webnovel

5. Hari yang sial

Jordan tersenyum ketika melihat wajah penasaran yang ditampilkan pada Tania. "Kenapa lo? Tentu saja orang yang gue sayang itu ... orangtua gue. Iya, pasti lo berharap kalau itu adalah lo kan?"

Tania cepat-cepat menggeleng atas tuduhan Jordan yang menurutnya sangat tidak masuk akal ini. Ia mana mungkin akan berharap kalau itu adalah dirinya, sedangkan perasaannya saja tidak mengatakan hal itu.

"Lo paling yang berharap, gue sih ogah!"

"Dih, gitu amat lo neng. Awas loh nanti lama-lama jatuh cinta," cibir Jordan, mimiknya tidak biasa kala menatap Tania yang ada di depannya kali ini.

Tania mengedikkan bahu tidak perduli. Lebih tepatnya, ia masa bodoh dengan perkataan Jordan itu, karena lebih cocok sebagai omong kosong saja. Ketimbang benar-benar menjadi kenyataan.

Untuk beberapa saat, mereka berdua terdiam dan memperhatikan langit di atas sana. Tidak ada pembicaraan, hingga malam mulai larut dan membuat Jordan seketika tersadar.

"Anjir lah!" seru Jordan, ketika sadar kalau hari kian beranjak malam. Sedangkan dirinya saja masih berada di rumah Tania seperti ini. "Masuk ke kamar sekarang, Tan. Gue juga mau pulang, lo harus tidur sekarang biar nanti besok tidak terlambat berangkat sekolahnya."

Tania menoleh ke samping dan melihat Jordan yang seketika menarik tangannya untuk masuk ke dalam kamar. Ia tidak menepis, karena memang matanya pun mulai mengantuk.

"Oke, nanti besok lo jangan lupa buat nungguin gue, ya?" Tania menatap Jordan, yang membalasnya dengan anggukan.

Jordan menatap Tania yang sekarang pergi menuju tempat pembaringan. Ia berjalan ke luar, seraya tangannya memegang gagang pintu. "Sekarang lo sana pergi tidur, dan besok gue pasti akan nungguin. Kita berangkat kayak biasanya."

"Oke, selamat malam, Jordan!"

"Malam juga, Tania!" Jordan pun melangkah ke luar kamar Tania, dan tidak lupa juga untuk menutupnya.

Mereka sudah biasa untuk melalui malam hari dengan larut seperti itu, dan Jordan pulang dengan perasaan yang biasa saja. Ia masuk ke dalam rumah, melangkah menuju kamarnya dengan tenang.

Lagipula, seluruh orang rumahnya pun mengetahui dengan jelas kalau waktu-waktu Jordan hanya dihabiskan bersama Tania seorang. Sahabat masa kecilnya, yang berlanjut hingga mereka dewasa bersama.

***

Keesokan harinya, Jordan datang ke rumah Tania mengenakan seragam dan atribut lengkap sekolahnya. Berhubung pagi ini sangat cerah, dan akan menjalankan upacara bendera setiap hari senin tiba.

"Tania!" teriak Jordan, memanggil nama Tania dengan tangan yang terus mengtuk kamar milik sahabat perempuannya itu.

Suara dari dalam pun bersambut dan terdengar sangat nyaring. "Sebentar, Jordan! Gue sekarang masih cari dasi, lupa naruh di mana kemarin!"

Iya, Tania di dalam sedang sibuk untuk menggeledah setiap inci dari lemarinya. Ia pun tidak lupa untuk mengeluarkan seluruh barang-barang yang ada di dalam tas, barangkali menyelip di sana.

Siapa yang tahu, bukan? Barangkali ini, keberuntungannya ada di dalam tas itu sendiri.

Jordan menggeleng pelan ketika mendengar penuturan Tania yang membuatnya tertawa renyah. Ia merasa lucu saja, karena ternyata sahabatnya itu sangat ceroboh.

"Sudahlah, ngapain juga kamu mencari dasi hingga jam sekarang? Takutnya itu membuat kita terlambat, Tania." Jordan mulai membujuk Tania agar lekas ke luar dari kamarnya, dan tidak membuang-buang waktu untuk mencari barang sekecil itu sekarang.

Tania mendengkus pelan, dan berakhir pasrah. Ia berjalan menghampiri pintu, membukanya untuk melihat Jordan yang tengah menertawakan kecerobohannya itu.

"Kenapa lo ketawa begitu? Senang sekali rupanya," gerutu Tania, dengan bibir mencebik kesal.

