapa yang terakhir kembali ke kelas nanti, harus menerima tantangan" Ucap Nayla.
Aku memang menyukai tantangan, tapi ini terlalu konyol.
"Gimana Ut? " Ucap nya
"Hmmm"
" Bagus " Ucapnya semangat.
"Ok, sini" Ucapnya menyuruhku mendekat kearahnya bersiap
"Satu, dua, tiga" Ucapnya kemudian berlari. Aku yang belum siap akhirnya berusaha mengejarnya. Aku memang lambat dalam berjalan, tapi tidak untuk lari. Dengan secepat mungkin aku mengejar Nayla dan yah aku berhasil lebih dulu sampai ke dalam kantin.
Aku sesaat memandang kantin sederhana ini yang dalam empat bulan terakhir ini, inilah kali kedua aku memasukinya. Buru-buru aku memesan jajanan kemasan melihat Nayla yang juga sudah sampai disampingku.
"Gila.. Huhhh, hahhh cepat banget lo lari " Ucapnya ngos-ngosan.
Kemudian kami berdua berlari keluar dari kantin secara bersamaan. Aku dapat memastikan bahwa aku yang akan memenangkan taruhan. Tapi, kedua Bapakku yang tak jauh dari kami memanggilku membuatku membiarkan Nayla yang menang.
"Putri" Panggil pak Bus ganteng yang berjalan berjalan beriringan bersama pak Bas botak. Jahatnya aku.
"Ya pak" Ucapku mendekat ke arah mereka.
"Tumben keluar kelas" Ucap pak Bus sambil tersenyum.
"Hmmm, iya nih" Ucapku santai. Dapat kulihat murid-murid yang berada di sekitar kami terperangah mendengar respon ku kepada kedua guru galak di depanku ini.
"Hahaha, putri putri. Masuk lagi yuk, jam istrahat masih panjang. Temanin kami minum kopi" Ajak pak Bas kini untuk kembali Masuk kedalam kantin.
"Nggak deh, putri Masuk kelas aja pak" Ucapku.
"Ck, nggak asik banget sih" Ucap pak Bus.
"Yaudah, tolong ingatkan teman-teman kamu untuk pr matematika besok. Itu tanggungjawab mu semua harus siap" Ucap pak Bas.
Aku hanya menatapnya memelas mencoba mencari belas kasihan.
"Cobalah berteman nak, mereka semua baik kok" Ucap pak Bas.
"Iyah, pak. Permisi" Ucapku akhirnya.
Entah kenapa Pak Bas, dia selalu memberikan ketenangan dan energi positif padaku. Seakan dia tau, seakan dia mengenalku. Tapi faktanya, kata-kata positifnya selalu bermanfaat bagiku.
Aku berjalan santai meninggalkan kedua guru kesayanganku itu. Kini aku harus menghadapi tantangan yang akan diberikan Nayla.
Semoga saja tidak aneh-aneh.