webnovel

Forever in Here

Pernahkah kalian terlibat dalam hubungan tanpa status? Hanya dekat tanpa pacaran? Alona Cluver adalah seorang pelajar SMA. Hander William School adalah sekolah ternama yang banyak diincar pelajar. Sekaligus tempat pertemuan Alona dengan Jeffry. Lelaki tampan nan pangeran. Hampir satu sekolah menyukainya, tetapi sayangnya Jeffry adalah lelaki yang dingin. Setiap kata-kata yang keluar, hanya berupa kalimat yang menusuk. Alona bukanlah wanita yang populer. Tetapi ada suatu hal yang membuat Jeffry tertarik dengan Alona. Bukan karena wajahnya, tetapi suatu rahasia yang tidak diketahui orang, selain Jeff.

_SHAZZSHA_ · 青春言情
分數不夠
17 Chs

16. Penjaskes

Hari ini X IPA 3 sedang melaksanakan pelajaran PJOK atau Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Mereka semua sedang berada di lapangan.

Pak Alan adalah guru yang mengajar mata pelajaran PJOK. Banyak siswi-siswi yang suka dengannya, karena Pak Alan adalah guru tertampan di HWS. Umur Pak Alan pun masih muda. Pak Alan mempunyai tubuh yang tegap, karena ia rajin berolahraga, makanya badannya terjaga. Biasanya murid HWS memanggilnya Kak Alan, bukan Pak Alan.

"Kak! Kenapa harus di lapangan?" Ulva sangat tidak menyukai pelajaran olahraga. Apalagi basket dan semacamnya.

"Biar kalian seger." Ulva langsung menggerutu. "Nah, karena udah berkumpul semua, kita akan lari."

Selain Ulva, tidak ada yang protes. Di banding pelajaran yang lain, mereka lebih suka pelajaran olahraga. Alasannya karena tidak menguras otak.

Barisan siswa dulu yang lari, baru siswi. Pak Alan pun ikut lari, katanya biar impas.

"Revha, jangan cepet-cepet." Seperti yang diketahui, lari Alona sangat lambat. Sebaliknya, lari Revha malah cepat.

"Lu lama banget."

"Kan, emang dari sananya."

"Iya, sih. Tapi gue boleh duluan?" Revha benar-benar malas menunggu Alona.

"Ya udah, deh, nggak apa-apa. Kamu duluan aja." Revha langsung melajukan lari.

Disaat X IPA 3 berolahraga, XI IPA 1 pun berolahraga. Bu Fani yang menjadi guru olahraga kelas 11. Bila Pak Alan adalah guru tertampan, Bu Fani adalah guru tercantik. Murid HWS suka menjodohkan Pak Alan dengan Bu Fani. Umur Bu Fani pun hanya tua satu tahun dari Pak Alan.

"Kenapa kamu melamun?" tanya Bu Fani pada Luki. Sedari tadi, Luki hanya menatap Revha yang sedang lari.

"Nggak, Bu, maaf. Ibu terlalu cantik, sih," puji Luki. Ia hanya ingin menghindari omelan Bu Fani.

"Nggak usah sok puji-puji kamu! Lari empat putaran." Sayangnya, Bu Fani tidak mudah dibuai dengan pujian. Dengan muka kecewa, Luki terpaksa lari daripada hukuman ditambah.

Materi kedua kelas itu pun sama, yaitu bola basket.

Revha sangat senang. Revha sangat menyukai segala macam olahraga yang berkaitan dengan bola. Saat Revha dan Luki masih berpacaran, mereka sering bermain basket bersama.

Berbeda dengan Alona yang gugup. Alona bukannya takut bermain bola basket, tapi ia tidak bisa. Dulu saat SD, Alona melempar bola basket dan meleset mengenai anak kelas lain. Kejadian yang sangat memalukan untuk Alona.

Pak Alan menyuruh satu-persatu dari mereka untuk memasukkan bola ke dalam ring basket. Revha yang memang sudah ahli, jadi bola yang dilempar pun masuk tepat ke ring basket.

Giliran Alona untuk melempar pun tiba. Tangan Alona gemetar. Pak Alan yang melihatnya jadi khawatir. "Kamu kenapa? Sakit?"

"Nggak, Kak."

"Gugup?" Alona mengangguk kuat. "Lempar bolanya jangan gugup, dong. Entar yang ada nggak masuk. Tenangin diri kamu, dan bayangin kalo di sekitar kamu nggak ada orang."

Alona pun mengikuti saran Pak Alan. Ia menutup matanya dan membayangkan bahwa di sekitarnya tidak ada orang. Alona pun membuka matanya. Dengan yakin, Alona langsung melempar. Sayangnya bola itu tetap meleset. Arah lemparan bola itu menuju ke arah Jeffry. Alona yang sudah takut kena langsung memejamkan matanya.

"Wow!" teriak murid.

Mendengar teriakan itu, Alona langsung membuka matanya. Bola yang meleset tidak mengenai Jeffry, karena Jeffry langsung menghindar dengan cara melempar bola itu ke arah yang lain.

Alona lega melihat bola itu tidak mengenai Jeffry. Walaupun tidak mengenai Jeffry, tentu Jeffry tetap melayangkan tatapan yang tajam kepada Alona. Alona langsung berkeringat dingin.

"Elah! Baru aja gue berharap tu bola bisa kena mukanya yang kek pantat kulkas," gumam Revha. Ia kecewa melihat bola itu bisa dihindari oleh Jeffry. Padahal ia berharap bola itu bisa mendarat persis di wajahnya yang tampan itu.

