"Ya ampun, mengapa perutku rasanya sakit sekali?"
Eli merasa tidak mampu berpijak dengan benar sehingga ia memilih duduk di salah satu kursi halte sambil menunggu bus datang. Sepertinya magh-nya kambuh karena sejak semalam ia tidak makan apapun.
Bagaimana ia bisa makan, kejadian semalam saja sudah membuatnya banyak pikiran. Tentang William yang tiba-tiba bersikap berbeda dengannya dan seharusnya dirinya tak perlu mengambil pusing perubahan sikap William yang menjadi dingin, karena dulu pria itu selalu memasang sikap begitu kepada dirinya setiap bertemu, namun kali ini entahlah, ia merasa sakit? Mengapa setelah dia menggodanya habis-habisan dan bersikap hangat padanya, William harus berubah kembali menjadi seseorang yang dingin? Rasanya menyakitkan, sangat-sangat menyakitkan.
Eli mengusap wajahnya dengan kasar setelah keringat dingin mulai bermunculan di sekitar dahinya. William, William, dan William, tak bisakah sedetik saja ia tidak memikirkannya? Eli benar-benar merasa gila karena William terus memenuhi kepalanya.
"Ugh!"
Tiba-tiba Eli semakin meringis ketika rasa sakit di perutnya semakin menjadi, tidak, ia harus menahan rasa sakit ini sebelum sampai rumah. Ayolah perut, bekerja samalah dengannya. Namun sepertinya harapannya hanyalah angan saja. Karena kini, rasa sakitnya terus menjadi hingga pandangannya yang mulai mengabur dan gelap.
Eli pingsan di halte bus itu seorang diri. Tapi tak bertahan lama, seorang pria misterius terlihat mendekatinya.
Pria misterius itu tampak memakai jaket hoodie berwarna hitam dengan memakai topi. Dia menghela nafas melihat keadaan Eli saat ini.
"Aku kembali untuk melihatmu hari ini setelah sekian lama, Eli. Maafkan aku."
Setelah mengatakan hal itu, ia langsung membopong tubuh Eli dalam gendongannya dan pergi dari sana menuju ke rumah sakit terdekat.
**********
"Tidak mungkin! Junior, kau jangan mengada-ngada! Eli tidak mungkin setega itu menolakmu dengan cara seperti itu." ujar Jane keras kepada Junior yang baru saja menjelaskan padanya kronologi penolakan cinta lelaki itu semalam.
"Aku serius, Jane. Aku berkata begini bukannya merasa sakit hati karena sudah ditolak Eli, justru aku malah merasa lega karena aku bisa mengatakan apa yang sudah aku pendam selama ini. Tapi, ketika Eli mengatakan jika dia menolakku karena aku miskin dan tidak sekaya kekasihnya, kau tahu? Aku sama sekali tidak menyangka Eli adalah tipikal perempuan yang seperti itu."
"Junior!"
"Jane! Mentang-mentang kau dekat dengan Eli, tidak seharusnya kau membelanya." ujar seseorang yang tadi menjelek-jelekkan Junior kini ganti membela lelaki itu.
"Astaga Junior, kau tenang saja karena kami berada dipihakmu, oke?" sambung yang lain turut bersimpati.
"Jooe! Aku mengenal Eli dengan baik, makanya aku yang paling tahu dia itu orang yang seperti apa. Dan apa yang dikatakan Junior tentang Eli barusan sama sekali bukan sifatnya."
"Dan kau pikir aku berbohong? Siapa yang kau kenal lebih dulu, Jane? Aku atau Elyana?" tanya Junior.
Jane terdiam. Sebelum mengenal Eli, Jane memang satu SMA dengan Junior dulu. Tentu saja ia tahu, lelaki itu tidak pernah neko-neko. Jadi, mungkinkah tanpa ia ketahui Eli adalah perempuan yang seperti itu?
Kepala Jane menggeleng, jika dipikir-pikir kembali Eli tidak pernah memanfaatkan dirinya. Ia juga merasa Eli selalu bersikap tulus kepadanya dan ia bisa merasakannya. Tapi disisi lain ia juga mengenal Junior. Lalu siapa disini yang berbohong? Eli atau Junior?
"Aku akan memastikannya. Aku akan bertanya pada Eli secara langsung, apakah dia berkata sekasar itu kepadamu?"
Junior terlihat terkejut, sebelum ia menghentikan Jane, ternyata Jooe sudah menahan Jane terlebih dahulu.
"Jane, jangan aneh-aneh. Kau pikir dia akan mengaku? Memangnya mana ada maling mengaku di dunia ini? Tentu saja penjara akan penuh."
Jane menampik tangan Jooe dengan menatapnya marah dan tajam, "Mengapa kau menyamakan Eli dengan maling? Apa yang sudah ia curi dari kalian? Astaga, padahal Eli selalu bersikap baik pada kalian, tapi mengapa kalian seperti ini--"
"Jane! Kau tahu apa yang sudah Eli curi? Kepercayaan kita. Dia pintar sekali mengambil kepercayaan kita tanpa kita sadari, kita pikir Eli orang baik yang peduli pada teman-temannya, tapi ternyata dia orang yang seperti itu. Bukankah dia pantas disebut maling? Maling kepercayaan."
