"Eem, maaf Pak Reyhan....! Sejenak Adit menggantungkan ucapannya. Lalu, kembali menatap tajam Reyhan. Sungguh membuat jantungku menjadi berdetak kuat. Apa yang akan dikatakan oleh Adit?
Terdengar nafas berat Adit. Lalu melipat kedua tangannya. "Untuk Pak Reyhan, karena anda sudah membuat kekacauan di acara penting saya, saya akan melaporkan anda ke kantor polisi" tegas Adit.
Kedua mata Reyhan terbelalak, mulutnya menganga, seakan tak percaya dengan apa yang sudah ia dengar. Terlihat dia nampak sangat shock dengan keputusan Adit, untuk melaporkannya ke kantor polisi.
"Ttttt ta-pi, Pak?" ucap Reyhan terbata.
"Perlakuan anda barusan, sudah termasuk kriminal. Apakah seorang pengusaha ternama seperti anda melakukan hal seperti tadi, tidak terpikir sebelumnya akan berdampak seperti apa?" tanya Adit menatap tajam ke arah Reyhan.
Reyhan berdecak kesal, tangannya mengepal dengan raut wajah penuh emosi. "Apa tidak ada pilihan lain, Pak Adit? Untuk tidak melaporkan saya?" ucap Reyhan. Lalu Reyhan berjalan ke arah Haris, menatapnya penuh kebencian. "Ini semua gara-gara, kau," lirih Reyhan yang masih terdengar olehku.
"Anda meminta saya untuk memberikan pilihan? Apakah anda akan siap dengan pilihan kedua saya?" ucap Adit dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celananya.
Adit diam sejenak, lalu menatap Reyhan kembali. Namun, mata Reyhan tidak berani untuk menatap Adit. Reyhan hanya diam, akan tetapi kedua tangannya kembali mengepal kuat.
"Dan untuk pilihan yang kedua...." Adit menggantung perkataannya. "Kontrak kerjasama kita, saya batalkan! Dan silahkan anda meninggalkan tempat ini!" tegas Adit.
Sontak aku membulatkan mata tak percaya sembari menutup mulutku dengan telapak tangan. Tak menyangka kalau perbuatan Reyhan bisa berakibat fatal seperti ini. Impian Reyhan untuk bisa melakukan kerja sama dengan pengusaha ternama itu akhirnya mengalami kegagalan, karena ulahnya sendiri. Kesempatan emas tidak berhasil ia genggam.
Wajah Reyhan kembali memerah. Rahangnya nampak mengeras, dan sorot matanya nanar menatap Adit. Seakan ada amarah yang kian memuncak, siap untuk meledak.
"Bagaimana, Pak Reyhan? Anda siap dengan pilihan yang pertama atau yang kedua?" tanya Adit mengintimidasi.
"Ini bukan pilihan, Pak! Tapi sama saja anda sudah mempermalukan saya," ucap Reyhan menatap Adit nanar.
"Bukan saya yang mempermalukan anda, Pak Reyhan! Tapi anda sendiri yang sudah mempermalukan diri anda sendiri!" tegasnya.
Aaargh
Reyhan berdecak, lalu mengibaskan tangannya. Ia nampak tersulut emosi atas keputusan Adit. Sekilas aku melirik Haris yang terlihat menyunggingkan senyum sinisnya. Mungkin dia sangat senang atas apa yang sudah didengar.
"Baiklah, Pak Reyhan. Saya yang akan menetapkan keputusan! Kerjasama kita, saya batalkan dan silahkan anda meninggalkan tempat ini!" Adit mengulang perkataanya dengan tangan menunjuk ke arah jalan keluar.
Haris berjalan perlahan mendekati Reyhan. Tatap matanya tak lepas memandang wajahnya. Lalu tersenyum simpul. "Selamat! Atas kegagalan kontrak besar anda, Pak Reyhan terhormat!" ucap Haris sembari mengulurkan tangannya.
Seketika wajah Reyhan kembali memerah, tangannya mengepal kuat, deru nafasnya naik turun menahan emosi yang kian membuncah. "Kau!" ucap Reyhan dengan rahang yang mengeras dan telunjuk tepat mengarah ke wajah Haris. Lalu dengan kuat Reyhan mengibaskan tangan Haris.
"Ingat! Kalian semua sudah menghina saya. Dan saya akan membuat perhitungan dengan kalian semua." ucap Reyhan dengan sorot yang tajam menghujam. Lalu dengan kasar menggeser kursi yang ada di dekatnya dan meninggalkan tempat ini.
"Baiklah, saya mohon maaf atas kekacauan yang sudah terjadi barusan. Dan sekarang silahkan semuanya menikmati hidangan yang sudah disediakan." ucap Adit kepada seluruh tamu yang hadir. Sebentar aku perhatikan Haris, ia melirikku. Kemudian melirik Adit dan tersenyum.
