webnovel

Dipaksa Menikahi Lelaki Buta

21+ dilarang keras bagi yang di bawah umur. Oke! Karena kerja sama antar bisnis dan perjanjian panjang lebar. Citra dijodohkan dengan anak teman papanya. Lelaki itu memang sangat rupawan. Namun, sangat dingin dan wajahnya sungguh datar. Bahkan dia juga telah kehilangan penglihatannya, membuat Citra geleng-geleng kepala dibuatnya. Awalnya Citra menolak perjodohan itu. Namun, papanya yang sungguh tak bisa dibantah dan wajahnya sudah berubah garang, akhirnya Citra memilih mengalah, mengiyakannya. "Jadi ... kamu mau menikahinya? Benarkah?" tanya Cirul, papa dari Citra ketika melihat kepala anaknya itu mengangguk. Cirul tersenyum dan langsung memeluk anaknya. Sementara di rumah mewah lainnya, lelaki tampan dengan membawa tongkatnya itu berdiri tegak ketika berhadapan dengan papanya. Sontak terkaget karena mendengar ucapan papanya itu. "Apa, Pa! Aku harus menikahi Citra? Si—siapa dia!"

Uvieyy · 现代言情
分數不夠
23 Chs

Sah

Semua mata kini menatapi Cito yang sekarang berteriak. Menjadikan Chandra mengerjap dan juga ikut menatapi papanya. Cito mengedipkan matanya sebentar ke arah putranya itu kemudian melototkan matanya supaya Chandra berubah menjadi serius. Enggak tau kenapa Chandra yang tadinya serius kini mulai malas seperti itu, padahal aslinya juga Chandra tidak melamun, tapi si Cito takut saja kalau Chandra melamun, jadinya beliau lebih baik menasehatinya sebelum terlambat.

"Hmmm Papa ini apa-apaan siiih," keluh Cisilia, mama tiri Chandra. Dia tak terima dengan yang diperbuat oleh suaminya yang juga benar-benar membuatnya terjingkat. Cito hanya bisa terkekeh dan langsung merangkulnya supaya Cisilia tidak marah kepadanya. Lalu menyuruh pak penghulu memulai kembali ijabnya karena menurut Cito putranya itu sudah aman kembali.

Chandra juga merasa kesal dengan sikap papanya itu, tapi dia bisa apa. Hanya bisa memendam dalam hati saja dan mulai menghela nafas panjangnya, usai pak penghulu mengucapkan ijab itu lagi lalu dia siap untuk membalas dengan qobulnya.

"Saya terima nikahnya Citra Marissa Antoni binti Cirul Antoni dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang sebesar 50 juta dibayar tunai." Chandra mengucapkan itu semua dengan sangat lancar karena dalam hatinya dia tak mau membuat malu dirinya sendiri dan semuanya. Padahal aslinya dia sungguh malas dan ragu-ragu dalam berucap, tapi semua ini tetap tidak akan menyelesaikan masalah apabila dia harus lari dari tanggungjawabnya, dia bukan lelaki yang cengeng jadi tetap dengan menjalani kehidupannya dan segera dipercepat keinginan papanya ini.

Pak penghulu pun tersenyum, menoleh ke semua orang atas suksesnya Chandra dalam mengucapkan qobulnya, sangat lantang dan tanpa suatu masalah. Beliau mengangguk-anggukkan kepalanya merasa senang tiada kesalahan oleh qobul Chandra. "Bagaimana para saksi?"

"Sah, sah, sah," balas semua saksi, membalas serempak dengan sama lantangnya seperti Chandra. Jadi semua kelantangan Chandra menularkan kepada semuanya.

"Alhamdulillah," ucap pak penghulu dan setelah itu ia pun memanjatkan doa dengan khusyuk, mendoakan kedua mempelai panjang lebar dan diikuti oleh semuanya, seusai berdoa pak penghulu pun menyerahkan surat-surat penting untuk ditandatangani oleh kedua mempelai. Chandra dan Citra dengan cepat menandatangani itu, dan kini keduanya pun sudah sah menjadi suami istri.

Citra pun membatin. 'Benarkah ini aku sudah menjadi istri orang? Astagaaaa lalu aku harus melakukan apa? Aku sungguh bingung, karena semua ini adalah hasil paksa perjodohan, jadinya yang pasti Chandra juga sudah pasti tidak menyukaiku sama sekali.'

Citra seketika mengerjap saat Chandra mengulurkan tangannya ke arahnya, entah itu karena keinginan Chandra sendiri ataukah untuk menutupi imagenya agar tidak dimarahi papanya, yang jelas Citra tidak melihat awal Chandra memulainya karena Citra sedari Chandra mengucapkan qobulnya sudah tidak fokus dan berkali-kali melamun, sangat tidak menikmati masa menikahnya ini.

Lalu Citra membalas uluran tangan Chandra saja dengan menarik tangan itu dan mengecup punggung tangannya. Citra mulutnya menganga saat mendengar semua orang tiba-tiba berteriak mengucapkan hal yang tidak ingin dia dengar dan dilakukannya, rasanya merinding seluruh badannya karena mendengar itu.

