"Seriusan, abang suka banget sama dia dek. Tapi kenapa dia minta putus sih, padahal dia tau sesuka apa abang sama dia. Abang dateng kerumahnya malah diusir sama bundanya, abang juga udah manggil bunda ke ibunya saking deketnya."
Santika dengarkan bagaimana kakak-kakakannya bercerita tentang mantan pacar yang minta putus pas lagi sayang-sayangnya. Malam-malam Santika dibangunkan dengan dering ponsel yang berteriak minta di angkat, sialan banget memang abangnya ini. Sudah tau jam menunjukkan pukul satu malam.
Malah menganggu bobonya Tika, kan jadi sebel. Abang cerita dari A sampai Z terus di ulang lagi yang akhir cerita keluhan itu tidak terima diputusin, kalau bisa abang aja yang mutusin.
Katanya lebih sakit ditinggalkan ketimbang meninggalkan.
"Gimana terus, cariin abang cewek deh biar bisa move on. Kalau perlu cariin yang lebih cantik dari si Caca, biasanya cewekkan panas banget kalau dibedain sama yang lebih cantik dan perfect dari dia. Menyesal pasti."
Tuhkan, ujungnya minta dijodohin. Kencan buta lagi abis itu putus minta cariin lagi, nggak tau apa karena nyariin abang pacar Tika jadi nggak bisa nyari pacar. Kebanyakan jomblo dan curhat diabang kadang suka lupa kalau-kalau Tika punya pacar terus diputusin karena cemburu sama abang.
Kalau mau pergi juga pasti hubunginnya abang dulu biar nganter semisal supir rumah dibawa ayah sama ibu pergi. Nanti pasti abang langsung hengkang on the way nyusul Tika.
Tika itu sudah jadi adik emasnya abang Farhan, si pemilik restoran terkenal sekaligus pemilik saham mall Sandiego di kota ini.
Uh, sudah keliatan lah orang kayanya. Apalah Tika yang syukur-syukur mencukupi. Tapi tidak sekaya abang yang minyak wangi saja seharga beli motor matic, aduh batuk berdarah kantung uang Tika. Apalah Tika yang minyak wangi saja belinya yang di pakai seribu umat, tidak berani beli-beli yang kaya abang kalau tidak dibelikan.
Abang kan punya teman-teman berduit dan berkedudukan tidak main-main, apalagi abang katanya punya saham juga di beberapa perusahaan milik temannya dan sering bepergian keluar negeri untuk mengecek restoran milik abang yang ada disana, masih diasia tenggara kok.
Tapi omset abang bikin Tika menganga. Sebab nol nya ada banyak dan nggak tau itu berapa. Pokoknya banyak, kalau mau tau lengkap tanya abang saja.
"Iya abang, rewel banget. Besok lagi dibahas juga bisa, Ini Tika ngantuk loh lagi tidur di telepon cuma buat curhat. Ketahuan banget ngenesnya udah kaya kucing kawin tengah malem. Udah! Besok masih ada, aku mau tidurrr!!."
Dengan itu ponsel Tika dia lempar asal tidak tau dimana, karena tidak ada dua menit Tika sudah tidak sadarkan diri. Santika sudah mengarungi dunia mimpi dengan napas teratur.
Berbeda dengan Farhan yang memaki kesal karena teleponnya dimatikan sepihak, sedang dadanya masih panas karena tadi dia mau bilang. Kalau pacarnya minta putus juga karena punya yang baru, dia baru saja diduakan niat mau mempertahankan tapi perempuannya tidak mau ditahan.
Ya wasalam, dilepaslah sampai meninggalkan rasa sakit berjudul.
Ditinggal lagi sayang-sayangnya.
.
.
.
Besoknya, Santika dijemput abang dari tempat kerjanya disebuah perusahaan percetakan. Tau-tau sudah dicegat abang, sebab ketika pagi tiba Santika abaikan telepon abang yang berisik dan mengganggu pagi Tika yang sedang kasem-sem sama salah satu teman yang kantornya dekat dengan kantor percetakan Tika.
Niat mau jalan sama cowok malah dihadang abang, niat mau jalan dulu baru bilang abang jadi batal. Apalagi sicowok yang disuka Tika datang mendekat sambil manggil nama, abang nengok terus natap Tika lagi menyelidik.
Please deh, kadang sikap abang bikin para lelaki didekat Tika insecure mau dekatin. Karena abang yang se-badas dan se-perfect ini bisa jadi kakak zone Tika.
"Tika, jadi jalankan kita?."
Yang ditanya meringis sambil menarik lengannya mendekat dan berbisik.
"Git, kenalin ini bang Farhan. Bang kenalin, ini Sigit teman cowok Tika."
