Gubrak!!
Erra menggebrak meja Zaki tepat saat bel istirahat berbunyi. Siswi berjepit pita biru itu menatap nyalang siswa keriwil yang sekarang tengah memasukkan buku ke dalam tasnya.
"Ngapain sih?" tanya Zaki sembari menggeser tangan Erra yang berada di atas mejanya. "Maksud lo apa,main ngadu aja sama pak Adam huh?!" Bentak Erra,Zaki menghela nafas."Gue gak ada maksud apa-apa,kok." Kini Zaki menatap netra siswi di depannya.
"Gak ada maksud apa-apa? Lo bilang gak ada maksud apa-apa, terus liat gue merah sampe nangis gitu apa yang lo lakuin bangsat!! LO MASIH MAU BILANG GAK ADA MAKSUD APA-APA?! LO BILANG LO MAU BAIKAN SAMA GUE,TAPI LIAT! LO NABUR API LAGI. LO~ EMANG LAKI-LAKI MUNAFIK,ZA!" suara Erra menggelegar di ruangan persegi itu,sebagian siswa yang akan pergi ke kantin pun mengurungkan niatnya. Dan memilih menonton pertengkaran si ketua kelas dengan sekretarisnya.
"Ngalem dong.. Jadi cewek gak ada manis-manisnya." Erra mendecih mendengar ucapan si keriwil. Ia lantas menaikkan telunjuknya ke hadapan wajah Zaki.
"Lo,bangs-"
Belum sempat Erra melanjutkan kata-katanya, seseorang sudah terlebih dahulu menarik kerah seragamnya.
"Bangs,apa?"
"Bangsat!" Erra menghentikan ucapannya, lantas ia menoleh,dan mendapati Rama yang sedang menaikkan sebelah alisnya.
"Mas.."
"Saya nungguin kamu,ayo ikut!" ucap Rama sembari menarik kerah muridnya,Erra berjalan mundur dengan mata yang masih menatap Zaki.
"Urusan kita belum selesai, gue masih punya dendam sama elo Jubaedah."
"Terserah lo Rukayah!"
"DIEM LO,DASAR EEK GORILA! LIHAT AJA,BAKALAN GUE ANCLUBIN LO KE PERUT BUMI!" Teriak Erra dengan berapi-api, Rama yang sedang menariknya hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Diem Era globalisasi,."
"Mas lagi,lepasin ini.. Entar aku jatuh gimana?"
Rama melepaskan pegangannya pada kerah leher Erra,pria itu menghentikan langkahnya lalu bersidekap sembari menatap muridnya.
"Mengumpati guru,bicara kasar kepada teman,hukuman apa yang cocok buat kamu?" tanya Rama sambil menaikkan sebelah alisnya,Erra mempoutkan bibirnya.
"Maaf.."
"Ikut saya!" titah Rama,dengan menurut Erra mengikuti perintahnya. Erra dan Rama berjalan beriringan, keduanya sama-sama terdiam. Sampai di depan sebuah Masjid, Erra bersuara.
"Ngapain ke Masjid? Mas mau ngajakin aku shalat duha?" tanya Erra saat melihat Rama melepaskan sepatunya.
"Kemari!"
"Aku lagi M." jawab Erra tak acuh,Rama membuang nafas.
"M?"
"Males." jawab Erra sembari mencebik,siswi itu tak sadar telah bertindak tidak sopan pada gurunya.
"Males kamu bilang?"
"Hm.."
Rama menahan nafas mendengar jawaban Erra. Astaghfirullah.
"Erra kemari!"
"Gak mau mas,aku gak biasa."
Ya nabi, Rama gereget dengan jawaban siswinya yang satu ini. Ingin sekali ia menjewer telinga siswi di depannya ini. Astaghfirullah Rama,innallaha ma'asshoobiriin.
Sabar Rama,sabar.
"Agama kamu itu apa?"
Erra yang tadinya menatap ke sembarang arah akhirnya menolehkan kepalanya. Ia menatap gurunya datar,namun keningnya seketika berkerut dengan kepala yang dimiringkan ke sisi kanan. "Kristian.." gumam Erra yang langsung membuat kaki Rama melemas.
"Ya Allah.."
"Kristian, ngapain lo disini?" ucap Erra sembari menyerobot masuk ke dalam Masjid, ia menanggalkan sepatunya dimana saja. Rama berbalik, lalu mendapati siswinya sedang menghampiri seorang siswa yang sedang berdiri canggung di depan jendela Masjid.
"Gu-gue.."ucap Kristian terbata, Erra berseringai sembari menengok ke dalam Masjid. "Oh.." ucap Erra sembari mengangguk-anggukkan kepalanya seperti sudah mengetahui sesuatu. "Lagi ngintipin gebetan,ya?"
"Sok tahu lo! Ini,gue,gue lagi nyari cicak buat tugas Biologi."
"Lo mau ngibulin gue? Mau gue percaya? Gak akan,Kris!"
