webnovel

Dungeon Apocalypse: Earth Violates The Rules (Indonesia)

Dunia telah berubah, munculnya monster-monster aneh, kekuatan super, Dungeon, Hewan berevolusi, serta terlihatnya kembali makhluk-makhluk legenda, telah membawa dunia pada kehancuran. Alan hanyalah seorang bawahan biasa dari seorang dungeon master di dunia apokalip ini. Pencapaian terbesarnya adalah menjadi bagian dari 1000 penyerang Dungeon terkuat. Tapi itu masih belum cukup, pada akhirnya dia mati setelah dimakan oleh monster dalam pertarungan. Ketika dia membuka matanya lagi, dia terkejut ketika menyadari bahwa dia telah kembali ke dunianya 27 tahun di masa lalu, di hari tepat sebelum apokalip terjadi. Dengan pengetahuan masa depannya, apa yang akan dia lakukan? Temukan artefak suci? Mencari harta tersembunyi? Menjadi pendekar pedang terbaik? Bahkan dengan semua itu masih belum cukup. Dengan menggunakan pengetahuannya tentang masa depan, dia akan berusaha menjadi seorang 'Farmer'. Menjadi Dungeon Farmer terbaik.

Night_Farmer · 奇幻
分數不夠
89 Chs

Kembali ke bumi dan Perubahan Situasi

Setelah merasakan pengalaman tidak mengenakan lubang ruang, Alan dan para 'Traveler' lainnya akhirnya kembali ke bumi.

Bola-bola putih memantul keluar dari retakan ruang dan berubah wujud menjadi berbagai macam bentuk sosok, ada yang berubah menjadi manusia utuh seperti Alan, ada yang kembali sebagai mayat dengan anggota badan yang terpisah, ada juga yang kembali hanya dalam bentuk 'bubur merah'

Segera suara Shutter kamera dan suara muntah, bercampur dan menyerbu telinga Alan.

"..."

Jujur meski Alan sudah terbiasa melihat Pemandangan seperti ini di masa lalu, tetap Alan merasa dia tidak ingin memakan sesuatu seperti bubur untuk makan siang hari ini.

Lagi pula situasinya berbeda dengan saat ia bertahan hidup di era kacau, Alan masih bisa memilih makanan apapun yang dia suka tanpa harus khawatir kelaparan ataupun kekurangan makanan.

Alan ingin lebih banyak menikmati era yang masih damai ini.

Menahan perutnya yang bergemuruh, Alan berjalan menjauh dari retakan ruang yang sudah mulai kabur.

Sama seperti sebelumnya di luar retakan ruang masih ramai di penuhi orang-orang, perbedaannya hanya pada jenis orang yang mengisi keramaian itu.

Di luar tidak ada lagi warga sipil yang penasaran akan retakan ruang ataupun polisi yang bertugas menjaga ketertiban.

Sejauh mata memandang Alan hanya bisa melihat barikade dari orang-orang berseragam hijau, belasan wartawan dengan warna rambut dan kulit yang berbeda, serta beberapa orang yang mengenakan seragam 'kantor', yang mungkin adalah beberapa petinggi atau jenis orang penting lainnya.

Alan tidak terkejut, melihat waktu sekarang sepertinya perubahan dunia kedua telah datang, orang-orang atas mau tidak mau pasti sudah sadar akan krisis pada Bumi.

Mereka akan lebih memperhatikan semua hal yang berhubungan dengan Dungeon, alasan wartawan di ijinkan di sini juga untuk hal yang sama, mereka ingin membuat semua warga lebih memperhatikan tentang Dungeon, membuatnya sebagai propaganda.

Sayangnya mereka pasti tidak akan berpikir hasil buruk seperti ini pada orang-orang yang kembali dari dunia lain.

Alan memperhatikan seorang pria kurus dengan jas coklat gelap mendekat ke arahnya, yang diikuti oleh 5 orang tentara.

"Pak Alan, seseorang dari departemen Dungeon ingin bertemu denganmu, ikutlah dengan mau"

Nada yang dingin ini membuat Alan mengerutkan Alisnya, ini lah alasan mengapa dia membenci tentara, ketika meminta seseorang mereka selalu membawa kebanggaan dan kesombongan yang bodoh itu.

Tapi Alan masih menurut ikut, lagipula berkat mereka wartawan jadi tidak sibuk mengerumuninya, kali ini Alan memutuskan untuk memaafkan mereka.

Tetap saja Alan masih diam-diam merapalkan mantra tanpa ada yang memperhatikannya.

Alan berjalan di tengah, di kawal seolah mereka tidak ingin membiarkannya kabur.

Berjalan melewati barikade militer Alan melihat mobil hitam di ujung jalan.

Menggunakan mobil ini pasti akan menjadi perjalanan yang jauh, tanpa sadar Alan mengelus perutnya ketika di mencium bau sedap dari mamang-mamang pedagang kaki lima di pinggir jalan.

