webnovel

BAB 18

Ting! Tong!

Bel berbunyi menandakan kalau ada tamu yang datang. Kami segera mengurai pelukan dan bergegas menuju pintu depan, untuk melihat siapa tamu yang datang.

*******

POV DANANG

"Siapa sih yang datang bertamu?" gumamku sambil melirik jam tangan. Keyla hanya mengangkat kedua bahunya, mengisyaratkan bahwa dia juga tidak tahu.

Aku bergegas membuka pintu, yang diikuti oleh Keyla. Ketika membuka pintu, aku melihat sosok perempuan cantik, tinggi, langsing dan berkulit putih. Berada di depan pintu dengan posisi membelakangiku. Aku dan Keyla tertegun sesaat setelah melihat sosok perempuan itu.

"Reyna!" ucapku dan Keyla bersamaan. "Mau apa datang ke sini?" tanya Keyla ketus.

"Tenang, sayang! Kendalikan emosimu," ujarku melihat wajah Keyla yang memerah.

"Hai....Reyna, selamat datang kembali ke rumah ini. Kamu, apa kabar? Apa kamu ingin kembali lagi sama aku? Aku tahu kamu pasti akan kembali padaku. Karena pasti kamu tidak akan bisa hidup tanpa aku. Hidup kamu enak di rumah ini, tinggal menikmati hartaku saja. Pasti kamu menyesal sudah pergi dari rumah ini?" tanyaku menyunggingkan senyum. Bola mata Reyna membulat sempurna. Sementara Keyla hanya nyengir kuda melihatnya.

"Percaya diri banget kamu, Mas. Kalau aku akan kembali ke rumah ini. Aku ke sini hanya untuk memberikan kamu akte cerai. Hari ini saya Reyna Mahardika resmi bercerai dengan Reyhan Dwi Anggara. Saya sudah resmi menjadi janda, Tuan!" ucap Reyna sambil menyerahkan sebuah Map warna coklat. Aku menelan ludah tak percaya. Serasa ada yang berbeda dengan detak jantungku, bibirku kelu, lidah terasa kaku dan kakiku serasa hilang keseimbangan. Namun, aku berusaha untuk tetap terlihat tenang.

"Bagaimana, kamu bisa menggugat cerai aku? Sementara aku tidak mendapat pemberitahuan? KTP dan buku nikah kamu, juga masih ada sama aku, kan?" tanyaku tak percaya dengan apa yang sudah dilakukan Reyna. Ia hanya tersenyum sinis.

"Kamu ingat hari pernikahanmu dengan Keyla? Saat itu aku pergi ke rumah temanku untuk menyerahkan KTP dan buku nikah untuk mengurus perceraian kita. Saat di mana kamu menikahi j****gmu, aku ajukan gugatan cerai." ucapnya.

"Ini tidak mungkin! Tidak mungkin!"

"Apanya yang tidak mungkin? Coba kamu cek isi Map ini? Tertulis jelas namamu, Reyhan. ucapnya menyebut namaku tanpa embel-embel.

"Sudahlah! Aku pamit pergi. Aku akan tunjukkan padamu, Reyhan. Aku mampu berdiri tanpamu dan aku tidak selemah yang kamu kira." ucap Reyna tegas seraya beranjak pergi.

"Tunggu, Reyna!" cegahku sambil aku tarik tangannya kuat. Seketika tubuhnya jatuh ke dalam pelukanku. Mata kami saling bertemu. Ada gurat kekecewaan yang tersirat dari sorot matanya.

"Mas Reyhaaan! Apa yang kalian lakukan?" teriak Keyla dengan kedua bola mata melotot ke arahku dan Reyna. Segera aku membantu Reyna berdiri dan ia melepaskan tanganku dengan kasar.

"Reyna! Kamu jangan bermain drama di depanku, ya! Pakai acara pura-pura jatuh di depan Mas Reyhan segala. Untuk apa, hah? Cari simpati?" cecar Keyla sembari menarik tanganku menjauh dari Reyna.

"Saya bukan perempuan murahan seperti kamu, Keyla! Saya tidak level untuk menikmati bekas sahabat sendiri. Dan silahkan kamu menikmati bekasku, Keyla!" ujar Reyna tegas. Menatap tajam ke arah Keyla.

Dengan wajah datar tanpa melirikku, Reyna berlalu meninggalkan rumah ini.

Ada rasa nyeri menyaksikan kepergiannya saat ini. Ada rasa cemburu melihatnya diperlakukan manis oleh Haris yang mengantarnya datang ke rumahku. Haris membukakan pintu untuk Reyna, kemudian menyuruhnya masuk. Haris menatapku sejenak dan tersenyum sinis ke arahku.

Seperginya Reyna dari rumahku, aku segera masuk dan membuka Map coklat yang aku pegang. Betul saja, di dalamnya jelas tertera namaku. Ah, dadaku seketika terasa sesak.

