webnovel

BAB 7

Ketika kami hendak kembali ke dalam rumah, tiba tiba terdengar suara yang sangat kuat hingga terdengar begitu jelas di telingaku. "Awwww....." jeritan seseorang yang disertai jeritan dari kedua orang tua Reyna. Dengan reflek kami membalikkan badan. Kedua bola mataku terbelalak saat melihat pemandangan yang sangat mengerikan di depan mataku.

Dengan seketika orang-orang berlarian dan berkerumun ke tempat di mana kedua orang tua Reyna tersungkur di jalan raya tadi. Aku dan Keyla segera berlari ke tempat kerumunan itu.

Di tengah hujan yang sangat lebat malam ini, ada sebuah mobil yang melaju kencang. Mobil tersebut berhasil mengendalikan rem mobilnya dan berhenti tepat di hadapan kedua orang tua Reyna. Mobil tersebut hampir saja menabrak tubuh renta keduanya. Namun, dengan kuasa Tuhan, mereka masih terselamatkan.

"Ibu dan Bapak tidak apa-apa, kan?" tanya salah seorang warga. Lalu, membantu keduanya untuk bangun.

Kemudian dari dalam mobil mewah yang berwarna hitam tersebut, turun dua orang. Satu laki-laki dan satu perempuan, dan bergegas menuju kedua orang tua Reyna. Namun, aku kurang jelas siapa keduanya. Karena hujan cukup lebat malam ini.

"Ibu, bapak, kenapa kalian ada di sini?" tanya perempuan yang baru turun dari mobil tersebut. Seakan sangat terkejut melihat dua orang tua itu. Kemudian, aku perhatikan perempuan itu memeluk kedua orang tua Reyna. Aku mencoba memperhatikan siapa perempuan itu. Apakah aku tak salah melihatnya?

Ku usap wajahku yang basah oleh guyuran air hujan. Ku perhatikan seorang perempuan yang baru turun dari mobil tersebut. Kedua bola mataku membulat sempurna, ketika melihat dengan jelas siapa dia.

"Reyna!" lirihku. Mataku menatap sosok laki-laki yang bersamanya. Entah siapa dia? Sepertinya aku mengenalnya. Gemuruh di dalam dadaku kian bergejolak kuat. Pantas saja dia kekeh untuk meminta cerai. Rupanya dia memiliki laki-laki lain.

Desiran darahku serasa berhenti, hatiku terasa nyeri. Ketika melihat laki-laki itu mendekati Reyna dan memegang pundaknya. "Ternyata dia selama ini bermain di belakangku," gumamku dalam hati.

Aku yang merasa dikhianati oleh Reyna merasa tidak terima melihat semua ini. Tak sanggup lagi aku menahan amarah, bergegas aku mendekat ke arah mereka. Aku tarik kerah baju dan melayangkan pukulan ke wajah dan perut laki-laki yang bersama, Reyna.

Bug...

Bug...

Laki-laki tersebut meringis kesakitan dan Reyna mencoba memisahkan kami. "Sudah! Stop! Apa yang kamu lakukan, Mas Reyhan?" ucap Reyna menghadangku untuk kembali memukul laki-laki brengsek itu.

"Kamu membela selingkuhan kamu ini, iya?" tanyaku kepada Reyna dengan penuh penekanan. "Karena laki-laki ini, kamu meminta cerai kepadaku? Ingat, Reyna! Kamu ini masih istri aku secara hukum. Tapi kamu malam-malam seperti ini berdua dengan laki-laki lain." amarahku kian menjadi.

"Sudah cukup, Mas Reyhan! Kamu bukannya berkaca, tapi malah mencari kambing hitam," ucap Reyna yang tidak terima atas tuduhanku.

"Reyna, jangan dengarkan dia! Ibu dan Bapak kamu, cepat bawa masuk ke dalam mobil!" perintah laki-laki itu. Membuat dadaku kembali bergemuruh. Saat aku hendak memukul laki-laki itulah, dengan kuat Reyna mendorongku hingga aku terjatuh. "Kurang ajar kamu, Reyna!" hardikku.

Reyna bergegas membawa masuk kedua orang tuanya ke dalam mobil, yang disusul oleh laki-laki itu. Entah siapa dia? Tapi aku seakan pernah mengenalnya. Kemudian, mobil itu melaju dengan kecepatan ringan di malam yang diiringi hujan yang cukup deras. Lantas Keyla datang dan menuntunku berjalan masuk ke dalam rumah.

*********

POV REYNA

Tepat pukul 11.00 malam, kami sampai di rumah Haris. Air hujan yang begitu deras mengguyur tubuh kami, hingga membuat tubuh renta kedua orang tuaku menggigil kedinginan. Ibu menceritakan semua yang sudah terjadi barusan. Begitu teganya Mas Reyhan memperlakukan kedua orang tuaku seperti ini.

