Perlahan, Tom membuka kedua matanya. Badannya terasa berat seakan ada sesuatu yang sedang menindih badannya. Dia pun berusaha mencari tahu dan meraba daerah di sekitar dadanya, dan ternyata ada kepala Archie yang sedang bersandar dan tertidur pulas dalam dekapannya.
“Archie … Archie … bangunlah, sudah pagi. Ayah harus bersiap-siap berangkat bekerja, dan membuatkanmu sarapan sebelum pergi.”
Archie pun terbangun dari tidurnya, kemudian bangkit dan duduk mengusap matanya karena masih mengantuk.
“Selamat pagi, Archie.”
“Selamat pagi, ayah. Maaf, aku tidur di sini dan membuat badanmu keberatan.”
Tom pun ikut bangkit dari baringannya, lalu duduk menoleh ke arah Archie dan mengusap dengan lembut kepala Archie.
“Tidak apa-apa. Lain kali, kalau kau ingin aku temani saat tidur, bilang saja. Jadi, kita tidak perlu tidur di sofa yang agak sempit ini.”
“Baik, ayah.”
Archie berdiri dari sofa, berjalan menuju ke kamarnya. Sementara Tom berjalan menuju ke dapur untuk membuatkan sarapan.
“Aku kembali agak larut. Jadi, aku akan memberikanmu uang untuk makan malam juga.”
Mendengar hal itu, Archie yang baru membuka pintu kamarnya dan semula mengantuk, langsung membuka kedua matanya lebar-lebar karena terkejut. Dia baru ingat kalau ayahnya hari ini harus berangkat bekerja, meskipun hari ini hari libur. Dia pun menutup pintu kamarnya kembali, lalu menghadap ke arah ayahnya.
“Kalau begitu, selama kau bekerja, apa boleh aku bermain di rumahnya Killian?”
Tom agak terkejut dengan pertanyaan anaknya itu. Dia sangat tahu kalau anaknya jarang sekali keluar saat liburan dan lebih sering menghabiskan waktunya di dalam kamar. Hal itu pun membuatnya merasa senang, karena anaknya akhirnya mau menghabiskan waktunya bersama teman di hari libur.
“Tidak masalah. Tapi, beritahu Killian terlebih dahulu supaya dia tidak pergi ke mana-mana sebelum kau datang.”
“Terima kasih, ayah.”
Setelah mendapatkan izin dari ayahnya, Archie segera menelepon Killian dengan telepon yang ada di apartemennya.
“Hallo, selamat pagi. Apa Killian ada di rumah?”
“Hallo, Archie. Sudah lama kau tidak menelepon.”
Archie agak terkejut begitu tahu yang mengangkat teleponnya adalah Ibu Archie.
“Iya, tante.”
“Tunggu sebentar, ya. Tante akan membangunkan Killian terlebih dahulu.”
“Tunggu, tan …”
Sebelum Archie sempat meminta Ibu Killian untuk tidak membangunkannya, Ibu Killian sudah terlebih dahulu meninggalkan telepon. Setelah menunggu beberapa saat, Killian pun menerima telepon Archie.
“Kenapa sepagi ini menelepon? Kau tahu, ini hari libur. Waktunya untuk bangun lebih siang.”
“Iya, aku tahu. Tapi, ada hal penting yang harus aku bicarakan. Bolehkah aku berada di rumahmu sampai ayahku pulang? Nanti akan aku jelaskan apa alasannya padamu, sesampainya di sana. Aku janji.”
“Boleh saja. Kalau begitu, datanglah. Bawa cemilan sebagai ganti karena kau telah menelepon sepagi ini.”
“Iya, tukang tidur.”
Archie pun menutup teleponnya, dan segera mandi sembari menunggu ayahnya selesai membuatkan sarapan. Setelah selesai mandi dan menggunakan pakaian santainya, Archie pun membantu ayahnya menyiapkan perlatan yang akan digunakan untuk sarapan. Di saat semuanya sudah siap dan rapi, barulah Archie dan ayahnya menyantap sarapan bersama. Di tengah memakan sarapannya, Archie terpikirkan sesuatu tentang apa yang baru diketahuinya semalam. Dia pun mencoba untuk membicarakan hal itu dengan ayahnya.
