webnovel

Diego & Irene

Aku hanya seorang gadis malang. Hidupku itu sangat keras, dan semua itu dimulai saat aku diculik oleh penjahat. Mereka membawaku ke New York dan aku tiba-tiba terbangun dengan keadaan sudah berada di negara gemerlap itu, tepatnya disebuah klub. Ternyata aku dijadikan budak, seorang wanita pemuas nafsu, alias jalang. Mereka menjual tubuhku. Aku sangat menderita, terutama saat malam itu. Dimana seorang pria berhasil menjamah tubuhku dan mengambil keperawananku.

Nainaa · 青春言情
分數不夠
81 Chs

Chapter 53 : Identitas Irene [1]

At ALVAROS Skyscraper Building. Berlin--Germany. 11:30 PM.

"Mr. Carlos sudah pergi, tuan." lapor Christian sembari melihat ke layar jam tangan canggihnya, disana terlihat titik gps yang menunjukkan posisi Carlos berada. Dia menghubungi Diego lewat earpiece kecil berwarna hitam yang terpasang di telinganya dengan tersembunyi.

"Bagus. Terus awasi dia, jika mencurigakan cepat beritahu aku." ucap Diego yang sedang berada di kursi kebesarannya, dia lalu mematikan sambungan itu--kembali fokus pada tumpukan kertas di depannya.

"Kopimu, Sir...."

Diego masih berkutat dengan berkas-berkas di meja kerjanya ketika suara Katherine Elizabeth membuatnya berhenti sejenak. Diego juga langsung mengernyitkan kening sebelum melirik arlojinya. Ini sudah sangat malam, kenapa wanita ini masih disini juga?

"Kenapa kau belum pulang?"

"Anda belum selesai. Saya takut Anda butuh apa-apa." jawab Katherine dengan aksen Italia yang kental. Wanita itu kini tidak lagi berdiri di samping Diego, tapi sekarang dia sudah mengambil tempat duduk tepat di depannya.

"Kau sudah bisa pulang. Lagipula ini hampir selesai." ucap Diego tanpa ekspresi ketika merasakan tatapan Kath kepadanya bukan seperti biasanya. Diego juga tidak merasa harus menatap wajah Kath yang tengah tersenyum manis.

"Saya akan menunggu disini, menemani Tuan. Lagipula di luar masih hujan."

Hujan?

Ah, benar juga. Diego baru menyadari itu ketika dia melihat kaca besar di ruangannya. Di luar ternyata sedang hujan deras. Dan itu mendadak membuat Diego tidak tertarik dengan semua pekerjaan di mejanya. Ugh! Dia ingin pulang.

Tok tok tok

Diego menyenderkan punggungnya ke kursi putar bersandaran tinggi empuk miliknya. Mata biru cerahnya berkilat memerintahkan wanita itu untuk membukakan pintu.

"Selamat malam, Tuan Hans."

Kath menyapa Hans setelah membuka pintu dan mempersilahkan pria dengan setelah jas abu-abu tua untuk masuk ke dalam.

Huft! Syukurlah, kehadiran Hans kemari setidaknya dapat menyelamatkan Diego dari ketertarikan wanita itu. Karena setelah Kath mengangguk sopan pada Hans dia langsung bergegas meninggalkan ruangan. Bagus sekali. Pasti Christian yang menyuruhnya masuk, tangan kanannya itu memang benar-benar paham dengan dirinya.

"Ada apa, Hans?"

Hans Elvis Carrington menyodorkan map berwarna cokelat ke arah Diego. Namun tanpa menunggu, ia langsung meletakkannya ke meja. Mata berlensa coklat terang itu menatap Diego penuh semangat.

"Informasi mengenai Nona Irene. Maafkan saya karena pernah memberikan informasi yang kurang lengkap, tapi sekarang semuanya ada di dalam map ini. Satupun tentang nona tidak ada yang terlewatkan." ucap Hans.

"Tidak apa," gumam Diego. Dengan jemari yang kokoh, Diego membuka map di hadapannya.

