webnovel

Friend With(Out) Benefits

Wendy, terjebak dalam hubungan yang sedang digandrungi banyak remaja kekinian. Dengan peraturan di mana keduanya tidak diperbolehkan menaruh hati. Suatu kebodohan membuat dirinya terjerumus dan semakin terperosot. Kesalahan yang sudah pasti berisiko tinggi tetap ia lanjutkan hingga hatinya siap tak siap harus menghadapi kehancuran.

HuskyUsagi · 青春言情
分數不夠
11 Chs

#8

WARNING!!

Keseluruhan part ini penuh dengan konten dewasa!

== === ==

Bruk!

Tubuh tanpa busana itu didorong begitu saja ke atas kasur. Sang Empu tubuh ramping dan mungil itu diam, pasrah ketika area sensitifnya telah dijelajah dengan lidah. Jilatan yang membuatnya menggeliat keenakan, sentuhan lembut melayangkan dirinya ke angkasa.

Lenguhan pelan terdengar menggoda. Remasan tangan di rambut pria di bawahnya semakin menguat ketika dirinya hampir sampai puncak. Kedua pahanya merapat, menjepit kepala yang asik dengan kacangnya.

Seruan dan panggilan nama menyeruak dari bibirnya, bersamaan dengan semburan lahar kenikmatan. Dengan sigap dan nikmat, pria tersebut menghabiskan sisa-sisanya. Seolah sedang memakan eskrim, dengan sangat bersih dirinya menjilat.

Petra, kini asik dengan apem milik Wendy yang lembut dan tak berbulu. Ia masih terus memainkan lidah di sana meski Wendy sudah meronta tak kuat. Dan kedua kalinya dirinya memanjakan Wendy, membuat gadis itu kembali 'batuk'.

Giliran Wendy yang bekerja. Ia memberikan sentuhan dan kuluman kecil, kemudian Petra meminta dirinya untuk membelakanginya. Yap, pose anjing yang digemari banyak remaja.

Namun sebelum dirinya memasuki Wendy, Petra bermain di liang bibir bawah Wendy dengan torpedonya.

"Pengaman?" tanya Petra masih asik memainkan Wendy. Gadis di depannya menggeleng cepat.

Dengan jawaban tersebut, Petra perlahan memasukkan dirinya ke dalam Wendy. Dan sepersekian detik kemudian, Petra mendorongnya hingga tak tersisa. Membuat Wendy meringis.

Sudah sangat lama dirinya merasakan hal ini. Tentu saja terakhir kali bersama Roni, itupun sudah berapa bulan lalu.

Pelan-pelannya gerakan Petra, pria itu menggoyangkannya dan mencoba untuk membuat Wendy lebih rileks. Hingga merasa sudah cukup, Petra mulai melakukan gerakan yang seharusnya dilakukan. Dan tentunya dan backsound desahan dan erangan Wendy yang semakin menggairahkan.

=====

Dentuman musik menggetarkan lantai. Lampu kemerlip menyilaukan mata dari setiap sisi ruangan. Putaran kelap-kelip lampu disko semakin menambah semangat pengunjung. Ketukan kaki berirama dengan nada yang beralun.

Seorang pemandu di atas panggung memutar musik asik. Seluruh pemain di tengah lantai bergoyang dan sesekali saling mencolek. Memamerkan lekukan tubuh, entah pria maupun wanita yang siap dibungkus kapan saja.

Kehidupan malam dalam diskotik. Muda maupun tua tersebar di penjuru area. Grup maupun individu datang ke tempat pemicu zina. Berdiri sendiri maupun duduk mojok, tidak memandang jenis kelamin dan usia.

Bermacam-macam jenis 'hubungan' berlaku di sini.

Surya, pertama kalinya memasuki tempat seru ini. Ia hanya duduk di kursi, memesan minuman seadanya. Stress, tentunya. Siapa yang tidak stress ketika melihat pujaan hatinya tengah bercumbu di dalam ruangan bersama orang lain?

Kedatangan Surya yang tidak tepat waktu menyayat hatinya. Lubuknya meringis menangis. Perasaan yang terus tumbuh sejak SMA semakin retak dan hancur hari ini. Tak tersisa.

Sudah cukup dirinya mengetahui Wendy dengan Roni. Tidakkah kurang untuk melihatnya bersama Petra?

Bahkan kalutnya dalam kesedihan, Surya tak peduli dengan tempat dirinya kini terisak. Pertama kali dirinya sebagai pria dewasa meneteskan air mata untuk wanita selain ibunya. Dirinya tak tahan. Harapannya telah hancur.