"Ya terserah lo. Gue,gue emang lagi nyari cicak."
"Alah.. Tampang tukang ngibul layak gitu mana bisa jujur." Cibir Erra,siswa blasteran bernama Kristian itu mendengus.
"Kalo gue bilang Kaisar nanyain lo,gimana?" Ucap Kristian,membuat Erra tak bergerak. Jantungnya berpacu sangat cepat.
"Santai aja kali,gue cuma ngibul. Hahah.."
"Nyebelin lo!"
"Udah debatnya?" ucap Rama yang langsung membuat Erra dan Kristian menatap ke arahnya. Rama lagi-lagi bersidekap. "Jangan lupa jika kamu masih ada urusan dengan saya!"
Rama berbalik, ia memakai sepatunya kembali. Guru muda itu lantas melangkahkan kakinya menjauhi Masjid. Erra terkesiap.
"Gue balik ke kelas dulu,Kris." pamit Erra sembari berjinjit, lalu memungut sepatunya. Ia berlari-lari kecil mengejar gurunya.
"Perihal Kaisar,dia emang nanyain lo,Ra!"
"Mas,tunggu!" Teriak Erra,pura-pura tak mendengar apa yang dikatakan Kristian. Sahabat mantan kekasihnya.
___
Erra terduduk lemas di kursinya,pikirannya masih tertuju pada laki-laki yang sempat mengisi hatinya. Rakaisar Karl. Laki-laki berbadan tinggi,berkulit putih,berwajah tampan,dengan segudang prestasi. Ya,seorang Kaisar yang banyak dipuja kaum Hawa.
"Ra.."
"Hm?"
"Gue denger Kaisar bakalan balik lagi ke Sekolah ini." Erra menoleh,menatap wajah serius Kathrine. "Kaisar.."
"Tadi,pas istirahat gue denger dari Lucia. Dia bareng temen cabenya lagi bergosip ria di Kantin. Ih.. Jijik gue liatnya,kecentilan banget tuh cewek. Gak habis pikir kenapa bisa-bisanya si Kaisar selingkuh sama cewek cacingan kayak si Lucia.."
"Udahlah Kath,lagian itu udah berlalu. Gue juga udah lupain Kaisar."
"Ya,gue harap lo beneran lupa sama si Kaisar."
"Hm.."
___
15.30 WIB
"Apa?" ucap Rama dengan cueknya, pria itu menaikkan sebelah kakinya. Matanya menatap gadis di depannya yang tengah nyengir kuda.
"Mas."
"Langsung saja!"
"Jadi, jadi mas ini kan wali kelasnya aku. Nah,a-aku mau minta maaf atas kejadian hari ini. Mas maukan maafin muridmu ini?"
Rama masih tampak cuek. Erra menahan nafas beberapa saat, menunggu jawaban apa yang akan dikeluarkan oleh gurunya.
"Kamu minta maaf karena takut saya aduin, ya?" selidik Rama,Erra bergeleng cepat. "E-eh enggak kok,aku cuma sadar aja sama kelakuan aku."
"Sadar kalau kelakuan kamu selama ini tidak sesuai dengan fitrahnya seorang wanita?"
"Huh?"
"Sudahlah,lebih baik kamu pulang saja! Saya sedang malas berbicara." ucap Rama, Erra menatap Rama tak suka. Tapi ia buru-buru mengubah raut wajahnya menjadi sendu. Erra bersimpuh.
"Pak Rama,tolong maafin saya." Erra mengguncangkan kaki Rama, namun sang empu pemilik kaki masih saja cuek. Erra masih berusaha. "Mas.. Jawab dong."
"Mas Rama,maafin aku.."
"Mas,aku gak bakal bikin rusuh lagi. Tapi,aku gak janji ya."
"Mas.."
"Mas.."
"Mas!"
Rama terperanjat,ia bangun dari mimpinya saat seseorang mengguncangkan bahunya. Rama mengerjap,setelahnya ia mendapati seorang gadis berkepang dua berada di sampingnya.
"Ngapain kamu ke rumah saya?" tanya Rama sembari bangkit dari tidurnya, ia membenarkan tatanan rambutnya lalu menatap anak tetangganya yang entah sejak kapan sudah berada di dalam rumahnya.
"Nih,mamih yang kasih." Erra menyodorkan rantang berisi makanan ke arah Rama. Rama mengernyit.
"Lagi?"
"Katanya takut mas kelaparan."
"Masa sih?"
"Hm. . Buka gih,makanannya enak lho." ucap Erra, gadis itu tanpa sungkan mendudukan bokongnya di single sofa ruang tamu Rama. Rama tertohok. "Ngapain kamu?"
"Mas gak pernah belajar cara memuliakan tamu ya? Iuh.."
Huh?