"Hei pinjamkan aku beberapa lembar uang, aku ingin membeli beberapa camilan untuk mengganjal perutku sementara waktu"

Bagaimana pun juga di departemen Dungeon nanti, dia akan di sajikan beberapa makanan lezat.

Tapi perkataan Alan bahkan tidak di gubris oleh tentara ataupun pria kurus berjas coklat.

Alan pun segera menghentikan langkah kakinya untuk memaksa mereka menanggapi.

"Pak Alan kami terburu-buru kami tidak punya waktu untuk berhenti dan mampir ke tempat lain" Pria kurus berjas coklat akhirnya menanggapi.

"Tidak, aku lapar aku ingin makan terlebih dahulu"

"Berhenti merengek seperti anak kecil Pak Alan, cepat ikutlah bersama kami, ini bukan permintaan, ini perintah!"

Kali ini salah satu tentara yang berbicara. Bahkan hanya meliriknya sekilas, Alan sudah bisa melihat wajah merendahkan yang mereka tampilkan ketika mereka sedikit menaikkan senjata di tangan mereka.

"Jika aku menolak?"

Hampir bersamaan setelah kata-kata ini fi ucapkan, di sekitar Alan muncul banyak sekali panah energi suram dan kacau, di depannya juga telah terbentuk sebuah barier yang sama seperti yang ada di luar Dungeon.

Tentu semua ini hanya Ilusi, bahkan Alan pun tidak mampu membuat semua ini dalam waktu instant kurang dari 1 detik.

Lagi pula ini hanya untuk gertakan, Alan merasa tidak perlu membuang begitu banyak energi untuk merapalkan mantra yang bisa menakut-nakuti mereka, satu mantra tipuan sudah cukup.

Reaksi para tentara seperti yang Alan harapan, mereka segera mengangkat senjata di tangan mereka dan mengarahkan nya pada Alan.

Tapi tidak ada lagi ekspresi arogan di wajah mereka, hanya ada ekspresi gelap seolah mereka mengingat sebuah trauma.

Tidak bisa di hindari, ketika melihat barier dan panah pelindung di sekitar Alan mereka sudah tahu mereka tidak akan bisa menang, mereka bahkan kehilangan keinginan untuk melawan.

Jika bukan karena disiplin dan reaksi naluriah yang tertanam dalam nadi mereka, tidak mungkin mereka masih mampu untuk mengangkat senjata dengan tangan gemetaran.

Mereka masih mengingat teman-teman mereka yang mati di lubangi di samping mereka, tanpa ada kemampuan untuk melawan.

"Tolong tenang pak Alan dan tolong mengertilah, situasi negara sedang kritis, kami membutuhkan bantuan mu untuk menjadi konsultan untuk departemen Dungeon yang baru di bentuk ini"

Meminta bantuan dengan kekerasan? Alan tidak ingin mengomentari cara mereka membujuk orang-orang tapi ada satu hal ingin Alan katakan pada mereka.

"Lihat wajahku! apakah aku terlihat seperti orang yang peduli dan cinta nasional?"

Lagi pula dengan munculnya manusia super dan makhluk-makhluk dengan kekuatan di luar nalar, sistem negara lama ini tidak akan mampu bertahan.

Terutama ketika pangkat atas di penuhi orang-orang rakus yang bekerja hanya dengan duduk mendebatkan omong kosong sambil diam-diam mencuri potongan-potongan kue rakyat, tidak mungkin memilik karisma dan pengaruh yang mampu untuk memimpin dan membuat orang bersatu.

Pada akhirnya mereka menurut dan memberikan beberapa lembar kertas merah, dengan syarat mereka harus ikut kemana Alan pergi.

Alan hanya tersenyum ketika mendengar syarat dari mereka, setelah mendapatkan uang yang cukup dia segera mengaktifkan mantra yang telah lama ia simpan di tangan kirinya.

"Sayangnya aku sudah tidak memiliki mood untuk ikut dengan kalian, kalian tidak akan mmemaksaku, bagaimana pun juga setelah ini kalian tidak akan bisa melihatku, <Nothing>"

Kata terakhir Alan mengucapkannya dalam bahasa Dungeon, ini adalah mantra ilusi dan hipnotis, yang akan membuat Caster dia abaikan oleh target seolah hanya udara kosong.

Sedikit mantra yang rumit membutuhkan waktu sekitar 5-7 detik untuk merapal dan mengaktifkannya.

Dalam pandangan mereka, Alan sudah menghilang dari tempat ia berdiri, seolah dia tidak ada di sana sejak awal, sekeras apapun mereka mencari Alan, mereka tidak akan bisa melihatnya untuk sehari.

Meskipun sebenarnya Alan masih berdiri tidak jauh dari mereka hanya beberapa meter, dia sedang berbicara pada mamang yang menjual ketoprak.

Dan kemudian memakannya dengan lahap seolah dia tidak pernah mengingat masalah 'bubur merah' sebelumnya.