Seeing is believing, begitu quote yang mungkin aku sendiri pun tidak tahu asalnya dari mana. Apa yang dipercayai semuanya bersumber dari penglihatan. Atau bisa juga diartikan memercayai apa yang dilihat oleh mata. Tentu saja oleh mata kepala sendiri. Namun, bagaimana jika yang mampu kulihat tidak seperti yang mampu orang lain lihat. Apakah hanya aku yang harus percaya apa yang kulihat itu?
Indigo, sebutan itu pertama kali aku dapat dari sebuah buku berbahasa inggris yang kubaca. Sebenarnya itu buku milik pamanku, yang sepertinya bisa menjawab apa yang terjadi pada diriku. Semenjak kecil aku bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat orang biasa. Aku bisa melihat "MEREKA", Sebutan "mereka" dalam keseharian bermacam-macam. Ada yang menyebutnya hantu, jin, setan, arwah, siluman, dan lain sebagainya. Pada awalnya ini kusadari ketika aku berumur kurang lebih lima atau enam tahun. Aku bisa mengingatnya dengan persis.
Pada waktu itu hari sudah mulai gelap dan Adzan Maghrib sudah berkumandang setengah jam yang lalu, aku bersama ibuku berjalan melewati jalan menuju kompleks rumahku, kami baru saja pulang dari rumah kerabat, sebelum masuk ke kompleks perumahan tempat kami tinggal, kami harus melewati sebuah bangunan sekolah tua yang sudah tidak lagi terpakai. Di sebelah sekolah itu, ada taman bermain dan dibelakang nya ada rumpun bambu yang sangat tinggi dan lebat, sudah lama aku mendengar di daerah situ terutama di rumpun bambu itu banyak "Penghuninya".
Ibu berjalan hampir seperti menyeretku, Langkahnya semakin cepat saat melewati sekolah itu, Namun mataku seperti diarahkan tertuju pada taman bermain yang ada didekat rumpun bambu, lama kuperhatikan satu persatu alat bermain disitu, mulai dari ayynanz perosotan, palang bermain, dan lain-lain.
Tiba tiba aku melihat ayunan yang ada disitu bergerak sendiri, kemudian tampak perlahan lahan pada ayunan yang bergoyang itu terbentuk siluet yang semakin lama semakin jelas, SOSOKNYA seperti wanita menimang bayi dengan posisi agak membelakangi. Aku masih bisa melihat lengkungan tangannya seperti menggendong sesuatu. Lirih aku mendengar SOSOK itu bersenandung, melantunkan nada lagu Nina Bobo. Sesat aku melihat lehernya hampir menoleh ke arahku, namun tiba tiba lengan ibu menyentakku sambil menghardik "Kamu jalan cepat sedikit". Aku pun menurut dan mencoba menyamai kecepatan langkah ibu.
Itu pengalaman pertamaku. Sampai sekarang aku tidak pernah lupa pengalaman itu, aku mencoba menceritakan pengalaman itu pada ibu beberapa hari kemudian. Namun ibu hanya menjawab, "Itu tidak ada", "kamu salah lihat", "Itu cuma bayanganmu", dan semacamnya. Aku berusaha menerima hal itu walaupun pikiran ku malah mengatakan sebaliknya, Penglihatan mataku tidak salah.
Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan membaca dengan serius, Praktisi Spiritual & Indigo. Untuk Konsultasi & Sharing" Hubungi ig : @hardiansyah_alfalimbani