Apalah arti perjuangannya selama ini yang bahkan terakhir kali dirinya justru membuat Wendy tergoncang. Pantaskah ia? Surya hanya mampu bertanya pada dirinya tanpa tahu apa jawaban yang sesungguhnya. Bahkan Sang Hati pun bergeming, tak menjawab dan sibuk membenahi dirinya sendiri.

Kini tak sadar, Surya sudah meneguk banyak gelas minuman beralkohol. Tak pernah dan pertama kali dirinya menyicipi. Enak tapi sedikit getir, masih bisa ditolerir.

Perlahan dirinya semakin melambung dari titik kesadarannya. Meninggalkan raganya dan menjejakkan kaki ke dalam kolam alkohol, nikmat.

"Eeh, sorry. Gue kenal sama ini orang."

Samar-samar Surya yang terbuai dengan efek minumannya mendengar suara wanita. Matanya yang berat dipaksakan untuk terbuka sedikit. Hanya sebuah bayangan wanita yang berada di atasnya. Surya telah jatuh dari kursi.

"Wendy.. ngapain di sini? Gaaa bolehhh," racau Surya seraya mendorong dirinya untuk berdiri. Gadis yang mendekatinya segera membantu dan membopongnya ke tempat lain. Tempat yang aman, hanya ada mereka berdua.

"Wen, ada apa kamu sama Petra? Ngapain ciuman di sana tadi siang sama dia? Kenapa sih.. kenapa Petra? Aku ada di sini dari lama.. dariiiiii, dariii nnghm- sekolah gaaa sihhhh?"

Surya masih terus berbicara, ngelantur ngalor-ngidul namun Wendy hanya diam dan terus membawanya ke sebuah ruangan. Sebuah kamar yang sudah disediakan untuk membawa 'bungkusan'nya.

Pria itu direbahkan ke kasur. Namun Surya segera menarik orang yang membawanya kemari. Menariknya ke dalam pelukan. Dan di dalam diri Surya, perasaannya yang menggebu serta emosinya yang tak stabil, Surya mencurahkan semuanya.

Mengungkapkan betapa sakitnya dirinya, betapa sayang dan cintanya Surya pada Wendy. Pria itu kembali menangis, enggan melepaskan gadis yang disayang.

"Surya..," panggil Wendy yang tengah berada di pelukan Surya. Ia mencoba untuk melepaskan diri. Kemudian dirinya memposisikan diri di atas Surya.

"Aku juga sayang kamu," balasnya sembari mengelus pipi Surya lembut dan memainkan rambut Surya yang lembut. Tampak dari sikap culunnya, ternyata Surya tak kalah tampan.

"Tapi kenapa Petra sekarang? Kenapa? Setelah Roni, kemudian Petra? Kenapa bukan aku? Aku yang selalu ada di sampingmu..," protes Surya. Namun dirinya segera ditahan untuk berbicara karena kini bibirnya dilumat lembut.

Surya diam sejenak, kemudian memejamkan mata dan membalasnya. Dengan penuh gairah, Surya mulai melumatnya dengan lebih dan jemarinya bermain ke berbagai tempat. Tak ada penolakan. Kini Surya memimpin alurnya.

Dirinya tak bisa membedakan cinta dan nafsu. Hatinya bergejolak. Ini bukan cinta, ini nafsu. Tapi otaknya tak mau mendengarkan jeritan lubuknya dan memilih tuli. Sehingga seluruh tubuhnya diambil kendali oleh keinginan untuk menyetubuhi pemilik paras manis yang sudah mencuri perhatiannya selama ini.

Ciuman berubah menjadi kecupan nakal di leher, menjilat, dan memberikan sebuah bekas di sana. Tak ada perlawanan. Surya merasa mendominasi.

"Kalau kamu diam, tandanya kamu milikku, Wen."

Bukan penolakan lagi, justru kini dua gunung daging terbuka dan terpampang dengan bebas di depan mata.

"Buat bekas di sini juga kalau aku milikmu."

Mendengarnya membuat birahi Surya semakin memuncak. Dirinya langsung meraup puting yang menjulang di depannya. Melumatnya, membuat gadisnya mendesah keenakan.

Memang ini pertama kalinya Surya melakukan hal ini, tapi tak dapat berbohong jika permainan Surya untuk perdananya sangat nikmat. Dia mampu menguasai setiap titik lemah wanita dan memuaskannya dengan caranya sendiri. Belajar dari mana? Tentu, film bokep.

"Kamu kira cuma Roni yang bisa muasin kamu, Wen? Aku juga bisa. Lebih jago dari Roni."

Semakin malam, semakin liarlah Surya yang kini sudah bersiap memasuki gadis yang sudah diidam-idamkan. Di depan mata. Wendy. Sosok yang sangat ingin dimilikinya.