"Sigit bang, gebetan Tika."
Semprul, Tika merapal berbagai doa dalam hati ketika Sigit si sableng malah bilang gebetan. Sudah tau tanduk abang mulai terlihat, napas panasnya saja sudah terasa seperti banteng siap menyeruduk siapa saja dihadapannya.
"Gebetan ya?... Tika nggak pernah bilang punya gebetan sekumel kamu. Dan apa anting nggak jelas ditelinga kamu, dan tato di leher kamu. Mau ngajak Tika ngamen di lampu merah ya?. Tika nggak suka makan diemperan, seringnya dia bengek sampai mual karena nggak cocok. Jadi kalau bisa bawa Tika ke tempat sekelas restoran mahal yang viral."
Tuhkan, mulut bon cabe abang muncul. Si Sigit sih pake acara ngomong gebetan sedang tangannya saja belum dijabat balik oleh abang yang malah mengomentari cara berpakaian dan segala aksesoris yang digunakan Sigit. Uh, abang belum tau saja Sigit ini sebenernya anak pemilik perusahaan disebelah kantor Tika.
Lagian sejak kapan Tika mual makan di amperan? Perasaan diajak abang jajan juga suka di pinggir jalan tuh banyaknya. Si abang suka totalitas bohongnya ya.
Kan padahal lumayan kalau jadi gebetan, bisa jadi cuan berjalan sementara, dimanfaatkan lagi sayang-sayangkan pasti buta kalau duit kepake buat jajanin Tika yang suka makan.
Sigit lipat tangannya menjadi kepalan dengan senyum sesopan menahan marah, untung tidak lepas itu emosi. Kalau sampai kemakan omongan propokator abang sudah jadi arena tinju disini.
"Oh, tenang aja bang. Saya bakal bawa Tika ke tempat yang nggak murahan dan nggak bakalan abang tau."
"Baguslah kalau begitu, saya tenang nitipkan anak kecil kaya Tika ke kamu yang banyak duit. Karena Tika paling males sama anak orang kaya yang minta duit doank tapi nggak kerja."
Sudah, habis itu abang hengkang dengan elegan setelah memberikan anggukan ringan dan tersenyum culas karena berhasil mengenai tepat sasaran siapa yang abang bicarakan.
Abang sialan. Awas kalau sampai abis ini Tika malah dijauhi gebetan baru, Tika pites hidung mancungnya dan Tika kelabang mulut merconnya.
Sampai di restoran Tika salah tingkah, ternyata Sigit kemakan omongan abang. Terus Sigit kayanya salah bawa Tika, Tika nggak suka makanan berbau seafood dan Sigit bawa Tika kesini. Seharusnya Sigit bertanya dulu jangan ambil keputusan sendiri seakan menguji Tika.
Walau sedang tenar-tenarnya restoran begini Tika nggak suka dan bikin alergi karena mulut petasa abnting punya Tika bakalan gatal-gatal sampai dalam lidah.
"Kamu mau apa?."
Tika bingung, melihat jajaran makanan yang bisa Tika ambil sebanyak mungkin selama di restoran. Tika cuma mengikuti saja yang Sigit ambil karena nggak tau.
Tika biasanya di ambilin abang jadi ketika disuruh ambil makanan begini Tika kebingungan. Keseringan di layani abang selama bepergian Tika jadi kikuk pas ambil sendiri.
"Kenapa kamu ikutan ambil yang aku ambil?."
"Aku nggak tau mana yang enak, Git. Kamu sih ajak akunya kesini, mana suka aku."
"Oh... jadi kamu memang nggak bisa ya dibawa susah nantinya, sampai makanan di restoran besar begini aja masih kurang? Sematre itu kamu?. Ambil saja yang terlihat enakkan bisa, nggak usah manja kalau kamu pengin aku bawa ke restoran bintang lima!!"
Sadis dan tajam Sigit tinggalkan Tika dengan keterpakuan dimana beberapa pasang mata melihat kearah Tika dan kepergian Sigit ke meja tempat mereka duduk.
Malu dan tidak punya muka. Tika asal ambil saja yang dia lihat dan mendekat kearah Sigit dengan takut-takut. Soalnya muka Sigit datar dan kasar nahan marah kayak papan penggilesan cuci, Tika jadi nggak berani angkat muka buat ngomong.
Dia makan sup yang tadi di ambil dan rasanya lumayan, terus makan ayam yang entah dikasih bumbu apa, lalu Tika coba udang dan entah seafood apa namanya.