Jordan segera menghentikan tawanya. "Iya, gue hanya gak habis pikir aja sama lo. Kenapa sih masih ceroboh begitu? Kenapa barang penting tidak disimpan dengan baik?"

"Sudah gue simpan dengan baik, Jordan. Entahlah, kenapa bisa sekarang dia malah hilang begitu saja," keluh Tania. Wajahnya tertekuk kesal, seolah mendapatkan kemalangan yang luar biasa untuk hari ini.

Seharusnya, pagi yang cerah begini disambut dengan senyum tebaik, juga semangat membara. Namun, tidak untuk Tania yang seolah akan mendapatkan kesialan dalam hidupnya, sekarang ini.

Bayangkan saja, ketika atribut yang dikenakannya tidak lengkap seperti ini, pasti guru akan membawakannya maju dan berdiri di depan semua orang. Tentu saja, Tania tidak ingin semua itu terjadi.

Dan, rupanya untuk kali ini Tania pasrah dengan semuanya. Termasuk, dengan bayang-bayang hukuman yang pasti akan didapat olehnya saat masuk ke dalam ruang lingkup sekolahan itu.

"Udahlah, lebih baik kita berangkat dulu, untuk masalah dasi mah gampang kali, Tan."Jordan menepuk bahu Tania, yang melengkung ke depan.

Tania pun menoleh ke belakang dan melihat Jordan yang tersenyum lebar seperti itu. "Baiklah, ayo kita berangkat."

"Sebelumnya, gue pengen lihat lo senyum dulu dong, Tan. Males banget berangkat sama orang yang cemberut begitu, kayak ada yang kurang begitu loh," hibur Jordan, sekaligus menyuruh agar Tania mengulas senyum pada bibirnya tersebut.

Tania mengangguk dan menuruti permintaan dari Jordan itu. Ia pun tersenyum, lebih tepatnya ini terpaksa. Ia hanya tidak ingin berangkat nanti mendapatkan banyak kata-kata dari sahabatnya tersebut, karena dirinya yang tidak bahagia di awal hari.

"Sudah cukup, kan? Kalau gitu, ayo kita berangkat!"

"Ayo!" Jordan dan Tania pun turun dari kamar yang berada di lantai dua itu, untuk menuju teras rumah.

Mereka berdua menghampiri kendaraan roda dua yang terparkir di halaman luas tersebut. Jordan seperti biasa, memasangkan helm untuk dipasangkan pada kepala Tania.

Sedang, Tania pun segera duduk di belakang Jordan, dengan kedua tangannya yang memeluk tubuh milik Jordan erat-erat.

"Ayo, Jordan! Nanti bisa-bisa kita berdua di hukum di depan!" teriak Tania, yang menyadari kalau Jordan tidak lekas menyalakan mesin kendaraannya tersebut.

"Ya elah, tidak sabar amat orang yang pengen ketemu sama Lio." Jordan menyindir Tania dengan lelaki yang cukup dikenalnya itu, dan pasti orang yang ada di belakang sana tersenyum gila ketika nama tersebut disebut.

Namun, sayang sekali jalan ceritanya bukan seperti itu. Justru, Tania langsung mencubit pinggang milik Jordan dengan keras. "Ayo, Jordan! Gue gak mau ya kalau sampai kita berdua telat nantinya," ocehnya.

"Iya, Tuan Putri! Sekarang kita berangkat ke sekolah, dan tenang saja ... tidak akan terlambat nantinya." Jordan buru-buru untuk menyalakan mesin motornya, dan menaikkan kecepatan agar bisa lekas sampai di sekolahannya itu.

Di belakang sana, Tania tengah cemas dengan debaran jantungnya yang berdetak begitu cepat. Sangat tidak normal.

"Dan, gue kali ini takut buat upacara deh," ucap Tania, dengan kepala yang menyandar pada punggung milik Jordan.

Tentu saja Jordan tidak mampu mendengar keluhan dari Tania barusan. Pertama, sebab mereka sedang ada di jalan raya dengan segala kebisingannya, dan kedua karena kepalanya menggunakan helm full face.

Plak!

"Tania, kenapa lagi sih?" teriak Jordan, yang cukup terkejut dengan tamparan keras yang didapatnya dari Tania. "Tunggu sebentar dong, kita pasti akan sampai ini. Sekitar lima menit juga sudah sampai, tenang ya."

Tania mendengkus kesal. "Apa kamu tidak mendengarkan ucapanku tadi?"