“Ayah.”
“Ada apa?”
“Apakah setelah seseorang meninggal, mereka akan menjadi arwah gentayangan?”
Mendengarkan pertanyaan aneh dari anaknya itu, Tom terdiam sejenak menghentikan makannya. Dia cukup terkejut, karena mengetahui hal semacam itu juga dipikirkan oleh anaknya yang biasanya takut membicarakannya. Tom meletakkan sejenak sendok dan garpu di tangannya di atas piring, lalu mulai berpikir bagaimana cara menjawab pertanyaan Archie yang cukup sulit untuk dijawab olehnya. Dengan pengetahuannya yang dangkal mengenai hal itu, dia mencoba untuk menjawab pertanyaan Archie menurut pemikirannya.
“Ketika seseorang sudah meninggalkan dunia, artinya dia akan segera berada di sisi Tuhan dan berada di alam yang jauh lebih indah dibandingkan di sini. Setahuku, arwah gentayangan adalah mereka yang masih punya sesuatu yang harus mereka lakukan di dunia ini, sebelum akhirnya menuju ‘ke sana’.”
“Bagaimana dengan Ibu? Apa dia sudah tenang di sana?”
Pertanyaan yang sangat ditakutkan oleh Tom, akhirnya ditanyakan juga oleh anaknya. Dia sudah menduga kenapa Archie bisa bertanya mengenai hal itu karena teringat sosok ibunya yang sudah meninggal setahun yang lalu. Dia pun menoleh ke arah Archie dengan tersenyum.
“Ibu sudah melakukan apa yang diinginkannya di dunia ini. Salah satunya adalah memilikimu, sebagai sosok anak yang sangat disayanginya. Sekarang ibu pasti sudah tenang berada di sana.”
Mendengar jawaban ayahnya, Archie merasa lebih baik sekaligus bersyukur bahwa ibunya sudah lebih tenang di sana.
***
Di depan rumahnya, Killian sedang berdiri bersandar pada tembok, menunggu kedatangan Archie. Dia menyilangkan kedua tangannya di dada, ditemani alunan lagu yang sedang didengarkannya melalui earphone.
“Killian.”
Archie secara tiba-tiba menepuk pundak Killan, dan menyapanya yang sedang memejamkan mata mendengarkan musik. Killian pun melepaskan earphone di telinganya dan mematikan musik dari ponselnya.
“Akhirnya datang juga. Menceritakan apa yang kau alami sambil berjalan-jalan saja, aku jenuh berada di kamar.”
“Boleh saja.”
Mereka berdua pun berjalan ditemani sekaleng cola dan jus yang sudah dibawa oleh Archie sebelumnya.
“Killian, boleh aku bertanya?”
“Bertanya apa?”
Archie tidak berniat untuk mengatakan secara langsung apa yang dialaminya. Dia takut Killian akan khawatir dan cemas dengan kondisinya, lalu melakukan hal-hal merepotkan yang tidak diinginkan olehnya.
“Apa kau percaya hantu?”
Pertanyaan konyol Archie membuat Killian yang baru mau meminum cola-nya tertawa terlebih dahulu. Dia tidak percaya bahwa orang serealistis Archie percaya dengan hal-hal mistis yang ditakuti olehnya sendiri.
“Kau yang terus belajar dan belajar karena takut masa depanmu tidak cerah, tiba-tiba percaya dengan hal semacam itu? Bukankah, kau selalu realistis sangat menghadapi sesuatu? Ada apa denganmu?”
“Sudah aku duga, kau pasti akan bertanggapan seperti itu.”
Archie sudah mengira sebelumnya kalau Killian pasti akan mengatakan hal itu. Hanya saja, dia tetap ingin menanyakan hal ini kepada satu-satunya sahabat yang dia miliki itu. Melihat Archie terus berjalan dengan ekspresi datar tanpa meminum jusnya, membuat Killian menjadi tidak enak hati. Dia merasa kalau apa yang dikatakannya terlalu berlebihan sampai menyinggung Archie.
