webnovel

Emergency Marriage

EMERGENCY MARRIAGE 2 : On My Heart Bisa dibaca di akun Ice_Coffe Cerita berlanjut di sana. Thanks my lovely readers. ___________________ Bagaimana jika kamu terpaksa harus menikah untuk menggantikan kakakmu yang kabur pas di hari pernikahannya? Rea (21 tahun) terpaksa menggantikan Reni -kakaknya, untuk menikah dengan seorang pria yang dia sendiri belum pernah melihatnya. Untuk menyelamatkan nama baik keluarga, dia menyetujui pernikahan tersebut. Aksara Satria Wijaya (28 tahun) yang sejatinya terpaksa menikah demi hak milik kekayaan sang Kakek jatuh di tangannya pun tidak tahu, kalau sebenarnya mempelai putri telah diganti. Mungkinkah dalam pernikahan mereka akan tumbuh benih cinta, atau malah karam di tengah jalan mengingat banyaknya wanita di sekeliling Satria?

Yuli_F_Riyadi · 现代言情
分數不夠
363 Chs

Menguntit

Aku menggeliat di dalam selimut. Rasanya nyaman banget tidur malam ini. Sepertinya kehangatan yang aku rasakan inilah yang membuat tidurku lelap. Aku meraba perutku. Ada sesuatu yang kokoh melingkarinya. Ini adalah tangan besar Satria. Sepanjang tidur, dia memelukku erat. Aku diam-diam tersenyum. Meskipun dia sangat menyebalkan, entah kenapa berada di dekatnya aku merasa nyaman. Kadang malah membuat hatiku berdebar. Apalagi kejadian di senja sore tadi. Mau tidak mau perasaanku menghangat. Astaga! Apa ini? Tidak mungkinkan aku semudah itu merasa cinta dengan seseorang? Aku rasa ini hanya perasaan senang sekejap saja. Tapi rasanya janggal jika hanya dianggap perasaan sekejap, mengingat sore itu aku diam saja ketika untuk kedua kalinya dia mencium bibirku.

Wajahku terasa menghangat mengingat itu. Aku yakin mukaku sekarang bersemu. Tapi tunggu, kira-kira kenapa ya Satria bisa melakukan itu padaku? Apa mungkin dia sudah mulai menyukaiku? Atau dia hanya menuruti perintah Kakek agar bebuat baik padaku? Tidak mungkin kan Satria begitu mudahnya menyukaiku? Perlu aku ingat. Pernikahan ini terpaksa dan kebetulan. Takdir yang membawa kami dalam situasi ini. Ah, pikiranku terlalu ngelantur.

Kurasakan pergerakan di belakangku. Satria sudah bangun kah? Aku pura-pura tertidur. Aku tidak mau kepergok menikmati moment dipeluk Satria seperti ini. Tangannya yang melingkari perutku kontan terlepas. Aku mendengar lenguhannya kemudian bunyi persendian yang dipatah-patahkan. Satria beneran sudah bangun.

Hening, sekarang kurasakan hening tidak ada pergerakan apa pun lagi. Satria belum turun dari tempat tidur. Lalu kenapa hening? Ada apa?

Tiba-tiba kurasakan getaran ponsel. Apa itu dari ponsel Satria?

"Halo."

Ternyata benar. Satria menyahut. Dan, setelah itu aku merasakan gerakan Satria yang menuruni tempat tidur. Kemudian aku mendengar pintu balkon di geser. Dia sedang menelepon siapa? Kenapa harus menjauh? Apa orang yang kemarin itu?

Aku memutuskan mengakhiri tidur pura-puraku dan bangkit duduk. Memandang ke arah di mana Satria berdiri. Masih mengenakan piyama panjang. Tampang bangun tidurnya, itu masih terlihat keren. Dasar manusia tampan. Dalam bentuk macam apa pun masih terlihat tampan.

Satria menggeser pintu. Lalu dia masuk. Tatapan kami langsung bertemu.

"Rea, kamu sudah bangun?"

Aku hanya mengangguk. Satria mendekat dan duduk di ujung kakiku.

"Kita nggak bisa lama-lama di sini lagi. Sore ini kita pulang ke Jakarta ya," katanya.

"Ada apa? Apa ada masalah?"

Satria menggeleng. "Tidak ada, hanya pekerjaanku banyak yang kutinggal."

Aku mencibir. "Siapa suruh nyusul aku ke sini, udah tau kerjaanku banyak."

"Dan membiarkanmu berdua di sini sama Andra? Itu ide buruk, karena aku yakin rasa tertarikmu ke Andra bisa bertambah berkali-kali lipat."

Aku terperangah. Kenapa Satria bisa berpikir ke arah situ? Apa dia tahu kalau aku menyukai Andra sejak awal? Apa dia merasa cemburu? Rasanya ada yang menggelitik di dalam perutku membayangkan itu.

"Ya sudah, aku mandi dulu."

"Eh?!"

Satria menoleh dan menghentikan langkahnya yang akan menuju kamar mandi. "Ada apa?"