"Mas, kamu tidak apa-apa?" tanya Keyla. Aku hanya menggeleng sebagai jawaban dustaku. Kemudian aku masuk kamar dan meminta Keyla untuk tidak menggangguku. Karena aku ingin menyendiri, untuk menenangkan pikiran.

"Ini seperti mimpi, aku benar-benar sudah kehilangan, Keyla." lirihku ketika sudah ada di dalam kamar.

Aku duduk di lantai sambil aku sandarkan kepalaku di tepian tempat tidur. Terpaku, diam membisu, dan aku memang pecundang. Mataku terasa panas, saat menyadari bayangan Reyna benar-benar pergi meninggalkanku.

Runtuh sudah ketegaranku sebagai laki-laki, aku menangis. Untuk pertama kalinya aku menangisi kebodohanku. Sesakit ini kah rasanya kehilangan? Reyna, pergi dengan menorehkan luka di dalam hati dan jiwaku yang perlahan membeku dalam rindu tak bertepi.

Dulu aku yang begitu angkuhnya kini merasakan arti kehilangan dan patah hati yang sesungguhnya. Aku yang tak pernah berpikir tentang bagaimana hati Reyna saat itu, ketika aku dengan terang-terangan akan menikahi sahabatnya sendiri. Kini aku merasakan betapa sakitnya dia saat itu.

Aku kembali menyeka air mata. Menangis dalam diam saat menyadari seberharganya Reyna dalam kehidupanku. Namun, aku dengan tega sudah menghancurkan impiannya bersamaku.

Angin sepoi menerobos masuk dalam jendela kamarku, seakan menambah pilu hatiku. Kepalaku terasa sakit saat menyadari betapa bodohnya aku.

Susah payah aku memaksa mataku untuk terlelap, tapi selalu tak mampu. Aku terbelenggu bayangan, Reyna.

******

POV REYNA

Sepulang dari rumah Reyhan, aku dan Haris langsung meluncur menuju kantor. Tadinya aku berencana mengantarkan surat cerai itu ke kantornya, tapi menurut salah satu pegawainya kalau hari ini Reyhan tidak masuk kantor. Jadi aku minta tolong sama Haris untuk mengantarku sebentar ke rumah Reyhan.

"Terimakasih ya, Ris. Kamu sudah mengantarku ke rumah Reyhan," ucapku pada Haris yang tengah sibuk mengemudi mobilnya.

"Sudah! Jangan selalu bilang terimakasih. Aku senang bisa membantumu." ujar Haris.

Dua puluh menit kemudian, aku dan Haris sudah sampai di kantor kembali. Kami bergegas menuju ruang kerja, untuk menyiapkan bahan meeting yang akan diadakan siang ini.

Tepat pukul 14.00 rapat penting ini akhirnya selesai dengan hasil rapat yang sangat memuaskan. Semua ide yang aku punya aku tuangkan, bahkan strategi yang akan dilaksanakan sudah aku sampaikan.

Alhamdulillahnya semua orang menerima ide dan gagasanku dengan baik. Bahkan hasil rapat yang terakhir aku mendapatkan kenaikan jabatan menjadi Direktur pemasaran. Sebuah jabatan yang menurutku tidak butuh waktu lama untuk mendapatkannya. Hanya membutuhkan otak cerdas kita saja.

Semua orang tepuk tangan dan memuji prestasiku. Sebelum keluar dari ruangan itu semua orang memberi ucapan selamat padaku atas kenaikan jabatan ini.

"Selamat, ibu Reyna! Atas kenaikan jabatannya. Sungguh aku kagum dengan ide brilian anda," ucap Marcel yang sekarang turun menjadi manager pemasaran. Namun, tak ada raut kecewa yang terlukis dari wajahnya.

"Saya akan belajar banyak dari Ibu Reyna, anda memang pantas untuk mendapatkan jabatan sebagai seorang Direktur Pemasaran." puji Marcel.

"Jangan terlalu memujiku seperti itu, Pak Marcel, saya biasa saja." ujarku.

"Biasa menurut Ibu. Tapi luar biasa menurut saya. Sekali lagi saya ucapkan selamat."

"Terimakasih, Pak Marcel." ucapku penuh senyum.

Saat kami hendak keluar dari ruangan meeting. Tanpa sengaja aku menabrak seorang perempuan yang akan masuk ke dalam ruangan ini. "Maaf, aku tak sengaja!" ucapku bersamaan. Dia menunduk membantu mengambil berkas yang jatuh berserakan.

"Terimakasih!" ucapku saat dia memberikan berkas-berkas itu. Pandangan mata kami bertemu dan betapa terkejutnya ketika menyadari siapa perempuan cantik itu. "Kau!" ucap kami bersamaan. Kemudian saling berpelukan.