Dengan rasa kecewa dan hati yang dongkol, aku mengenakan pakaianku kembali dan bergegas membuka pintu. Takutnya kalau Mas Reyhan lagi yang datang.
Setelah aku buka pintu rumah, terlihat seorang gadis muda lumayan cantik berdiri tepat di depan pintu. Aku pandangi gadis itu dari ujung rambut hingga ujung kaki. Saat dia mengangkat wajahnya, dia tersenyum ramah ke arahku.
"Siapa, ya?" tanyaku penasaran kepada gadis muda lumayan cantik ini.
"Saya Iva, Nyonya. Yang akan bekerja di rumah ini," jawabnya dengan senyum ramah.
"Oh, iya-iya. Tadi suami aku sudah bilang kalau akan ada pembantu yang akan datang hari ini. Baik! Silahkan masuk!" ucapku mempersilakan gadis itu masuk.
"Terimakasih, Nyonya. jawabnya singkat. Lalu mengikutiku masuk ke dalam rumah.
"Sekarang kamu ikut aku! Aku akan tunjukkan kamar kamu," Iva mengikutiku dengan membawa barang-barangnya. Mungkin berisi pakaiannya.
Sesampainya di kamar pojok paling belakang, aku berhenti. "Ini kamar kamu! Silahkan mandi dan ganti baju dulu. Setelah itu kamu langsung bersih-bersih dan masak! Dan semoga kamu betah kerja di sini," ujarku sembari membukakan pintu untuknya.
"Kamu, lakukan saja tugasmu hari ini. Dan jangan ganggu aku. Aku mau istirahat," ujarku. Tanpa menunggu jawaban dari dia, aku bergegas meninggalkannya.
********
POV REYNA
Jam sudah menunjukkan pukul 04:00 sore. Aku membereskan meja kerjaku untuk segera pulang. Saat aku buka pintu, Haris sudah berdiri tepat di depan pintu. Membuat aku jantungan karena kaget.
"Yuk! Ibu Direktur yang baru, aku antar pulang," ucapnya dengan wajah berseri.
"Kelihatannya wajahmu hari ini berseri? Lagi bahagia, ya?" tanyaku memandang wajahnya tak berkedip. Terlihat dari aura wajahnya kalau ia lagi bahagia. Entah itu apa sebabnya. Aku masih belum tau.
"Sudah! Jangan banyak tanya." ucapnya sembari menarik tanganku. Lalu menggandengku untuk berjalan. Aku hanya mengikuti saja. Kami berjalan meninggalkan kantor, menuju parkiran.
Sepanjang berjalan menuju parkiran, tangan Haris tidak lepas menggandengku. Mulutnya yang tak berhenti bercanda, membuat aku selalu tertawa bahagia. Ternyata bercerai dari Reyhan tidak membuatku terpuruk. Justru aku menikmati hariku dengan penuh bahagia, apalagi sekarang ditunjang dengan prestasiku di kantor. Membuat aku lupa akan sakit hatiku.
Sesampainya di parkiran sikap Haris masih memperlakukanku seperti seorang kekasih. Tapi, memang dari dulu ia selalu seperti ini. "Silahkan, masuk, Tuan Putri!" ucapnya sembari membukakan pintu mobil untukku. Membuat aku tersenyum oleh perlakuannya.
Ia pun masuk ke dalam mobil. Kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Kurang dari sepuluh menit, kami sudah sampai di kontrakan rumahku.
Ibu dan Bapak menyambut kami dengan senyum ramahnya. Aku segera berlari kecil menuju mereka yang sudah berdiri di teras rumah. "Ibu, Bapak! Ada kabar bahagia buat kalian," ucapku penuh bahagia sembari memeluk keduanya. Karena kebetulan mereka berdiri berjejer.
"Kabar gembira apa, Sayang?" tanya Ibu penasaran.
"Memangnya, kamu baru naik jabatan, ya, Nak?" tanya Bapak membuat mataku terbelalak seketika. Lalu aku melirik Haris. Laki-laki yang berdiri tak jauh dari kami itu memperlihatkan senyuman manisnya.
"Bapak tahu dari mana?" tanyaku penasaran.
"Jadi, betul? Kamu naik jabatan?" tanya Ibu dan Bapak bersamaan. Terlihat kompak betul mereka.
" Ayo, kita masuk dulu, Pak, Bu!" Ajakku.
"Oh, iya. Maaf, Nak Haris! Mari-mari masuk!" kami pun masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa ruang tamu.
"Kabar gembira apa, Nak?" Ibu mengulang pertanyaannya.
Aku tersenyum bahagia dan memandang wajah keduanya bergantian. Lalu memandang wajah Haris, ia tersenyum dan memberikan isyarat untuk aku segera menyampaikannya kepada Ibu Bapakku.