Revha menghampiri Alona."Lu nggak apa-apa?" Revha melihat Alona gugup. "Ah, gue yakin pasti si Alona dapet tatapan maut dari Jeffry," ucap Revha yakin dalam hati. Untuk memastikan, Revha langsung menoleh ke arah Jeffry, dan dugaan dia memang benar.

Disisi Jeffry. Luki dan Kevin sedang menertawakannya.

"Aduh! Pake hindar lagi lu! Padahal gue berharap tu bola bisa bersentuhan dengan wajah lu yang tampan kek kuda laut," ledek Kevin.

"Auto masuk mading, 'seorang Jeffry yang layaknya pangeran, tertampol bola basket.'" Kevin semakin ngakak ketika mendengar ucapan Luki.

"Udah ketawanya?" tanya Jeffry.

"Belom! HAHAHAHA!" ucap Kevin tanpa dosa.

"Jarang-jarang, kan, liat lu ketampar bola," ledek Luki.

Jeffry menatap mereka tajam. Kevin dan Luki memelankan suara tawanya. Jeffry menoleh kearah Alona dengan tatapan yang sangat tajam. Alona menatapnya dengan tatapan takut. Ia merutuk kenapa jam pelajaran mereka bisa sama.

Revha pun menatap Jeffry. Jeffry tidak peduli dengan Revha, ia hanya fokus dengan Alona. Revha langsung memutar kepala Alona menghadapnya. Lalu merangkulnya.

"Nggak usah ditakutin! Toh, nggak kena juga." Revha langsung mengajak Alona untuk duduk di pinggir lapangan.

Jeffry masih menatap Alona sampai Alona duduk. Luki dan Kevin sudah berhenti tertawa. Luki langsung menoleh ke arah Jeffry.

"Lu natap siapa?" tanya Luki.

"Entah." Jeffry memalingkan pandangannya dari Alona.

"Alona, ya?" Luki menaik-turunkan alisnya.

"Cih! Yang dari tadi ngeliatin mantan, diem aja, deh!" sindir Kevin.

"Dari pada situ yang nggak punya cewe!" ledek Luki.

"Setidaknya gue nggak selingkuh."

"Ni, orang! Baru aja damai, langsung ngajak gelut!" Luki menggulung lengan bajunya.

Kevin pun menggulung lengan bajunya. "Mana mau gue damai ama lu! Bisa muntah 9 bulan gue!"

"Lu kira kandungan, 9 bulan!"

"Luki! Kevin!" Bu Fani menatap mereka.

"Iya, Bu?" balas Luki tanpa dosa.

"Kalian lari 3 putaran lagi! Dari tadi bukannya mendengarkan penjelasan! Malah ketawa-ketawa!" Luki dan Kevin menoleh ke arah Jeffry.

"Gue dengerin, tuh."

"Nggak setia kawan...," lirih Luki dan Kevin kompak.

Jeffry langsung merinding. Geli bercampur jijik pun terasa oleh Jeffry. "Alay!"

"Cepat!" Luki dan Kevin langsung lari lapangan. Mereka tidak mau kena omel oleh Bu Fani.

Revha melihat Luki lari memutari lapangan. Ia bisa menduga kalau Luki sedang mendapat hukuman dari Bu Fani. Revha tidak iba dengan Luki, ia malah senang. Bahagia saja melihat mantannya tersiksa.

"Kamu liatin Luki?" Alona mengikuti arah tatapan Revha.

"Nggak, tuh." Revha langsung mengalihkan pandangannya.

Alona terkekeh pelan. "Mata kamu nggak bisa bohong."

"Iya, iya! Gue liatin dia!" Revha pasrah. "Gue seneng aja, liat dia dihukum ama Bu Fani. Lagian bandel banget."

"Bandel-bandel gitu, kamu sayang, kan, sama dia."

"Iya." Revha tersentak dengan jawaban yang ia lontarkan. Alona terkekeh mendengar jawaban Revha. "Maksudnya iya, dulu."

"Iya, iya. Aku percaya." Alona tersenyum.

"Ishh! Beneran!"

"Kan, tadi aku bilang, aku percaya."

"Tapi kamu senyum-senyum gitu!"

"Loh! Emang nggak boleh?"

"Boleh, sih. Tapi ... tau, deh." Revha memanyunkan bibirnya.

Tentu Luki tidak melewati momen Revha yang sedang cemberut. Luki terkekeh melihatnya. Ia yakin Alona sedang menggoda Revha karena menatapnya. Yah, Luki sadar Revha sedang menatapnya. Itulah kenapa Luki tidak menatap Revha.

"Gc!" Kevin kesal dengan Luki yang sedari tadi lari sambil menatap mantannya.

"Ganggu, aja, lu!" Luki kesal dengan Kevin yang merusak suasana hatinya yang sedang damai.

"Lagian! Lari, kok, sambil liatin mantan!"

"Belum aja gue lakban tu mulut!"

"Ihhh! Aku takut." Kevin memasang ekspresi seolah-olah takut dengan ancaman Luki.

"Bener-bener minta dicincang lu."

Baru saja mereka ingin bertengkar, Bu Fani langsung menatap mereka. Pertengkaran yang baru saja ingin mereka laksanakan langsung tertunda. Menghindari hukuman tambahan adalah hal yang sedang Luki dan Kevin lakukan saat ini.