"Bae Irene. Usia 19 tahun. Memiliki fobia ketinggian dan hobi memasak. Lahir di kota Jakarta Selatan, Indonesia. Memiliki mantan pacar sebanyak tiga dan-" seterusnya Diego membacanya sembari mengucapkannya, hingga ketika dia mendadak berhenti kala melihat nama yang tidak asing di biodata Irene.

Diego mengerutkan alisnya. "Bae Angel. Ibu kandung Irene?" Diego seolah tidak percaya mengetahui ibu kandung Irene yang sebenarnya adalah wanita itu.

"Bae Angel adalah menantu di keluarga Samuel. Apa-apaan ini?" Diego meremas map itu. Mata birunya berkilat menatap Hans, seolah meminta penjelasan.

Hans menelan ludah. "Tuan..."

"Aku memang tahu kalau Intan Kartika Dewi hanya ibu asuhnya. Dia ditemukan di depan pintu rumah wanita itu ketika masih bayi. Aku kira dia di buang oleh orang tuanya... tapi ternyata..." Tidak! Diego masih tidak bisa mempercayai ini.

"Nona Irene berasal dari keluarga ternama di Indonesia--Keluarga Samuel. Ayah kandungnya adalah adik dari Kenneth Samuel. Mereka adalah dua bersaudara. Demi harta warisan, Kenneth sampai tega membunuh adiknya--yaitu Kendrick Samuel, Ayah kandung Nona Irene. Kenneth membantai Kendrick dan Istrinya, tapi dalam insiden pembantaian itu Istrinya berhasil kabur dengan membawa bayi Nona Irene. Alasan wanita itu meletakkan bayinya di depan sebuah rumah kecil milik Intan hanya untuk menyelamatkannya dari kejaran anak buah Kenneth. Setelah itu Bae Angel pergi begitu saja. Dia melarikan diri setelah memastikan Nona Irene telah selamat."

"Itu adalah keputusan yang paling tepat. Karenanya Nona Irene benar-benar selamat dan masih hidup sampai sekarang--meski tak lama dari itu Kenneth sudah mengetahui jika nona Irene di asuh oleh keluarga Herlambang, Ayah angkatnya." tambah Hans.

"Seseorang harus membayar untuk kesakitan Irene, apalagi dia nyaris membuatnya menjadi wanita pelacur." Mata biru Diego berkilat. "Aku belum puas membuat Kenneth menderita, meski dia sudah mati di tanganku."

Untuk sejenak Hans kehilangan kata-kata.

"Kenneth memang kejam. Tidak hanya Ayah kandungnya, Kenneth juga menghabisi Ayah angkat Nona Irene dengan cara licik." ujar Hans, meringis kecil.

"Benar. Karena itu aku membalas perbuatan mereka. Mereka harus menderita, sama seperti yang Irene alami." geram Diego.

Hans mengangguk.

"Apa ibu kandungnya masih hidup?" tanya Diego tiba-tiba.

"Masih, tuan." Hans memasukkan tangannya kedalam saku kemejanya dan mengeluarkan sebuah foto. Dia lalu memberikannya pada Diego. "Bae Angel terlihat sedang di bandara Soekarno-Hatta tadi pagi, tuan. Anak buahku yang memotretnya dan mengirimnya padaku."

"Apa dia sedang kesini?" tanya Diego, memicingkan mata--terus memperhatikan sosok wanita itu.

"Benar, tuan. Bae Angel hendak menemui suami barunya. Dia sudah menikah lagi."

"W-what?" Diego kaget.

Tanpa mengindahkan wajah Diego yang terlihat tidak percaya, Hans melanjutkan kalimatnya. "Bae Angel menikah sebulan lalu. Suami barunya adalah anak buahmu sendiri. Namanya Glen Michael Johannson."

"Astaga... Glen? Dia anggota tim X. Pantas saja dia pernah meminta cuti padaku selama dua minggu untuk pulang ke Manhattan. Ternyata dia disana menikahi ibu kandung Irene. Aish... Apa ini kebetulan?" gumam Diego.

