webnovel

Seven Faces

Edgar dan Hanna beberapa jam kemudian sampai di bandara Heathrow yang berada di London.

"Akhirnya sampai juga," kata Hanna sambil perlahan berdiri.

"Sayang, kok berdiri?" tanya Edgar.

"Aku memang bisa berdiri, tapi tidak bisa lama," jawab Hanna.

"Maaf, aku tidak mau kamu terluka kembali. Duduk sebentar, nanti aku gendong," kata Edgar.

Hanna menuruti kemauan Edgar. Dia melingkarkan tangannya dil eher Edgar dan digendong bridal style. Edgar tersenyum pada kekasihnya.

"Kenapa pakai mantel? Memang sudah musim dingin?" tanya Hanna.

"Udara di luar sudah mulai dingin, aku tidak mau kamu sakit flu," jawab Edgar.

"Kekasihku romantis banget sih," kata Hanna sambil menoel hidung mancung Edgar.

Mereka turun dari pesawat pribadi Edgar dan dikawal oleh beberapa pengawal. Hanna ingin sekali turun dari gendongan Edgar, tapi tidak diperbolehkan. Dia diberikan kursi roda begitu turun dari tangga pesawat. Edgar dengan setia mendorong kursi roda Hanna.

"Tuan, semua barang sudah dimasukkan ke mobil," kata Gustav.

"Oke, yang belum menyusul saja. Kita harus segera ke apartemenku," balas Edgar.

Hanna mencebikkan bibirnya. Dia ingin sekali melihat pemandangan, bukan di apartemen.

"Sayang, aku mau lihat dulu sekitar sini," kata Hanna.

"Sayang, kita di sini mau berobat. Memang kamu tidak mau cepat sembuh?" tanya Edgar.

"Mau, tapi aku jadi bosan kalau lihat pemandangan apartemen," jawab Hanna.

Edgar tidak menyahuti Hanna. Dia diam saja karena tidak mau berdebat dengan kekasihnya.

Sampai di lobi bandara, Hanna melihat ada anak kecil yang mendekatinya Ketika Edgar sibuk mengangkat telepon.

"Hai, Kakak," kata anak kecil itu.

"Hai, namamu siapa dan di mana orang tuamu?" tanya Hanna.

"Nama aku Charles," jawab Charles.

"Charles, nama yang indah. Jangan jauh-jauh dari orang tua kamu," kata Hanna.

"Iya mama dan papaku lagi ambil barang di dalam. Kami lagi menunggu taksi. Kakak aku mau tanya," balas Charles.

"Mau tanya apa, Charles?" tanya Hanna tersenyum lembut.

"Kakak kenapa pakai selendang di kepala terus? Kakak mirip yang di televisi kemarin aku tonton. Kakak jangan-jangan kembarannya," jawab Charles.

Hanna teringat dengan wajah yang dia lihat di layar televisi pesawat kemarin saat dia menonton berita.

"Oh iya, aku sedang sakit makanya memakai selendang, itu bukan aku. Kamu tahu tidak kalau di dunia ini kita punya tujuh orang yang mirip dengan wajah kita?" tanya Hanna tersenyum.

"Iya, tapi sayang banget kembaran Kakak sudah di surga," jawab Charles.

"Iya benar juga," balas Hanna berfikir.

"Hei, kamu ngapain?" tanya Edgar.

"Edgar, kenapa kamu begitu?" tanya Hanna yang terkejut.

"Anak tidak dikenal jangan kamu ajak bicara. Tidak baik," jawab Edgar.

Gustav membawa jauh anak kecil itu dari hadapan Hanna.

"Jangan kasar sama anak kecil," tegur Hanna.

"Mobil kita sudah datang," kata Edgar sambil menggendong Hanna.

Hanna langsung dibawa masuk ke dalam mobil. Hanna melihat pengawal Edgar mengembalikan Charles ke orang tuanya sambil menegur.

"Kalian ini kenapa berlebihan? Dia cuma seorang anak kecil," kata Hanna yang kesal dengan tindakan kekasihnya.

"Sayang, anak tadi anak nakal. Orang tuanya saja tidak menjaga anak mereka dengan baik," balas Edgar.

Mobil berjalan meninggalkan bandara. Hanna melihat anak kecil itu terlihat sedih karena perbuatan Edgar menghelakan napas kasar.

"Lain kali aku tidak mau kamu kasar begitu," kata Hanna.

