webnovel

Part 8

So c'mon let it go, just let it be. Why don't you be you, and I'll be me. -anonymous

***

Smartphone itu terus berdering sejak pukul 01.45 dini hari, namun sang empu masih saja terlelap. Lagi, smartphone itu masih setia berdering dengan harapan sang empu segera bangun.

"Dooh bacot banget sih, sape coba yang berani ngeganggu tidur gue!!" Protes sang empu karena bising dari smartphone nya.

Merasa semakin terganggu, Yara meraba sisi tempat tidurnya dan segera menekan tombol hijau di layar smartphone itu tanpa melihat lagi siapa nama pemanggilnya sepagi ini. "Hmm siapa." Ujar Yara dengan suara serak khas orang baru bangun tidur.

"Wa'alaikumussalam. Benar kan dugaan saya kalau kamu masih tidur." Sahut suara di seberang sana.

Yara mengernyit mendengar suara tersebut yang ternyata seorang laki-laki. Lalu Yara melihat nama si pemanggil dan dia segera terduduk tegak setelahnya.

"Eh...iya...Assalamu'alaikum Ardi. Maaf yaa tadi gue ketiduran." Jawab Yara gugup karena ternyata Ardi yang meneleponnya.

"Wa'alaikumussalam, iya saya tau. Kamu jadi sholat tahajud kan? Sesuai janji saya kemarin malam, kalau saya akan membangunkan kamu apabila saya sholat tahajud juga."

"Iya Ardi, gue jadi kok sholat tahajudnya. Tapi, gue kan belom pernah sholat tahajud. Jadi, gue nggak ngerti gimana caranya." Tutur Yara polos karena memang benar ini pertama kalinya ia terbangun di pukul 01.45 pagi hanya untuk melakukan Qiyamul Lail.

"Baiklah nanti akan saya jelaskan ke kamu tentang sholat tahajud, sebaik nya kamu bergegas mencuci muka dan lekas berwudhu agar saya bisa segera menjelaskan dan kita mempraktikannya meski di rumah masing-masing."

"Oke, bentar ya." Kemudian sambungan pun terputus.

Dan Yara benar-benar bergegas untuk melakukan apa yang di suruh Ardi sebelum ia melakukan sholat tahajud.

***

Yara masih tidak menyangka bahwa tadi dia melakukan sholat malam, dan yang sangat-sangat tidak mampu di cerna oleh otaknya adalah bahwa tadi Ardi benar-benar membangunkannya untuk sholat tahajud. Hal itu benar-benar diluar prasangka dirinya. Padahal, awalnya ia hanya bercanda kepada Ardi untuk membangunkannya apabila Ardi ingin tahajud. Namun, Ardi benar-benar membangunkannya. Ia kira, Ardi pun tidak serius pada saat ia menanggapi permintaannya itu. Ternyata dirinya salah, ia benar-benar salah.

Selepas tahajud, Yara tidak kembali tidur. Melainkan ia belajar mengaji dengan Ardi melalui free call via aplikasi Line. Untuk pertama kalinya Yara kembali membuka Al-Qur'an dan kembali membaca nya meski masih harus di perhatikan tajwidnya.

Ardi dengan sabar membimbing Yara agar gadis itu mampu membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar. Mereka terlalu asyik belajar mengaji hingga tak terasa adzan subuh sudah berkumandang. Kedua insan manusia itu pun menghentikan kegiatan mereka dan bergegas melaksanakan kewajibannya sebagai umat muslim.

Kehadiran Ardi di hidup Yara membawa dampak positif, seperti sekarang Yara sudah mulai mengenakan ciput(dalaman kerudung) dan mulai tidak menggulung lengan baju nya. Ibu Yara pun heran dengan kelakuan putri semata wayangnya yang tiba-tiba mulai merapihkan pakaiannya.

"Aneh nggak bu?" Yara bertanya kepada sang ibu sambil bercermin untuk merapihkan kerudungnya.

"Enggak sih, justru kamu yang aneh ibu rasa. Abis kesambet apa kamu sampe-sampe ke sekolah pake ciput kayak gitu? Trus juga tuh, tumben banget bajunya nggak di gulung, nggak kayak biasanya." Tutur sang ibu menjelaskan penampilan anaknya hari ini.

Yara menghela nafas, kemudian berbalik menghadap ibunda tercintanya sambil berlutut di pangkuan ibunya. "Bundoo...bundo tuh gimana sih, seharusnya bundo bersyukur dong liat anaknya kayak gini." Yara merajuk, kemudian merebahkan kepalanya di pangkuan sang bunda.

Ibunya pun membelai lembut kepala putri tersayang. "Bukan gitu maksud ibu. Ibu bersyukur banget liat kamu kayak gini, cuma bundo heran aja kenapa kamu tiba-tiba mau mulai merapihkan cara berpakaianmu." Jelas sang bunda berharap anak gadisnya itu mau memberi tau alasannya yang mulai berubah kearah lebih baik.

"Adaaa deeh. Nanti Yara kasih tau yaaa, Yara jalan dulu bundooo. Assalamu'alaikum." Yara terburu-buru berangkat ke sekolah untuk menghindari topik pembicaraan itu, tak lupa ia mencium tangan ibunya dan mencium kedua pipi ibunya lalu dengan sekali hentakan mengambil tas sekolahnya.