"Bisa jadi seperti itu, tuan." Hans tersenyum.

"Baguslah..." Diego menghela napas panjang, menutup mata sejenak. "Setelah ini kau temui Glen dan suruh dia menghadapku besok malam."

"Akan ku lakukan, Sir..."

Setelah berpamitan Hans bergegas ke luar ruangan. Lalu di detik selanjutnya Christian menghubunginya kembali. Pelayan setia itu berkata bahwa dia harus kembali ke Mansion untuk menyiapkan sesuatu bersama Hans.

Ruangan super megah itupun hanya di huni oleh Diego seorang. Pria tampan dengan rahang tegasnya itu menutup layar laptopnya dan membereskan kertas-kertas yang berserakan, map coklat yang berisi data Irene dia simpan baik-baik di dalam sebuah brangkas yang terkunci. Namun ketika berbalik, Diego melihat kembali wanita yang sempat memberikan kopi padanya beberapa saat lalu. Kath tiba-tiba saja sudah berdiri di depan pintu, tersenyum manis kepadanya.

Diego berdecak, merasa risih. Ada apa dengan wanita itu sebenarnya? Kenapa dia terus tersenyum seperti itu? Well, meskipun cantik dan seksi tapi paras Katherine tidak mampu mengalahkan pesona Irene-nya.

"Tuan... aku tidak bisa mencari taksi karena sudah terlalu malam." lirih Kath, wanita itu menggigit bibir bawahnya. "Tolong antarkan aku pulang, tuan."

Tanpa menunggu respon Diego, Kath mengambil satu langkah maju, lalu terus melangkah mendekatinya. Wanita itu sudah berdiri di samping Diego. "Bagaimana bisa kau membiarkan wanita pulang sendirian tengah-tengah malam, tuan?"

Sialan. Tatapan melas dan wajah yang dibuat menggoda itu... Diego memijit kening dan melirik arlojinya. God! Yang benar saja! Dia ingin pulang dan wanita ini malah...

"Tuan Diego.... antarkan aku." kali ini Kath meraih tangan Diego. Meremasnya pelan.

Diego tetap diam, hanya menghela napas panjang dan menarik tangannya. "Tidak bisa, aku harus bertemu-"

CEDARR!

Kilatan petir yang terasa dekat sekali dengan jendela ruangannya membuat Diego cukup terkejut. Tapi keterkejutannya itu masih belum apa-apa dibanding keterkejutannya mendengar teriakan Kath.

Katherine sepertinya takut petir. Dia bahkan langsung memeluk lengan Diego sembari reflek menutup telinganya dengan telapak tangan.

"Kath, kau tidak apa-apa?"

Katherine tidak menjawab. Malah wanita itu berteriak lagi ketika kilatan petir selanjutnya kembali terdengar.

Damn it! Hujan diluar sepertinya makin parah saja. Dan itu membuat Diego buru-buru melepaskan Katherine dari lengannya. Dia harus pulang. Diego mengkhawatirkan Irene. Bagaimana jika ternyata Irene juga takut petir juga?

Baru saja melangkah, Kath menahannya lagi. Wanita itu mencekal lengan Diego.

"Tuan... Aku takut sekali, tolong antarkan aku."

Diego menarik napas dalam-dalam, mengepalkan tangan--ingin meledak. Tapi amarahnya langsung menguap begitu saja ketika melihat Kath menangis. Wanita ini juga ketakutan. Terlihat sekali dari matanya, tubuhnya juga menggigil.

Diego memegang bahu Kath, berusaha membuatnya tenang.

"Ayo kita pulang."

"Terimakasih, Sir..." ucap Kath, terdengar benar-benar senang. Wanita itu langsung mengusap matanya dan merapihkan tatanan rambutnya.

Diego sendiri tidak memperhatikannya. Dia hanya terus menggandeng tangan Kath dan berjalan menuju pintu keluar sambil berpikir untuk cepat ke mobilnya dan pulang. Apalagi ketika melihat hujannya seperti menjadi semakin deras saja, seakan-akan, akan terjadi badai sebentar lagi. Dan Irene hanya sendirian di kamar.