“Aku sebenarnya tidak terlalu percaya akan adanya hantu. Tapi, segala sesuatu yang pernah diceritakan bahkan sebelum kita lahir, pasti mereka memang benar-benar ada. Sulit mengimajinasikan makhluk-makhluk aneh kalau tak ada satupun manusia yang pernah menemuinya.”
“Benar juga perkataanmu itu.”
Melihat Archie terlihat lebih baik karena meminum jusnya lagi, Killian pun merasa lega karena Archie tidak terlalu memikirkan jawaban sebelumnya dia katakan.
“Apa menurutmu, mereka adalah makhluk yang jahat dan kejam?”
Kali ini, pertanyaan Archie membuat Killian merasa heran sekaligus cemas. Archie bukanlah orang yang memikirkan sesuatu kalau dia belum mengalaminya. Pertanyaannya itu membuat Killian berpikir kalau Archie pernah bertemu makhluk halus yang jahat dan kejam.
“Apa ada yang mengganggumu?”
“Tidak, tidak ada.”
“Kalau begitu, makhluk itu bukanlah makhluk yang jahat, apalagi kejam.”
Archie lanngsung menghentikan langkahnya. Jawaban Killian membuatnya tersadar akan sesuatu. Kenapa dia harus ragu mengira-ngira Ron adalah makhluk yang seperti apa? Padahal, selama ini Ron sudah membantunya bahkan tertawa lepas saat bersamanya. Buat apa dia merasa takut akan sesuatu yang terlihat menyenangkan?
“Ada apa? Kenapa kau tiba-tiba tersenyum. Jujur, aku jadi takut.”
Archie tertawa pelan, kemudian semakin kencang. Dia menertawakan dirinya sendiri yang telah ketakutan hanya karena membaca artikel-artikel lawas. Dia pun menenggak habis jusnya, dan kembali berjalan melewati Killian.
“Oy Archie, jelaskan padaku, Ada apa sebenarnya?”
“Tidak, tidak ada apa-apa.”
“Heh … curang.”
***
Setelah mendapatkan kabar ayahnya akan sampai di rumah sekitar jam sembilan malam, Archie memutuskan untuk pulang dari rumah Killan jam delapan. Dia ingin pergi ke pemakaman terlebih dahulu, karena ada hal yang ingin dilakukannya. Pamit dari rumah Killian, Archie sama sekali tidak memberitahukan Killian kalau dia ingin mengunjungi makam terlebih dahulu. Dia merasa, belum saatnya Killian tahu mengenai hal ini karena dia masih ingin menyeledikinya lebih lanjut sendirian.
Begitu Archie sudah tidak jauh lagi dari pemakaman, mendadak denyut jantungnya berdegup cepat karena ketakutan. Dia berusaha mengatur napasnya sambil memegang erat buku pemberian ibunya. Dengan memberanikan diri, Archie menghampiri pintu gerbang pemakaman dan berhenti tepat di depannya. Rasa tenangnya terusik kembali karena angin menerpanya, membuatnya terpaksa memejamkan mata dan memalingkan wajahnya sejenak. Ketika dia menghadap ke depan kembali dan membuka kedua matanya, Ron sudah berdiri tepat di balik gerbang, tepat di hadapannya.
“Aku kira kau tidak akan kembali setelah aku memberitahukan hal itu kepadamu. Ternyata, nyalimu cukup besar juga untuk seukuran anak seusiamu.”
Ron membuka pintu gerbang dan mempersilahkan Archie untuk masuk. Tapi, Archie justru semakin kencang menggenggam bukunya. Bahkan dia tertunduk, tidak berani menatap Ron secara langsung. Namun, rasa ketakutan yang menyelimuti Archie mendadak sirna saat Ron tiba-tiba saja mengelus kepalanya dengan lembut.
“Apa menurutmu, aku ini adalah orang yang jahat? Maaf … aku ralat. Apa menurutmu, aku ini adalah hantu yang jahat?”
Mendengarkan guyonan yang dilontarkan Ron, Archie sedikit tersenyum. Dia pun memberanikan dirinya kembali, lalu melangkahkan kakinya dengan yakin. Archie memang berhasil mengalahkan rasa takutnya, tapi hal itu membuatnya membungkukkan badan dan napasnya juga tidak teratur. Dia terlihat seperti orang yang baru saja mengalami kepanikan dan berhasil mengatasinya.