"Betul kata Bapak, kalau aku naik jabatan menjadi seorang Direktur Pemasaran di perusahaannya, Haris." ucapku girang. Kemudian memeluk keduanya. Terlihat raut wajah bahagia dari keduanya. Hingga keduanya menitikkan air mata bahagia.
"Alhamdulillah, Ya Allah! Kau memberikan setelah kehilangan." Ibu mengucap syukur. Kemudian menyeka air matanya yang sempat berlinang di kedua pipinya.
"Kalau begitu, sebaiknya besok kita adakan syukuran kecil-kecilan di rumah ini. Kamu bisa undang teman-teman kamu, tetangga dekat kontrakan dan kamu undang juga pemilik kontrakan ini." ujar Bapak. Aku pun menyetujui usul Bapak.
Jam sudah menunjukkan pukul 05:30 petang. Haris pun berpamitan untuk pulang. Kami pun mengantarnya hingga teras rumah. Ketika Haris hendak masuk ke dalam mobil, tiba-tiba ada suara mobil tabrakan begitu keras, disertai jeritan orang-orang di sekelilingnya. Mata kami seketika menuju ke arah sumber suara tersebut. Yang kebetulan suara itu tepat di depan rumah kontrakan aku. Karena letak rumahku di depan jalan raya. Kami seketika berlari menuju ke arah kejadian itu.
Di sana terlihat ada dua buah mobil yang sudah ringsek karena mengalami kecelakaan. Warga segera berhambur melihat ke dalam pengemudi kedua mobil itu. Terlihat para warga mengeluarkan seseorang yang mengalami luka bersimbah darah karena kerasnya sebuah benturan. Akibat kecelakaan yang tak bisa dihindari lagi.
Aku dan Haris berjalan mendekat ke arah salah satu korban tersebut, untuk memastikan apa masih bisa diselamatkan atau tidak. Karena terlihat luka yang dialaminya cukup parah.
Mataku membulat sempurna, dengan apa yang aku lihat di depanku saat ini. Aku kucek kedua mataku untuk memastikan apa yang aku lihat ini nyata atau tidak. Ada debar yang menyerangku seketika. Antara percaya dan tidak tentang apa yang aku saksikan saat ini.
"Mas, Reyhan!" ucapku sangat terkejut atas apa yang aku lihat. "Mas reyhaaaan! Bangun, Mas! Banguuuun!" aku berteriak histeris. Dan reflek aku memeluk laki-laki yang bersimbah darah tersebut, yang tak lain adalah mantan suamiku, Mas Reyhan.
Meski bagaimanapun, aku dan Mas Reyhan pernah menjadi suami istri. Aku memang membencinya, tapi aku juga tak menginginkan sesuatu yang buruk terjadi padanya.
"Reyna! Tenang kamu, Reyna!" ucap Reyhan mencoba menenangkanku dan mencoba mengecek denyut nadi dan nafas Mas Reyhan. "Bapak-bapak, korban ini masih hidup. Tolong, segera masukkan ke dalam mobil saya dan saya akan segera bawa ke rumah sakit. Supaya Bapak ini segera mendapat pertolongan medis. Haris berlari menuju mobilnya dan membawanya mendekat ke arah kejadian kecelakaan.
Terlihat para warga membopong tubuh Mas Reyhan masuk ke dalam mobil. Aku pun bergegas untuk ikut ke rumah sakit terdekat. Sementara Bapak dan Ibu, aku tak izinkan untuk ikut.
Lima belas menit kemudian, kami sudah sampai di rumah sakit Harapan Indah. Dengan sigap beberapa tenaga medis membawa tubuh Mas Reyhan dan meletakkannya di atas brankar, untuk dibawa ke ruang ICU.
Aku dan Haris menunggu di ruang tunggu. "Ya Allah semoga Mas Reyhan bisa diselamatkan," aku berdoa ditengah kepanikanku.
Tertegun aku berdiri di ruang tunggu.
"Permisi, Ibu, tolong jangan berdiri di tengah jalan," suara seorang perempuan membuyarkan lamunanku. Ada beberapa petugas sedang mendorong brankar. Aku terkejut ketika menoleh ke arah seseorang yang ada di atas brankar. Para petugas itu mendorong brankar dengan cepat. Karena penasaran aku pun berlari kecil untuk melihat dan memastikan siapa seseorang yang di atas brankar, yang terkulai lemah seperti tidak sadarkan diri.
"Tunggu sebentar, mbak!" teriakku pada petugas yang mendorong brankar tersebut. Mataku membulat sempurna ketika melihat sosok perempuan yang berada di atas brankar tersebut. "Astagfirullah," aku tutup mulut dengan kedua telapak tangan, seakan tak percaya dengan apa yang aku lihat saat ini.