Aku tidak tega melihat kedua orang tuaku diperlakukan seperti ini. Sesampainya di dalam rumah, segera aku bawa kedua orang tuaku ke dalam kamar. Untuk mengganti pakaiannya yang basah. Kebetulan aku dan Haris, tadi melewati depan rumah, Mas Reyhan. Coba kalau tidak, akan seperti apa nasib kedua orang tuaku?

"Ibu dan Bapak, kalian ganti pakaian dulu di sini!" nanti setelah selesai, kita makan." ucapku kepada keduanya. Kasihan sekali mereka. Rasa pilu di hati melihat keduanya diperlakukan kasar oleh, Mas Reyhan. Ingin segera menghancurkannya semakin kuat.

"Iya, Nduk. Syukurlah Tuhan masih menyelamatkan kami dan mempertemukan kita kembali," ucap Bapak. Ada raut wajah kesedihan nampak dari keduanya. Aku hanya tersenyum dengan seribu luka di dalam dada. Namun, di hadapan keduanya, aku harus nampak tegar.

Aku melangkahkan kaki keluar kamar dan menutupnya. Lalu, aku pergi ke dapur menyiapkan makan untuk kedua orang tuaku. Kebetulan capcay dan fuyunghai tadi masih cukup untuk keduanya. Tinggal aku panasin.

Setelah sepuluh menit, semuanya sudah aku siapkan. Dan aku membuat 4 gelas teh hangat untuk kami. Mereka sudah menunggu di meja makan. Nampak Haris dan kedua orang tuaku begitu akrab. Sudah lama mereka tidak bertemu, pasti akan ada banyak hal yang diceritakan. Aku tersenyum melihat ketiganya yang begitu hangat.

"Ibu dan Bapak, makan dulu, ya! Dan ini ada teh hangat buat kalian," ucapku dengan menyodorkan makanan dan teh hangat kepada mereka. Ada rasa bahagia bertemu dengan kedua orang tuaku. Namun, juga ada kesedihan di dalam lubuk hatiku yang dalam.

"Silakan makan dulu, Ibu, Bapak!" ucap Haris dengan senyum ramahnya. Kemudian, keduanya menikmati makanannya dengan begitu lahap. Sementara aku dan Haris memandangi keduanya dengan penuh senyum.

Selesai makan, kami berbincang panjang lebar tentang kejadian tadi. Kemudian, Haris mengajak kedua orang tuaku menuju ke sebuah kamar. "Ibu dan Bapak, istirahat dulu saja di sini! Anggap saja rumah sendiri," ucap Haris kepada kedua orang tuaku.

"Terimakasih banyak Nak, Haris. Kamu sudah banyak membantu keluarga kami," ucap Ibu. Haris mengangguk dan tersenyum. Kemudian, melangkahkan kaki keluar kamar.

*********

"Reyna, kamu berangkat kerja bareng aku saja." ucap Haris.

"Oke, kalau begitu," jawabku. Aku yang sudah rapi segera bangun dan berdiri. Lepas itu berpamitan pada Ibu dan Bapak.

"Hati-hati, Nduk!" ucap keduanya bersamaan. Aku tersenyum. Sesampainya kami di mobil, Haris langsung menginjak pedal gas mobil menuju ke kantor tempat kami bekerja.

"Ris, kamu masih sendiri?" tanyaku memberanikan diri.

"Kenapa tanya seperti ini?" tanya Haris sambil memakai sabuk pengaman.

"Nanya saja, Ris. Iya dulu kamu kan terkenal cuek sama cewek," ujarku sambil nyengir kuda.

"Tapi sama kamu tidak kan, Reyna? tanyanya kembali sambil mengedipkan sebelah matanya. Dasar Haris masih saja sama seperti dulu tingkahnya.

"Reyna, nanti pulang kerja kita shopping. Senin depan kita ada pertemuan dengan, Pak Adit," ucap Haris sambil fokus mengemudi mobilnya.

"Aku jadi deg-degan siapa yang akan menang dalam kontrak besar ini," ucapnya lagi. Aku hanya mengangguk.

Setelah tiga puluh lima menit, kami sampai di depan perusahaan Haris.

"Bismillah, semoga di hari pertama kerja aku tidak akan banyak menyusahkan. Ris, tolong kasih tahu apa saja pekerjaanku ya, ini kan hari pertama aku masuk kerja. Tidak mungkin juga aku bisa langsung semuanya sendiri," ucapku penuh senyum sambil melepas sabuk pengaman.

"Bisa tidak melepasnya? Kalau tidak bisa biar aku yang melepasnya," godanya dengan mengedipkan sebelah matanya. Jelas saja sikapnya membuat aku jadi salah tingkah.