"Maaf, Sayang," kata Edgar sambil menggenggam tangan Hanna dan mengecupnya.

"Kamu minta maaf mulu, aku tak butuh maaf kamu," balas Hanna kesal.

"Jangan marah dong, aku jadi takut," kata Edgar sambil mengecup-ngecup tangan Hanna.

"Iya aku tidak marah," balas Hanna.

"Begitu dong.Sayang, lihat ke luar. Pemandangannya bagus," kata Edgar.

"Iya bagus," balas Hanna yang terpanah dengan pemandangan London.

"Kita akan lama di sini, jadi kamu bisa menikmati pemandangan kota ini sampai kamu bosan dan terbiasa," kata Edgar.

"Tetap aja aku tidak bisa keluar dari apartemen," balas Hanna.

"Nanti kamu boleh keluar kalau dokter memperbolehkan," kata Edgar lembut.

Ponsel Edgar tiba-tiba berdering. Dia melihat ponselnya.

"Dari papa," kata Edgar.

"Angkat saja," balas Hanna.

Edgar mengangkat telepon dari papanya.

"Pa, ada apa?" tanya Edgar.

"Ini mama kamu katanya telepon kamu tidak diangkat," jawab Oscar.

"Oh iya, kami baru saja naik ke mobil," kata Edgar.

"Oke hati-hati di jalan," balas Oscar.

"Pa, boleh aku bicara sama mama?" tanya Edgar.

"Iya. Papa kasih ke mama kamu," jawab Oscar.

"Halo, Edgar. maaf mengganggu kamu, kamu sudah sampai udah di mana?" tanya Agatha lembut.

"Sudah sampai, ini sudah didalam mobil sama kekasihku yang paling cantik. Mama mau bicara dengan Hanna?" tanya Edgar yang tahu betul mamanya hanya ingin bicara pada Hanna.

"Boleh," jawab Agatha.

Ponsel Edgar diberikan ke Hanna. Hanna menempelkan ponsel di telinganya.

"Halo, Ma. Aku sudah sampai di London, indah banget kotanya. Mama harus ke sini segera biar kita bisa jalan-jalan," kata Hanna penuh semangat.

"Mama jadi tidak sabar bertemu kamu. Baru aja antar kamu berangkat, tapi langsung kangen," kata Agatha.

"Ma, tadi Edgar galak sama anak kecil. Bagaimana kalau kita punya anak? Ngeri," balas Hanna membuat Agatha terbahak, Edgar.

"Galak sama anak kecil kayak papanya dong," kata Agatha sambil menyikut perut suaminya.

Oscar geleng-geleng kepala melihat istrinya yang sangat senang kalau berbicara dengan Hanna.

"Iya, Ma. Apa dia cemburu karena anak tadi laki-laki? Dia tidak jelas banget kalau cemburu sama anak kecil," kata Hanna.

"Namanya juga cemburu. Mau anak kecil mau bukan yang penting laki-laki," balas Agatha.

"Iya, tapi tadi ada yang lucu deh. Anak tadi komentar wajah aku mirip sama seorang gadis yang baru saja meninggal. Sepertinya terbunuh," kata Hanna.

"Sayang, jangan bicara yang menyeramkan begitu. Mama jadi takut," balas Agatha.

"Enggak, Ma. Aku tidak bermaksud menakuti. Aku bilang aja sama anak kecil itu bahwa di dunia ini ada tujuh orang yang wajahnya mirip dengan kita," kata Hanna.

"Iya. Mama yakin tidak yakin sih sama ucapan yang satu itu," balas Agatha.

"Sayang, jangan terlalu banyak berbicara. Radiasi ponsel tidak bagus untuk kamu," tegur Edgar.

"Iya, sebentar lagi," balas Hanna dengan tatapan memohon.

"Oke lima menit," kata Edgar.

"Sayang, Edgar menegur kamu? Sudah, kamu istirahat. Jangan terlalu banyak berpikir yang tidak-tidak," balas Agatha.

"Iya, Ma. Nanti aku ceritain lagi begitu sampai apartemen. Pengen lihat sebagus apa tempat itu," kata Hanna.

"Kalau soal apartemen, Edgar pasti memberikan tempat yang nyaman untuk kamu. Kamu semangat berobatnya biar cepat sembuh," balas Agatha.

"Iya, Ma. Makasih, sampai jumpa nanti lagi," kata Hanna.

"Sampai jumpa juga. Mama berharap bisa cepat ketemu kamu lagi," balas Agatha.