Untunglah dugaan Diego salah.

Beberapa menit setelah mobilnya melaju di jalanan, hujan malah terlihat reda. Tapi tetap saja Diego masih mengkhawatirkan Irene.

Baiklah... Ini yang terakhir kali. Setelah dia selesai mengurus wanita ini, Diego tidak akan lagi menunda-nunda untuk bertemu Irene-nya. Tidak akan....

•••

At ALVAROS Mansion. Berlin--Germany. 12:10 AM (tengah malam).

"Tuan..."

Diego baru keluar dari mobilnya ketika suara Lucas terdengar memanggil. Well, seperti perintahnya. Lucas tengah menyeret Raka yang sudah babak belur untuk di bawa keluar. Mereka berpapasan di depan pintu utama.

Diego melirik Raka dengan tajam, kemudian menghunuskan matanya pada Lucas. "Lepaskan dan buang dia di jalanan." perintah Diego tak terbantahkan.

"Baik, tuan." ucap Lucas, kemudian dia menarik baju Raka lebih kuat. Sementara pria yang tidak berdaya di bawahnya itu sudah tak sadarkan diri, setelah sempat mendapat tatapan tajam milik Diego. Baju Raka di penuhi darah, ujung bibirnya robek dan tubuhnya banyak lebam biru. Jangan lupakan satu hal... Diego tidak mungkin tidak meninggalkan jejaknya di tubuh korbannya. Siksa dulu baru lepaskan. Entah melepaskan nyawanya atau benar-benar dilepaskan--seperti sekarang.

Lucas awalnya sangat terkejut dan bingung ketika diperintahkan untuk melepaskan Raka. Alasannya ternyata sederhana, karena si Carlos itu. Padahal, Lucas yakin jika Carlos bukan paman tuannya, detik ini juga nama Raka Mikhailova pasti sudah tercatat di atas batu nisan.

Lucas akhirnya benar-benar membuang Raka di tengah jalan. Entah sengaja atau tidak lelaki itu menghempaskan tubuh Raka seperti sampah.

Sementara Diego, lelaki itu kini tengah berjalan menaiki undakan tangga yang mengarah ke lantai dua. Tempat dimana kamarnya dengan Irene. Menghembuskan napasnya keras, Diego memasuki kamar itu. Diego mendapati Irene tengah tertidur di atas ranjang yang berada di tengah ruangan--posisi tidurnya sama seperti terakhir kali Diego lihat. Huft... Diego langsung bersyukur melihat Irene seperti ini--tenang, damai, dan aman. Ternyata suara petir yang cukup keras tadi tidak membuatnya bangun.

Menggeser kursi, Diego duduk di samping Irene kemudian menggenggam jemarinya erat dan mencium punggung tangannya. Lelaki itu tersenyum, mata biru safirnya tidak sekalipun meninggalkan Irene. Menatap wajah polos Irene ketika tertidur. Cantik sekali, seperti putri tidur.

"Aku tidak mau kau menderita lagi...." Diego berbisik serak. Mengulurkan tangannya, Diego mengelus rambut Irene dengan lembut, sementara mata birunya sudah berair. Iblis berwujud manusia itu.... menangis.

"Aku berjanji akan mempertemukanmu dengan keluarga kandungmu. Terutama ibu kandungmu." Diego terbatuk, tak kuasa melanjutkan. "Aku tidak bisa membayangkan saat kau mengetahui semuanya, Irene...."

"Bagaimana jika kau sangat terpukul karena mengetahui identitasmu yang sebenarnya? Akan bagaimana...." Diego menggigit bibir bawah, tangisan yang jarang sekali dia lakukan kini benar-benar keluar dari mulutnya. Memikirkan itu saja langsung membuat dada Diego sesak. Apalagi Irene?

To be continued.

GAIS JANGAN LUPA LIKE, KOMEN + SHARE KE TEMEN KALIAN YAA. MAKASIH SUDAH MEMBACA!

Hayooo.... kalian dapet fakta apa di chapter ini??????