Hanna mendadak tersinggung dan langsung menatap tajam ke Edgar.
"Maaf, kenapa kamu membawa aku ke sini kalau aku lusuh?" tanya Hanna ketus.
"Hanna, kamu kenapa ketus begitu sama kekasih kamu?" tanya Edgar.
"Ya aku ketus karena kamu bilang penampilan aku lusuh. Ya memang aku berbeda sama kamu, kamu terlihat seperti pria mapan. Sekarang aku mau pulang saja. Ambil pakaian ini, aku bisa beli kok," jawab Hanna.
Hanna bangun dari ranjang lalu berjalan menuju pintu keluar.
"Hanna, apa-apaan ini?" tanya Edgar.
Edgar menarik tangan Hanna hingga tubuh mereka saling bertabrakan.
"Sudahlah, aku mau pulang dan aku juga sudah tidak bisa masuk kerja. Aku bisa diomelin sama orang tua aku," kata Hanna.
"Kamu diomelin juga karena ulah kamu sendiri, Sayang," balas Edgar berusaha menahan emosinya saat ini.
"Edgar lepas, aku mau pulang," kata Hanna.
"Aku antar. Kamu tidak bisa pulang sendiri," balas Edgar.
"Kenapa tidak bisa? Aku bahkan bisa memanggil taksi," kata Hanna.
Tring
Ponsel Hanna berdering membuat pertengkaran mereka berhenti sejenak.
"Ponsel kamu berbunyi," kata Edgar.
"Iya dari mamaku," balas Hanna.
Hanna mengangkat telepon itu dan menjelaskan ke mamanya apa yang terjadi dengan dia dan dia di mana sekarang. Setelah dia selesai menelepon, dia menatap ke arah Edgar.
"Sayang, ada apa?" tanya Edgar.
"Kalau kamu benaran cinta sama aku, bisakah aku berkenalan dengan orang tua kamu atau kamu kenalan dengan orang tuaku?" tanya Hanna menatap manik mata Edgar.
"Hanna, orang tuaku tidak tinggal di sini. Kalau soal aku bertemu orang tua kamu kapan, aku mau ketemu mereka saat kamu sudah mengenali keluargaku dulu," jawab Edgar.
"Terserah kamu," balas Hanna melepaskan genggaman tangan Edgar di tangannya.
"Aku antar kamu pulang," kata Edgar.
Edgar mengambil kantong belanja baju untuk Hanna lalu berjalan mengikuti Hanna sambil menatap Hanna.
"Kenapa Hanna mendadak jadi berubah padaku?" gumam Edgar.
"Apa dia tidak nyadar aku sudah seperti wanita murahan, dibawa ke hotel dan orang tuaku tidak tahu? Apa dia tidak merasa bersalah?" gumam Hanna.
Saat mereka sudah sampai di depan mobil, Edgar membukakan pintu untuk Hanna. Edgar melihat Hanna sudah masuk langsung masuk ke dalam mobil dan mulai mengendarai mobilnya. Sepanjang di perjalanan, Hanna hanya diam saja
"Hanna, ada apa? Apa aku melakukan kesalahan?" tanya Edgar.
"Tidak ada apa-apa. Aku merasa kamu tidak akan serius padaku," jawab Hanna.
"Kata siapa aku tidak mau serius sama kamu? Kamu lihat nanti aku akan memperkenalkan salah satu keluargaku ke ke kamu," kata Edgar.
"Oke aku tunggu," balas Hanna dengan wajah datarnya.
Edgar tersenyum pada Hanna, tapi gadis itu memalingkan wajahnya. Saat mereka sudah sampai di apartemen Hanna, Hanna melihat ke arah Edgar.
"Sayang, bisakah kamu jangan marah padaku?" tanya Edgar.
"Edgar, buka pintunya. Tidak lucu tahu," kata Hanna.
"Sayang, ada apa? Kenapa kamu marah sama aku, padahal aku mencintai kamu?" tanya Edgar menggenggam tangan Hanna.
Hanna menepis tangan Edgar dengan kasar membuat tangan pria itu memerah.
"Cukup, kita lebih baik putus. Aku mau yang serius depan mata dan mungkin benar kata orang tuaku, aku harus mencari yang jelas di depan mata," kata Hanna.
"Aku tidak suka kamu berbicara seperti itu," balas Edgar.
"Kamu mau aku seperti apa? Selalu manis di depan kamu, tapi aku menyimpan seribu pertanyaan untuk kamu setiap hari dan orang tuaku bertanya tentang kamu," kata Hanna.
"Berikan aku waktu tiga bulan lagi, Hanna. Setelah itu, kita akan berkenalan dengan orang tua kamu dan kamu akan berkenalan dengan orang tua aku," balas Edgar.
"Terserah. Aku mau turun, nanti baru kita bicarakan. Buka kunci mobilnya sekarang, Edgar," kata Hanna.
"Sayang, aku tidak mau berpisah dari kamu. Maafin aku," kata Edgar membelai pipi Hanna lalu turun ke bibir.