“Ikutlah denganku, Archie. Ada yang ingin aku tunjukkan kepadamu.”
Archie pun berdiri tegak kembali dan mulai mengatur napasnya, kemudian mengejar Ron yang sudah cukup jauh berjalan meninggalkannya. Makam demi makam ditelusuri oleh Ron, begitu juga Archie yang mengikutinya dari belakang. Setelah berjalan cukup jauh, Ron berhenti di depan sebuah makam. Archie pun berdiri tepat di sebelahnya.
“Inilah yang aku ingin tunjukkan kepadamu.”
Archie terkejut dan langsung terjatuh ke belakang. Dia memang sudah mengetahui kalai Ron sudah meninggal satu tahun yang lalu. Hanya saja, dia tidak menyangka akan benar-benar melihat makam Ron secara langsung seperti saat ini.
Ron menjulurkan tangannya, bermaksud untuk membantu Archie berdiri. Archie pun berdiri dibantu oleh Ron, lalu membersihkan bagian belakang celananya yang agak kotor karena terkena tanah.
“Percaya atau tidak, aku juga melakukan hal yang sama sepertimu saat pertama kali melihat makam ini. Aku seakan tidak percaya bisa menyaksikan hal semacam ini. Aku tidak berani menggalinya untuk memastikan, tapi aku tetap yakin kalau aku ini sudah lama meninggal.”
Archie semakin tidak mengerti kenapa hal di luar nalar seperti ini dialami olehnya. Dia bahkan tidak bisa mengucapkan dengan kata-kata apa yang tengah dirasakannya saat ini. Ron pun duduk di atas batu nisan makamnya sendiri sambil merogoh sesuatu dari kantong celananya.
“Duduk di atas batu nisan adalah hal yang tidak sopan. Kau sama saja tidak menghormati orang yang bersemayam di sana.”
“Kenapa? Ini kan makamku sendiri? Kenapa harus canggung?”
Archie agak kesal dengan jawaban Ron, namun dia juga tidak bisa berkata apa-apa karena apa yang dikatakan Ron memang benar adanya. Tak lama, Ron mengeluarkan secarik kertas dan memberikannya kepada Archie.
“Bukalah. Hanya kertas itulah yang menjadi petunjukku.”
Perlahan, Archie membuka secarik kertas yang terlipat-lipat itu. Setelah terbuka lebar, dia pun mulai membaca apa yang tertulis di dalam kertas itu.
“’Selesaikan lah apa yang harus kau selesaikan. Kumpulkan setiap kepingan, lalu susun menjadi satu. Barulah, kau bisa pulang.’ Apa maksudnya?”
Ron bangkit dari batu nisannya, dan berjalan menghampiri Archie. Kemudian, dia menghentikan langkahnya di belakang Archie dan berbalik badan menghadap ke makamnya.
“Awalnya, aku tiba-tiba saja terbangun tepat di depan makam ini saat malam hari. Aku terkejut bahkan lari ketakutan, sampai melompati pagar pemakaman. Tapi, tubuhku langsung hancur dan kembali menyatu tepat di dalam pemakaman. Saat pagi tiba, tubuhku hancur. Saat malam tiba, aku terbangun lagi di depan makam ini. Karena tidak pernah mendapatkan petunjuk. Aku bertingkah seolah sebagai penjaga pemakaman ini setiap malam.”
Mendengarkan penjelasan Ron, membuat Archie cukup bingung. Dia bisa mencerna dengan baik jalan cerita yang dikatakan oleh Ron, hanya saja ada yang membuatnya bingung di luar dari apa yang dikatakan oleh Ron itu.
“Kalau kau memang hantu, kenapa aku bisa melihatmu? Harusnya kau kan tidak terlihat.”
“Itu juga yang membuatku bingung. Selama satu tahun ini, hanya ada dua orang saja yang pernah melihat wujudku seperti ini.”
“Siapa itu?”
“Kau dan seorang gadis kecil bernama Rachel.”
Adrenalin Archie tersentak. Nama itu terdengar tak asing baginya. Mengingatkannya pada sepupu yang pernah ditemuinya saat pertemuan keluarga besar.