"Kau! Sudah berapa kali kubilang Eli bukan orang yang seperti itu. Mengapa kalian-- apakah Eli pernah menyakiti kalian?" bentak Jane keras.
"Dia memang tidak menyakiti kami, tapi dia sudah menyakiti Junior. Tentu saja kami tidak terima Junior kami diperlakukan seperti itu! Jika dia memang tidak menyukai Junior, seharusnya dia bisa menolak baik-baik tanpa mengatakan suatu kata yang kasar! Kau paham maksudku kan Jane?"
Kepala Jane lagi-lagi menggeleng, mau seberapa kali mereka berusaha menjelek-jelekkan Eli padanya, ia tetap merasa semua adalah kesalahan. Hatinya terus mengatakan jika Eli bukan orang yang seperti itu.
"Jane, kau mengenalku kan? Bisakah kau mempercayaiku? Kau temanku." ucap Junior.
"Benar, Jane. Berpihaklah kepada Junior, sama seperti kami."
Jane menghela nafas, kemudian ia mengangguk. Apa yang ia lakukan ini, bukan serta merta dirinya mempercayai apa yang dikatakan Junior, karena sekarang Jane hanya ingin berada di posisi netral. Jane sudah memiliki rencana akan menanyakan hal ini pada Eli secara langsung. Karena disisi lain Jane masih merasa Eli bukan orang yang seperti itu meskipun banyak orang bilang jika Eli hanya berpura-pura kepadanya.
***********
"Hari ini anda tidak ada jadwal penting, sir. Hanya menandatangani beberapa berkas saja." lapor Christ.
William terlihat melamun sehingga tidak mendengar apa yang dikatakan Christ.
"Sir?" Christ berusaha memanggil nama Tuannya itu kembali, tapi William masih terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri sampai pada akhirnya dia tersadar sendiri dari lamunannya.
"Apa?"
"Hari ini anda tidak ada jadwal penting, hanya menandatangani beberapa berkas saja." ujar Christ mengulangi kalimatnya kembali.
Suasana pun kembali hening, Christ yang sibuk menyetir menduga-duga penyebab William menjadi sependiam ini.
"Sir, apakah anda berpikir untuk kembali dengannya?"
William menghela nafas, "Entahlah."
"Nona Sissy sepertinya juga masih mencintai anda."
"Christ, kau tahu dia sudah jadi tunangan orang kan?"
"Tapi sir, nona Sissy hanya mencintai anda."
"Jika dia mencintaiku, dia tidak akan meninggalkanku untuk pria lain. Apalagi pria itu adalah pacar adik tiriku sendiri, Dylan."
Christ diam, jika dipikir-pikir semesta kadang suka sekali mempermainkan pemainnya. Seperti sekarang, wanita yang dicintai William malah bertunangan dengan lelaki masa lalu Elyana yang tidak lain adalah adik tiri Tuannya itu yang pergi meninggalkan beberapa tahun yang lalu. Jika Eli mengetahui hal ini, pasti gadis itu akan sangat sedih.
Ciiiiiitttttt~
Tiba-tiba terdengar rem berdecit, Christ menghentikan mobilnya paksa setelah melihat beberapa orang berkumpul memenuhi jalan. Mereka memang sedang berada di perjalanan menuju ke kantor setelah menemui salah satu klien.
"Apa yang kau lakukan, Christ?!"
"Maaf sir. Sepertinya baru saja terjadi kecelakaan."
"Ck. Ada-ada saja."
Tokk! Tokk!
Beberapa orang mengetuk kaca mobil seperti mengisyaratkan agar Christ keluar.
"Apa-apaan ini?" tanya William kaget.
"Anda di dalam mobil saja sir. Saya akan keluar."
Christ pun keluar dari dalam mobil dan ternyata beberapa orang tadi meminta tolong untuk membawa korban tabrak lari itu untuk pergi ke rumah sakit.
"Sir, mereka meminta kita untuk membawa korban tabrak lari ke rumah sakit. Bagaimana?"
"Rumah sakit?"
"Jika anda tidak mau, saya bisa menolaknya dengan alasan buru-buru."
Bayangan dimana ia mengabaikan seorang wanita meminta tolong padanya beberapa tahun lalu kembali berputar di kepalanya. William menggeleng-gelengkan kepalanya berusaha mengusir bayangan itu jauh-jauh.
"Saya akan menolaknya sir." putus Christ yang mengira William tidak menyetujui permintaan mereka.
"Tidak, Christ. Tolong mereka."
Christ mengangguk, "Baik, sir."
Ketika Christ mengatakan pada orang-orang tadi agar memasukkan korban tabrak lari untuk ke dalam mobil, matanya langsung membulat sempurna setelah mengenal orang itu.
Astaga kebetulan macam apa ini? pikir Christ tidak percaya.
Dan bertepatan dengan itu, William juga terlihat keluar dari dalam mobil melihat dengan jelas korban tabrak lari itu. Wajahnya langsung berubah pucat pasi.
"Sissy?!"