Tika baru lihat dan rasanya aneh, Tika nggak suka. Mau di muntahkan niatnya tapi Sigit langsung tatap Tika tajem bukan main sudah kaya sisi mata pisau yang tajam siap nyincang daging, melihat gelagat Tika mau keluarin makanan dengan tangkupan tangan dimulut.
"Kenapa kamu?."
Tika geleng kepala sudah kaya video klip lagu anak yang bunyinya. Mama, geleng-geleng. Eh, itukan mama bolo-bolo kakak.
Setelah itu Tika nggak lagi makan piring berisi entah seafood apa itu. Soalnya lidah mendadak gatel didalam sana, mau ngeluh tapi nggak berani ngeliat Sigit diam seribu bahasa apalagi bahasa inggris yang nggak Tika bisa sampai sekarang.
Sudahlah setelah dari restoran semuanya suram dan Tika sama Sigit cuma diam-diaman saling mengasingkan diri.
Kemudian hubungan itu berlanjut tanpa ada kepastian status yang benar sampai mulai dingin kay nasi di piring kelamaan ditinggal, mulai keras dan berkerak. Walau Sigit tetap menjemput pulang Tika, mengobrol sesekali dalam tawa hambar, tapi ada sekat setelah itu.
"Gara-gara abang nih..."
Tika melirih sendiri sambil menatap ponsel dimana dia melihat postingan salah satu teman satu kantornya yang membuat snap video dengan gebetan sedang jalan sambil pegang tangan dan kelihatan bahagia sedang Tika malah menyedihkan.
"Kamu mau bawa aku kemana emangnya. Kok dipinggir jalan gini sih."
Begitu isi suara dalam video snap yang Tika tonton ulang terus.
"Mau bawa kamu jajan di kaki lima, tukang sate disini enak, mau ajak kamu coba makan tempat langganan aku."
Tika selama jadi gebetan mana pernah diajak ke tukang sate yang pernah Sigit bahas buat bawa Tika kesana, itu cuma wacana sebelum Sigit kemakan omongan abang yang bohong besar.
Seharusnya Sigit sadar kan, Tika selama dekat dalam artian sudah mau dapet status pacaran. Tika nggak pernah neko-neko, Tika mana minta yang aneh-aneh. Cuma ya...
Sesekali Tika memang nggak mau dibawa ke tempat makan yang jorok pengolahannya. Em... Sebenarnya sering sih, terus abang ngomong begitu ke Sigit buat Sigit mikir dan sadar selama ini Tika terlalu menjaga makan banget dalam jajan.
Sigit belum tau saja seberapa banyak Tika punya alergi sama makanan dan obat. Pasti bakalan kaget di tempat sampai buat melongo kalau tau. Hiperbola bangetkan Tika.
"Kamu nanti jangan pilih-pilih makanan ya, tapi nanti aku usahakan buat kamu apa aja pasti ada."
"Uhh..."
Tika hapus air mata yang jatuh tanpa sadar basahi pipi, cemen banget ya Tika. Padahal belum jadian dan bisa kapan saja di tinggalkan. Yang sudah ada status saja tetap bisa meninggalkan dan di tinggalkan, Tika harus terima kalau memang Sigit nggak mau lagi sama Tika.
Tapikan Sigit bisa bicara sama Tika kalau hubungan mereka nggak bisa diberi harapan untuk status pasti, bukan malah cari yang baru selagi Tika masih menaruh harap dalam hubungan mereka. Kekanakan banget kan, seharusnya pikirkan gimana perasaan Tika sebagai perempuan.
Sudut hatinya terluka dan terasa mengganjal sakit.
Kok rasanya jadi kaya barang gitu, sudah bosan tinggalkan, beli baru.
"Jangan nangis, kamu kuat dan masih banyak yang mau sama Tika. Semangat!!" Mengepal tangan dan mengangguk menyemangati diri.
"Tika masih bisa cari yang baru, hm... Sigit cuma remahan kuaci. Nggak pantes sama Tika si dewi kahyangan."
"Mimi peri maksud lo, Tik?."
Tanya suara yang kepalanya nongol menatapi Tika dengan jenaka yang entah dari kapan.
"Apaan sih Doni, ihhh!." Tika tutup muka merah sehabis nangisnya.
Sumpah Tika malu karena ketahuan sama salah satu teman yang beda kubikel disebelahnya. Lupa kalau Tika masih dikantor malah asik ngomong sendiri.
"Kata lu, dewi kahyangan. Yang punya keperawanan tanpa habis itukan? Ya mimi peri."
"Doni bego. Diem deh lo!"
Tika langsung hengkang ke dapur buat cuci muka. Malunya sampai sumsum tulang, mendadak galau melow Tika bablas kedalam perut karena malu.