"Oh, ah. Nggak ada." Dih kenapa aku jadi terlihat konyol begini?

"Mau mandi bareng?"

Aku mendelik dan sejurus kemudian Satria terkekeh.

"Jangan ngomong aneh-aneh. Sudah sana cepetan mandi. Gantian."

Satria masih terkekeh. "Yaelah, Re. Namanya juga usaha. Kali aja punggungmu mau aku gosokin."

"Ogah!"

Pasti mukaku sudah merah dibuatnya. Bukan hanya kekehan sekarang tawa Satria juga meledak. Hingga sampai masuk kamar mandi pun aku masih bisa mendengar tawanya. Menyebalkan.

***

"Acara kamu hari ini apa?" tanyaku saat kami berdua sarapan bersama. Ditanya seperti itu Satria tertegun. Kenapa dia bereaksi seperti itu? Aku kan cuma tanya.

"Aku ada urusan sebentar. Nggak apa-apa kan kalau kamu aku tinggal di hotel?"

Padahal aku berharap Satria mengajakku jalan-jalan.

"Oh, ya udah. Gak pa-pa kok."

Dia tersenyum tipis lalu melanjutkan sarapannya..

Setelah sarapan, kami berpisah. Satria seperti bergegas saat meminta ijinku untuk pergi sebentar. Aku masih bisa lihat dia keluar dari lobi lantas menaiki sebuah taksi. Entah kenapa, aku berpikiran untuk mengikutinya. Maka, aku berlari ke luar lobi dan saat sebuah taksi lewat aku langsung menyetop lalu segera naik.

"Ikuti taksi itu di depan itu, Pak."

"Baik,Nona."

Apa Satria ada urusan di kantor cabang yang sangat mendesak, hingga dia terlihat buru-buru? Tapi ini bukan jalan ke arah kantor. Mataku menyipit saat taksi yang Satria naiki berhenti di sebuah hotel. Kemudian tak berapa lama Satria turun dan bergegas masuk ke dalam hotel itu.

Aku merasa perlu melakukan hal yang sama. Maka, aku pun menyusulnya. Dia menaiki lift, aku mengejarnya. Lift itu sudah tertutup saat aku sampai dan aku bisa melihat angka lima di atas pintu. Aku masuk ke dalam lift satunya lagi dan menekan angka lima.

Dan tak berapa lama pintu lift terbuka. Aku segera keluar. Tepat dugaanku. Satria berada di lantai ini. Dia terlihat berjalan ke arah kanan. Ini konyol, tapi aku terus mengikutinya tanpa dia tahu. Lalu, aku melihat langkahnya berhenti di sebuah kamar. Aku bisa melihat dia mengetuk pintu itu. Dan seorang wanita muncul dari dalamnya. Siapa dia? Aku terkejut dan dadaku seakan berhenti berdegup ketika melihat wanita itu langsung menubruk tubuh Satria. Wanita itu memeluk Satria nampak sangat erat. Mataku berkedip beberapa kali demi melihat kejadian selanjutnya. Wanita itu menangkup wajah Satria dan menciumnya. Mataku terbelalak, aku menutup mulut tak percaya. Ciuman itu tidak berlangsung lama. Satria terlihat melepas paksa tangan wanita yang menempel pada wajahnya. Dan aku bisa melihat kemudian Satria mendorong tubuh wanita itu memasuki kamar.

Aku masih belum pulih dari rasa syok yang mendadak hadir. Tapi meraka berdua sudah hilang dari jarak pandangku.

Mereka kenapa masuk kamar? Kira-kira apa yang mereka lakukan di dalam?

Pertanyaan itu tidak menenangkanku malah membuat hatiku resah. Iya, aku gelisah dan gusar di tempatku. Apa yang harus aku lakukan? Di dalam sana ada suamiku bersama wanita lain.

Ya Tuhan, aku tidak mau mengakui ini. Tapi sungguh ini benar-benar terjadi. Ada sesuatu yang mengusik di rongga dadaku hingga membuat napasku seolah terhenti.

Satria? Tolong keluarlah. Jangan membuatku berpikir macam-macam tentangmu. Namun, akhirnya aku memilih untuk kembali ke hotel saja. Rasanya kok nyeri gini ya lihat Satria bersama perempuan lain. Gawat.

Gawat. Aku tidak boleh jatuh cinta padanya. Ini sudah melebihi akal sehatku. Harusnya aku yang membuat Satria jatuh cinta padaku. Bukan malah aku kena panah cupid dari Satria kayak gini. Salah, ini salah.

***

Aku duduk gelisah di dalam kamar. Sudah lebih dari empat jam aku menunggunya. Satria belum pulang juga. Berkali-kali aku tengok pergelangan tangan. Berharap Satria segera pulang.

Hingga sebuah suara pintu terbuka mengembalikan isi kepalaku yang sejak tadi berpikir yang bukan-bukan. Lantas kemudian, seseorang yang aku tunggu muncul dari baliknya.

PS. Halooo jumpa lagi... Ada yang udah baca sampe sini? Jangan lupa tebarkan review dan bintangmu ya gaee.

Teng kyu😇😇