Edgar menempelkan bibir mereka berdua. Tangan Edgar memegang-megang anggota tubuh Hanna membuat Hanna murka.
"Berhenti," kata Hanna.
Edgar tersenyum pada Hanna yang terlihat sangat takut dan gugup padanya.
Ceklek
Suara pintu mobil terbuka saat Edgar mendorong pintunya.
"Pintu sudah terbuka, Sayang. Kamu boleh pulang," kata Edgar.
Hanna yang melamun dan merasa kikuk turun dari mobil lalu berlari ke apartemen keluarganya.
Edgar menatap Hanna yang berlari terkekeh dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kamu tidak akan pernah lepas dariku, Hanna. Kamu terlalu manis untuk dilepaskan," kata Edgar.
Hanna yang sudah masuk ke dalam apartemen melihat kedua orang tuanya di depan dia sambil menyilangkan tangan mereka menjadi merasa sangat bersalah karena dia baru pulang.
"Ma, Pa," panggil Hanna.
"Hanna dari mana saja? Apakah Papa sudah mengizinkan kamu keluar? Tadi Papa juga lihat kamu diantar oleh seorang pria menggunakan mobil, kalian habis ngapain? Jangan buat malu keluarga kita," kata Louis.
"Aku tidak melakukan hal aneh. Semalam aku menginap di tempat teman," balas Hanna.
"Teman apa? Teman laki-laki, kenapa pria itu tidak kamu kenalin ke kami?" tanya Louis.
"Pa, aku minta maaf. Aku tahu aku salah, tapi sekarang aku mau istirahat dulu. Kepala aku pusing," jawab Hanna.
"Jangan bertemu pria yang tidak jelas seperti itu, Hanna. Papa mohon sama kamu," kata Louis.
"Iya, Pa. Aku juga mohon sama Papa jangan marah ya sama Hanna," balas Hanna.
"Papa tidak marah. Papa hanya tidak mau anak Papa terluka," kata Louis.
"Iya Mama juga mau anak gadis Mama baik-baik saja dan mendapatkan yang terbaik," kata Elsa.
"Iya, Ma. Maafin Hanna," balas Hanna.
"Jauhi pria yang tidak jelas ya, Sayang. Mama khawatir sama kamu," kata Elsa.
"Iya, Ma. Hanna janji akan menjauh dari dia," balas Hanna.
"Oke," kata Elsa memeluk putrinya.
"Ma, Pa, aku pamit ke kamar ya," kata Hanna.
Hanna masuk kedalam kamarnya. Dia menatap diri dia di cermin sambil memegang bibirnya.
"Apa aku salah memilih? Kenapa aku merasa Edgar memiliki sesuatu yang disembunyikan dariku?" gumam Hanna.
Tring
Suara pesan masuk di ponsel Hanna berbunyi. Dia melihat siapa yang mengirim pesan itu dan ternyata Edgar menghelakan napas kasar. Dia membalas pesan Edgar dan tak lama balasan muncul lagi. Dia mau membalas lagi, tapi mendadak sudah keburu ditelepon.
"Dia menyebalkan sekali," gumam Hanna.
Hanna menyueki panggilan itu. Dia melihat Edgar terus menelepon mematikan ponselnya setelah memblokir nomor kekasihnya. Dia tidak mau lagi berurusan dengan Edgar.
"Lebih baik aku membersihkan diri," kata Hanna.
Hanna pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri setelah mengambil handuj dan pakaiannya.
***
Di kamar lain, Elsa dan Louis sedang mengobrol hal serius.
"Pa, apa Hanna baik-baik saja? Aku lihat dia merasa bersalah pada kita dan juga dia terlihat sedih," kata Elsa.
"Hanna putri kita memang jarang berbicara banyak. Papa juga bingung ada apa dengan anak itu. Kita hanya bisa mendoakan yang terbaik dan mengarahkannya," balas Louis.
"Iya, Pa. Aku hanya takut saja," kata Elsa.
"Cukup, jangan terlalu merasa takut. Oh iya, tadi Niko ada tugas kuliah sama teman-temannya?" tanya Louis.
"Iya, Pa Palingan sore baru pulang," jawab Elsa.
"Oke. Semoga anak itu tidak keluyuran," kata Louis.
Iya, Pa," balas Elsa.
***
Seorang pria yang baru saja sampai di ruang kerjanya melempar semua barang di meja hingga pecah. Dia sangat marah pada kekasih dia yang mulai berani menghindarinya.
"Berani sekali gadis kecilku menghindari aku. Lihat saja apa yang bisa aku lakukan pada dia," kata pria itu dengan senyum mengerikan terpatri di wajah tampannya.
Tok tok tok
Suara pintu diketuk dari luar membuat pria itu menghentikan aksinya. Dia menyuruh orang yang berada di depan untuk masuk ke dalam.
"Sayang, kamu kenapa?" tanya seorang wanita yang baru saja masuk ke dalam.
Pria itu memijat pelipisnya saat tahu siapa yang datang ke ruangannya.