Soalnya Doni ini termasuk laki-laki tsunder dalam novel-novel gitu. Jarang ngomong dan senyum, sekalinya ngajak ngomong pas Tika lagi ngomong sendiri yang mana kalau dimata orang terlihat seperti orang gila.
.
.
.
"ABANG!!! Tanggung jawab, Sigit beneran jauhin aku tau. Jahat banget sih suka bikin gebetan Tika benci dan tinggalin Tika gitu aja pas ketemu sama abang. Udahlah Tika mau jauh-jauh dari abang kalau misalkan abang giniin Tika terus. Nggk ada kata pisah dia cari yang lain, mau bilang dia selingkuh tapi bukan siapa-siapa, mau marah juga Tika nggak punya hak selain bersembunyi dibalik kata gebetan. Kesel banget!! Udahmah Tika ketahuan nangis di depan si Doni, huwaaaaaa. Imaje kalemku hilang dihadapan Doni. Huhuhu..."
Terus Tika ngomong udah kaya kereta api nggak punya rem diatas lintasan rel kereta, Tika ngomong sambil jalan kearah abang yang tengah santai ria diatas kursi ditaman belakang rumah bersandar memejamkan mata menikmati semilir angin malam. Tinggal tunggu masuk anginnya saja sih.
"Abang!!"
Tika geplak mukanya yang songong tapi ganteng dengan tanpa perasaan sampai abang kaget dan bangun dengan tidak cantiknya sebelum pantat seksinya jatuh dengan cara menyedihkan. Bodo amat, intinya marahnya Tika tersalurkan dengan mukul abang.
"Kamu kenapa Tika?. Nggak tau apa abang lagi menikmati angin malam."
"Nikmatin dari mana, yang ada masuk anjing iya."
Digeplaknya mulut non akhlak milik Tika, sampai Santika mengaduh berteriak.
"Mulutnya pake filter hp oppen coba biar cantik dikit kalau ngomong."
Abis itu Tika marah dan ninggalin abang dengan mata merah dan dikejar oleh abang seperti serial film india.
Ditarik tubuh Tika sampai masuk dalam pelukan tubuh besar abang sedang tinggi Tika cuma sampai dada abang. Tika langsung menangis seperti bayi kehilangan sumber asi.
"Nyebelin banget tau, bang. Tika padahal nggak pillih-pilih makanan, bukannya Tika nggak mau makan di amperan dan segala kaki lima dipinggir jalan. Tika bukannya matre atau jijik dengan tempat-tempat kumuh. Tika punya banyak alergi, abang juga tau. Tika selalu jaga kesehatan karena Tika mau sembuh dari segala penyakit alergi ini. Kenapa sih, Sigit nggak ngomong aja sama Tika, diskusiin bukan malah main tinggalin Tika tanpa penjelasan."
Abang diam sambil mengusap punggung mungil Tika lembut sedang yang menangis semakin mengeratkan pelukan dan mengusak wajah di baju kaos abang sampai lecek dan basaha oleh ingus serta air matanya.
"Sakit banget rasanya..."
Malam menjadi saksi dimana Tika menangis dalam pelukan abang, angin menemani dengan gemeresik bunyi dahan dan daun saling berbenturan terkena angin. Bintang dan bulan membisu meresapi kedekatan keduanya yang tergantung dalam status adik-kakak zone.
Setengah jam setelah semua uneg-uneg Tika tersampaikan, Tika lepas rengkuhan eratnya dari tubuh abang dan tatap wajah abang dengan wajah kucel bak baju tidak digosok.
"Abang kalau mau seleksi calon pacar Tika jangan kaya gitu lagi caranya, abangkan bisa ajak bicara berdua. Jangan buat kebohongan lagi...nggak bohong sih. Tapi maksudnya jangan kaya gitu juga, nanti gebetan Tika terus salah prasangka sama aku. Ujungnya Tika lagi yang di tinggalkan dan sakit hati."
Abang cuma manggut-manggut manut ucapan Tika, dia tidak tega terus mengusap air mata yang lagi-lagi mengaliri kedua pipi Tika.
"Abang jangan jegal jodoh Tika lagi ya, jangan pakai cara kaya gitu lagi. Tika nggak pernah begitu ke pacar dan gebetan abang."
"Hem... Maafin abang kalau begitu, buat Tika nangis begini. Cengeng banget ya..."
Terus abang rengkuh lagi tubuh Tika kedalam lingkup tubuh tinggi besar abang. Pelukan paling nyaman setelah keluarga kandungnya adalah abang. Tika akan selalu balik badan untuk mencari perlindungan atas rasa sakit yang datang dari cinta ketika emosi itu pergi pamit meninggalkan luka.