"Cium, cium, cium!" Begitulah hal yang didengar oleh Citra dan Chandra dari semua orang, apalagi kedua orang tua masing-masing sangat kompak dalam mengucapkan itu. Sudah pasti yang diinginkan mereka bukan sekedar ciuman di kening saja, jelas ciuman di bibir juga mereka inginkan. Jadinya Citra hanya terkekeh dan menatapi semua orang dengan mata nanarnya, bingung sudah pasti ada di dalam dirinya. Sementara Chandra hanya biasa saja dan wajahnya sungguh datar sekali.

'Fuhhh sialan si Chandra itu! Dia sungguh tenang sekali! Masak iya aku yang harus memulainya, yang pasti tidak mungkin, kan aku cewek, lagian sungguh aku tidak menginginkan ini! Jijik dong kalau begitu, ini juga bibirku dan semuanya masih original dan hanya untuk suamiku, jadi kalau ini adalah pernikahan paksaan dan lama-lama juga akan bubar, lalu kenapa aku harus memberikannya? Hiiih ini tidak boleh dibiarkan dan tidak boleh terjadi! Aku harus meli—'

Batin Citra terputus karena tiba-tiba Chandra menarik dan langsung membungkam bibir imutnya. Citra semakin melototkan matanya karena ini bukanlah hal yang dibayangkan sebelumnya. Kenapa Chandra tidak mengucapkan apapun dan berbasa-basi terlebih dahulu kepadanya, semisal menanyai persetujuannya dan semacam misal mengecup keningnya sebagai permulaan, begitu pikir Citra, tapi malah Chandra langsung main menyosor saja. Herannya lagi Citra yang tadinya ingin memberontak, sekarang malah menikmatinya dengan membalas ciuman dari Chandra, seperti ada medan magnet yang menariknya dan membuatnya tergiur.

'Emmm ciuman pertamakuuu. Tidaaaak, tapi sialnya kenapa enak sekali, sungguh manis sekali bibir Chandra ini. Aaaaaa, yang jelas Chandra bajingaaaan! Aku tidak percaya kalau ciuman ini adalah ciuman pertamanya denganku! Jelasnya semua cewek sudah dijelajahi bibirnya oleh dia.'

Lagi-lagi yang dilakukan oleh Citra hanya membatin saja, karena ciuman masih saja dilakukan oleh keduanya bahkan semakin memanas, setelah sudah puas barulah saling dilepaskan pangutannya dan Chandra beralih mencium kening Citra. Entah buta permanen atau bagaimana, yang pasti Citra tidak memahami itu, yang jelas bagi Citra kebutaan Chandra tidak memengaruhi keinginan Chandra dan juga Chandra bisa menyosornya tanpa meraba terlebih dahulu. Jadi mungkin Chandra sudah hafal betul semua itu. Nanti pastinya Citra akan mencari tahu semua ini tentang kebutaan Chandra yang sebenarnya, takutnya semua itu hanya pura-pura saja, kan siapa tau saja semua itu hanya pura-pura dan disengaja, intinya Citra sangat berfikiran yang tidak-tidak sekarang.

Citra yang merasa malu karena mendapatkan tepukan tangan dari mereka semua, dia hanya menundukkan kepalanya dan sesekali mengumpat di dalam hatinya. Ingin rasanya memukul Chandra dengan sangat kencangnya tapi dia menjaga rasa itu, menahannya agar tidak terlihat rasa malu dan marahnya.

"Haha sudah, sudah! Jangan buat pengantinnya malu, ya sudah ayo kita cicipi makanannya semua, jangan malu-malu pokoknya di hari yang bahagia ini!" ajak papa Cirul yang diangguki oleh semuanya.

Kini semuanya berbondong-bondong untuk bangkit dari duduknya, menuju ke tempat perjamuan makanan. Sedangkan Chandra dan Citra menuju ke pelaminan untuk menemui para tamu yang memberi ucapan selamat dan barangkali mau berfoto ria bersama mereka. Pak penghulu juga tidak kalah, pastinya beliau juga ikut berfoto ria, karena dia adalah penghulu gaul. Masih seumuran Chandra jadinya masih belum tua.

Di atas pelaminannya. Citra menggeram, sebagai tanda agar Chandra menyahutinya, tapi tetap Chandra tidak bergeming, dia bagaikan patung liberty yang hanya berdiri saja dan datar sekali. Padahal tadi saja mencium Citra sungguh asyik dan sok sekali, nafsu memanas seperti itu, giliran kalau sudah berduaan, cuek tanpa ampun. Menjadikan Citra sangat kesal dan ingin memaki rasanya. Citra lalu menggeser kakinya kemudian menginjak kaki Chandra dengan sangat cepat. Memang dia begitu karena benar-benar sengaja karena rasa geramnya tapi dia mengatupkan kedua tangannya seolah-olah tidak sengaja. Padahal semua itu hanya kepura-puraannya.