Ibunya hanya bisa geleng-geleng melihat kelakuan putrinya itu.

***

Sesil dan Aul memandang sahabatnya dengan heran, kemudian mereka memegang kening Yara bergantian untuk mengecek suhu tubuh gadis itu.

"Nggak panas kok."

"Iya, badannya nggak panas. Coba deh Ul cek kepalanya. Gue takutnya nih anak abis kepentok apaan tuh sampe dia jadi begini." Ujar Sesil. Aul pun segera memegang kepala Yara seperti tengah menelitinya, barangkali ada benjolan di sana yang menjadi penyebab Yara berubah.

Yara hanya pasrah melihat reaksi kedua sahabatnya itu. Lalu Yara menyingkirkan tangannya Aul yang berada di kepalanya. "Lo berdua kenapa deh? Gue nggak kenapa-kenapa kok." Jelas Yara.

"Tapi emang iya sih Sil, dia keliatannya sehat-sehat aja. Badannya nggak panas, gue juga nggak nemu ada benjolan di kepalanya." Aul memaparkan sambil sesekali berfikir tentang apa yang terjadi pada Yara.

Seakan teringat sesuatu, Aul menjentikkan jarinya. "Gue tau, apa jangan-jangan sistem saraf di otak lo lagi bermasalah ya Yar, makanya lo begini."

Yara menghembuskan nafas lelah, mengapa begini banget sih nasib dirinya. Punya dua sahabat tapi otaknya sengklek semua, sungguh malang kisah pertemanan Yara.

"Lo berdua kali yang sistem sarafnya pada bermasalah, bukan gue." Yara mengambil topi abu-abu dari dalam tas nya dan ia menggamit lengan Sesil dan Aul. "Mending sekarang kita ke bawah siap-siap buat upacara. Sebelum bu Jaenab dateng trus teriak-teriak nggak jelas di sini." Yara menarik Aul dan sesil agar bergegas ke bawah.

"Eh tapi yar---"

"Nggak pake tapi-tapian Sesil, ayo ke bawah sekarang." Yara kembali menarik kedua sahabatnya itu.

Yara merasakan getaran kecil di saku rok sekolahnya, ia melihat ke sekeliling untuk memastikan tidak ada guru yang menangkap basah dirinya tengah bermain handphone di saat upacara tengah berlangsung.

Ia melihat ada sebuah pesan masuk dari Ardi. Dan ia tersenyum tulus membaca pesan itu.

Ardiansyah_

(Nanti jangan lupa sholat Dhuha, inshaa Allah rezeki kamu di lapangkan oleh Allah.)_07.15

Ayarazi

17.15_(oke Ardi, makasih udah ngingetin gue buat sholat😊)

Yara memasukkan kembali smartphone nya, takut terlihat oleh guru yang sering berkeliling untuk memastikan upacara berjalan dengan lancar. Tak lama smartphone itu kembali bergetar, Yara kembali tersenyum melihat balasan dari Ardi.

Ardiansyah_

(Sudah menjadi kewajiban saya sebagai sesama muslim untuk saling mengingatkan, apalagi mengingatkan tentang kebaikan. Dan jangan lupa, di latih lagi bacaan Al-Qur'annya agar kamu semakin terbiasa melafalkan ayat-ayat suci agar hati mu menjadi lebih tenang dan otak mu menjadi lebih mudah menyerap ilmu yang diberikan oleh guru mu.)_17.18

Damai sekali rasanya hati Yara setiap kali gadis itu membaca pesan masuk dari Ardi. Ia semakin kagum saja terhadap pemuda itu. Bagaimana tidak, Ardi itu sosok laki-laki yang diidam-idamkan setiap wanita. Tutur kata yang lembut, bijaksana, pintar, sabar, dan bacaan Qur'an yang menurut Yara hampir sempurna. Setiap kali ia membayangkan sosok Ardi, senyum manis selalu terukir di wajah gadis itu.

Melihat Yara yang senyum-senyum sendiri dan terfokus dengan layar smartphone nya, Sesil menepuk punggung gadis itu. "Ini anak satu maen handphone mulu yakan, nanti kalo ketawan Mr.Yudi habis lo. Bisa-bisa tuh handphone lo nggak balik sampe lo lulus." Omel Sesil dengan suara cukup pelan agar hanya mereka berdua saja yang dapat mendengarnya. Kebetulan Sesil baris tepat di belakang Yara, dan tepat di belakang Sesil adalah Aul.

Laki-laki itu terus memandang ke arah mereka bertiga dengan senyum licik nya, ia semakin penasaran ketika melihat gadis itu tersenyum sambil memandang layar smartphone nya. Ide-ide jahat pun bermunculan di otak laki-laki itu, ia benar-benar ingin membalaskan dendamnya kepada gadis itu. Ia ingin menghilangkan senyum gadis itu dan menggantinya dengan derai air mata. Itulah janji sang laki-laki kepada gadis yang ia sayangi.

"Tunggu pembalasan dendam gue Yar."