Apakah yang dikatakan Erra itu tidak salah?Seharusnya yang bilang seperti itu adalah Rama. Rama tak habis pikir dengan gadis yang katanya tamu di rumahnya ini. "Apa kamu juga tidak pernah belajar jika tidak baik berduaan dengan seorang laki-laki yang bukan mahromnya?"
Erra menoleh,lalu ia beranjak dari duduknya dan mengambil langkah.
"Meski aku sudah mengambil jarak,apa itu tetap tidak baik?" tanya Erra dengan polosnya, tanpa sadar rama mengulas senyum dan mengangguk membenarkan apa yang dikatakan gadis yang sekarang sedang berdiri beberapa meter darinya.
"Kita berada di bawah atap yang sama,era globalisasi."
"Aih.. Ribet! Padahal aku ingin sekali menelusuri setiap inci rumah ini."
"Untuk apa? Kurang kerjaan saja."
Rama menyenderkan kepalanya ke punggung sofa,ia masih memperhatikan gadis yang sekarang tengah berjalan menaiki tangga rumahnya. "Mau kemana kamu?"
"Kesana."
"Jangan!
Rama cepat-cepat beranjak dari duduknya, ia melangkah ke arah Erra.
"Aku mau lihat-lihat doang kok!" ucap Erra, matanya menikmati hiasan dinding di sampingnya tanpa menghiraukan Rama yang sedang mencoba menahannya.
"Jangan ke atas!"
"Kenapa?" tanya Erra akhirnya, ia membalikkan tubuhnya secara tiba-tiba yang membuat ia harus berhadap-hadapan dengan Rama.
"Omo!"
Erra terkejut, sontak gadis itu mendorong tubuh pria tegap di hadapannya.
Bugh!!
"Mas Rama!" teriak Erra saat melihat Rama terkapar di lantai. Buru-buru ia menuruni tangga dan menghampiri Rama. "Mas.. Mas.. Sadar mas!" Erra sembari mengguncangkan tubuh Rama yang terkulai. Erra dilanda cemas. Bagaimana ini? Apa yang harus dia lakukan?
"Mas Rama maafin aku,aku gak sengaja mas." ucap Erra kembali, ia masih tak henti-hentinya mengguncangkan tubuh Rama.
"Mas,bangun mas.."
"Mas Rama bangun,aku mohon."
Air mata Erra perlahan menetes. Sungguh ia benar-benar merasa cemas,demi Allah ia tidak pernah memiliki niat untuk mencelakai Rama.
"Mas Rama hiks,jangan mati dulu."
Lagi-lagi Erra dengan histerisnya mengguncangkan tubuh Rama,takut-takut Rama meninggal dunia. Erra tersedu, tanpa sadar ia menjatuhkan kepalanya ke dada bidang Rama. Ia tidak tahu harus bagaimana.
Pikirannya buntu.
"Mas Rama maafin aku,hiks.."
"Mas Rama..."
"Mas Rama jangan mati,hiks.."
"Mas Rama.."
"Mas Rama bangun,aku belum cinta sama mas Rama."
"Uhuk-uhuk!" Rama terbatuk,Erra langsung mengangkat kepalanya lalu menakup pipi Rama.
"Mas masih hidup?" ucap Erra dengan mata berkaca-kaca,Rama dengan setengah kesadarannya hanya bisa mengerjap,saking senangnya gadis itu memeluk tubuh Rama yang terkulai lemas di lantai.
"Mas Rama makasih udah bangun."
"Aku takut mas mati."
"Jangan pergi."
Deg
Deg
Deg
Kedua jantung mereka saling berpacu. Rama maupun Erra sama-sama terdiam. Mendengarkan dengan seksama detak jantung mereka yang berdegup kencang.
Astaghfirullah, Rama tersadar. Lalu dengan lemah ia mendorong tubuh Erra untuk menjauh.
"Hiks.. Kenapa mas malah mendorongku?" tanya Erra diikuti isakan tangisnya. Gadis itu menyusut ingusnya.
"A-awh.."
"Mas,ada yang sakit?" Rama mengurut pelipisnya, kepalanya pening.
"Mas,hiks.. Apa yang harus aku lakukan?"
"Diam." ucap Rama sambil mencoba untuk berdiri, namun sayangnya ia tak mampu. Erra yang melihatnya merasa iba.
"Biar aku bantu." ucap Erra,tanpa menghiraukan reaksi Rama, Erra dengan beraninya meletakkan tangannya di pinggang Rama. "Ku mohon kali ini saja jangan memarahiku." tambah Erra sembari membantu Rama bangun.
Hap!
Erra berhasil membantu Rama berdiri dan memapah pria itu ke sofa. Dengan pelan-pelan Erra mendudukan Rama di sofa panjang.
"Kepala saya pening." ucap Rama sembari menggerakkan tangan kanannya,namun nihil tangan kanannya terasa ngilu. "A-akh.." Setelah meringis,pria itu menutup matanya perlahan. Rama tak sadarkan diri dipelukan Erra.
"MAS RAMA!!!"