********
POV REYHAN
Aku meninggalkan acara besar ini dengan dada yang bergemuruh. Sungguh aku merasa telah dipermalukan di depan banyak orang. Aku tak bisa terima ini. Aku bergegas menuju parkiran dengan pikiran yang sangat kacau balau dan amarah yang membuncah.
"Mas Reyhan, tunggu!" teriak Keyla sembari mengejar langkahku yang semakin cepat. Namun, aku tak menghiraukan teriakannya. Aku terus berjalan sembari mengucap seluruh nama yang ada di kebun binatang.
Sesampainya di parkiran, segera aku buka kunci mobil dan masuk ke dalam, diikuti oleh Keyla. Terdengar nafas dia yang engos-engosan karena mengejar ku. Aku pancat pedal gas, mengemudikan mobilku dengan kecepatan di atas rata-rata. Dan bahkan aku hampir beberapa kali akan menabrak pengemudi lainnya.
"Awww...! Pelan-pelan, Mas!" teriak Keyla dengan tangan menekan di atas dadanya. Ia terlihat ketakutan melihat aku yang seperti kerasukan oleh jin penunggu pesta tadi. Lalu ia memilih diam kembali, karena dia tau kalau aku sedang dikuasai oleh amarah.
Brang!
Aku tabrak garasi mobil setelah Pak Satpam baru membukanya. Bahkan ia sampai terjatuh karena mencoba menghindar. Tapi aku tak peduli. Yang ada dalam pikiranku saat ini hanyalah sebuah kemarahan.
Sampainya di dalam kamar, aku meluapkan kemarahanku dengan menghancurkan barang-barang yang ada di dalam ruangan ini. Kaca hias Keyla yang menjadi sasaran pertamaku. Aku pukul kaca tersebut dengan kepalan tanganku, hingga melukai tanganku sendiri. Namun, darah yang mengucur dari tanganku ini tidak begitu perih dengan yang aku rasakan dalam hatiku.
"Ada apa sih, Mas? tanya Keyla yang tiba-tiba muncul. Dari acara tersebut, lalu pulang dengan marah-marah. Sekarang kamu meluapkannya dengan menghancurkan isi kamar ini?" imbuhnya dengan mata melotot ke arahku.
"Mas Reyhan, cemburu? Melihat Reyna bersama laki-laki lain?" tanyanya sembari melempar tas kecilnya di atas tempat tidur.
Aku hanya duduk terdiam di atas tempat tidur. Gemuruh dalam dada kian menguasai diriku. Aku pegang kepalaku yang seakan terasa sakit. Lalu, menarik rambutku dengan kasar.
"Jawab! Aku Mas." teriak Keyla. Terlihat dari wajahnya, ia juga ikut dibakar amarah melihat aku seperti ini.
Aku menarik nafas panjang dan membuangnya kasar. Aku tatap mata Keyla yang sudah berkaca-kaca. "Apa betul, Mas Reyhan masih menginginkan, Reyna? Mas Reyhan, masih mencintainya?" tanyanya dengan mengusap kedua pipinya yang sudah basah oleh air matanya.
"Itu lagi itu lagi, yang selalu keluar dari mulutmu." Aku membentaknya kuat. Tak ku pedulikan walau airmatanya berlinang. Entahlah, mendengar pertanyaan Keyla, hatiku semakin sakit. Tak bisakah ia tak menyebut nama Reyna di hadapanku? Meski aku sebenarnya masih mengharap Reyna kembali.
"Lalu, apa Mas?" tanya Keyla dengan tatapan sendu.
Aku diam. Lalu menatap kosong atap kamarku. Kenapa aku tidak bisa mengendalikan emosiku sendiri? Kenapa aku selalu dikuasai oleh amarah? Bodoh aku memang. Kenapa sekarang hidupku menjadi seperti ini? Setelah tidak bersama Reyna. Kenapa seakan semuanya terasa sulit untuk mendapatkan apa yang aku inginkan? Apakah karena aku sudah dzolim pada, Reyna? Ah, aku saja yang kurang hati-hati.
"Apa kamu mau tau? Apa masalahku sekarang? Apakah kamu akan tetap bersamaku kalau aku miskin nanti?" tanyaku tiba-tiba. Entahlah, aku menjadi takut kalau perlakuanku kepada Reyna akan terjadi padaku.
"Katakan, Mas! Aku sudah mengandung anakmu tak mungkin aku meninggalkanmu. Aku mencintaimu, Mas! Katakan sejujurnya padaku!" ucap Keyla sambil mengusap perut ratanya.
" Eem, sebaiknya aku jujur atau tidak pada, Keyla!" gumamku.