Tidak perlu menunggu lama hingga Surya menjebol perisai Wendy. Ukurannya yang besar tak mampu membuat sosok itu membungkamkan mulutnya. Surya segera menggerakkan pinggulnya dengan cepat. Merasakan sensasi yang tak pernah dirasakan sebelumnya.

Bersama Wendy, perjakanya telah hilang.

=====

Fajar telah menyingsing perlahan, mengusir malam dan menyambut hari esok. Namun tampaknya Sang Surya sedikit malu, terlihat samar awan-awan menutupi dirinya. Tak siap dengan pagi yang cerah dan memilih berlindung di balik Sang Gemuruh.

Tak sampai setengah jam mentari menyapa, kini dirinya bersembunyi dalam hujan. Sinarnya tak mampu menembus jejeran mendung. Tak ingin berusaha, dirinya memilih semakin menutup diri.

Hawa terasa dingin dan sejuk. Rasanya ingin menarik kembali selimut dan tenggelam dalam mimpi. Namun pekerjaan telah menyambut dan menantikan kedatangannya untuk dijamah. Rutinitas yang membosankan.

Surya, terjaga dalam tidurnya yang nyenyak setelah mendengar suara gemricik air di samping tempat tidurnya. Suara shower yang menyala.

Pria itu mendudukkan diri setelah mengumpulkan nyawa yang berceceran sejak malam. Dirinya tak ingat secara detil kejadian semalam. Hanya ingatan tentang minum, diskotik, dan Wendy yang disetubuhinya semalam.

Kini Surya mulai sadar ketika melihat bermacam furnitur asing di dalam kamarnya. Bukan kamarnya, tapi kamar sewaan. Apakah semalam dirinya membungkus Wendy yang kebetulan di diskotik yang sama?

Suara air yang masih berlanjut beberapa menit membuat Surya was-was dan takut. Memikirkan respon Wendy nanti. Pria itu mencoba mencari kalimat untuk menyapa pujaan hatinya dan permintaan maaf.

Ia sadar nafsunya sangat tinggi. Pelan-pelan dirinya mengingat Wendy kualahan semalam karena Surya tak ingin berhenti. Semburat merah di pipi, Surya malu akan kejadian itu. Senikmat itu tubuh Wendy. Tak terbayang ternyata di balik bungkus kain yang selama ini menutupinya, ada tubuh molek dan berisi di baliknya.

Hingga suara air telah berhenti. Surya sudah siap di pinggir kasur. Dirinya benar-benar sudah sadar dan siap menyambut sosok yang akan keluar dari kamar mandi.

Cklak!

Kedua pasang mata saling bertaut. Surya tertegun, melihat sosok yang melilitkan handuk putih di tubuhnya. Ia bergeming. Rasa kejut hampir membuatnya serangan jantung. Matanya melotot karena melihat sosok yang kini mendekatinya bukanlah yang dibayangkan.

Semalam, bukan Wendy yang menemaninya. Bukan Wendy yang tidur bersamanya, dan bukan Wendy yang menghabiskan waktu hingga pagi di atas ranjang bersamanya.

"Enak, ya? Gitu kok sok ketus sama gue di kerjaan."

Irine.

Ya, Irine lah yang sedang dihadapi Surya sekarang. Irine yang membungkusnya semalam dan membuat Surya terbuai, menganggap dirinya adalah Wendy.

"Tenaga lo gede juga, ya. Barang lo juga gede. Untung gue puas. Ga sia-sia gue nyerahin tubuh," ucap Irine seraya terkekeh meremehkan. Ia lalu berdiri tepat di depan Surya, lantas membuka handuk yang dipakai.

Penuh bekas merah di dada, perut, dan bagian samping area sensitifnya. Kemudian Irine kembali menutupinya.

"Di leher juga ada. Makasih, berkat ini gue harus banget pake syal dan pura-pura flu."

Surya masih diam, tak mampu berbicara. Irine hanya tertawa kecil sembari memakai pakaiannya karena sebentar lagi dirinya berangkat kerja. Berdandan ketika Surya masih diam, mencoba mencerna dan mengingat semua yang terjadi.

"Btw, thanks. Gue dapet info soal Wendy dan Roni. Rahasia gue simpen, tenang aja. Gue cabut dulu," pamit Irine santai kemudian keluar dari kamar, meninggalkan seonggok tubuh yang mematung di atas kasur dengan perasaan hancur.

Semuanya telah sirna. Harapannya semakin tak berbentuk, halus dengan tanah. Tidak ada lagi yang harus dilakukan. Kini semua telah terbongkar. Hidupnya akan segera mengikuti jejak Sang Hati. Dirinya telah menggali lubang kuburan sendiri.

Surya hanya tertawa kecil, miris.

== === ==