Dari kejauhan terlihat sosok pria memakai kacamata hitam berjalan dengan gagahnya bersama para pengawal dibelakangnya. Dia memakai kaca mata hitam dan jas yang ia pegang, menambah kesan kharisma.
Langkahnya begitu cepat memasuki perkarangan rumah, pintu gagah yang berada di hadapanya diketuk dan tak lama seorang wanita tua menunduk mempersilakan gerombolan pria itu masuk.
"Saya ingin bertemu dengan Tuan Gebyson."
Wanita menunduk hormat kemudian pergi mencari sang tuan rumah. "Kau yakin ingin menikahi anaknya, Tuan?" pria tampan itu membuka kacamatanya meletakannya di saku kemeja tersenyum pada dua pengawa dibelakangnya. "Apa wajahku terlihat srperti ingin main-main, robert?"
Robert tersenyum. "Tidak tuan."
Pria itu berdiri ketika melihat Tuan rumah datang. Dia menjabat tangan dengan penih wibawa. "Selamat siang, Tuan Gebyson, Bagaimana kabar anda hari ini?"
Pria tua itu memberi senyuman pada pria tampan membalas jabatan tangannya. "Seperti yang anda lihat, Tuan Tyan, kabar saya sangat baik. Oh ya, anda kemari pasti ingin bertemu dengan putri saya, apa benar?"
"Benar, Sesuai dengan permintaan saya kemarin tuan." Tuan Gabyson berdiri memanggil pelayan untuk memanggilkan putrinya.
Tyan tersenyum ketika melihat gadis manis dengan celana panjang dengan kaus pendek warna hitam dan gaya rambutnya yang sangat pendek. Tuan Gabyson memperkenalkan anaknya pada Tyan, "Saya Tian, Nona."
Gadis itu duduk di samping sang ayah menatap Tyan nyalang. "Ada perlu apa?"
Tyan memperlihatkan berudu warna merah kepada gadis manis itu sontak hal itu mengundang banyak tanya. Tyan tersenyum hangat. "Saya ingin melamar kamu, Devania."
"Panggil Gue Devan." Tyan tersenyum lagi. "Maukah kamu menjadi ratu saya di singgahsana kerajaan saya?"
Gevania memutar bola mata malas. "Terlalu puitis, skip!" Gevania memperlihatkan gestur tubuh mengusir. Sontak tuan Gebyson melayangkan pukulan pada anak perempuannya. Gavania meringis, mengusap kepalanya pelan.
"Geva tidak mau, ayah."
Tuan Gebyson mendengus. "Ayah mau kamu menerima lamaran Tyan, Geva."
"Tapi kan yah," Tyan menyela. "Jika kamu menolak saya, tidak apa Geva, Saya paham."
Tuan Gebyson tak terima. Dia memaksa anaknya menerima lamaran Tyan. Mana mungkin orang sekaya Tyan ditolak? Itu sangat merugikan.
"Gue, gak mau. Kita temanan saja, Tyan."
"Jika nona Geva ingin seperti itu, saya siap menunggu nona." Geva jengah. "Terlalu baku, Geva nggak suka!"
"Nona mau dipanggil saya dengan sebutan apa?" Gevania berfikit senejak. "Panggil Gue Gevan, paham?"
Tyan memasukan berudu merah ke saku kemejanya lalu berkata, "Baiklah, Dek Devan."
"Gak pakai Adek ya, Tyan!"
"Saya suka panggilan itu." Gavania menghentakan kaki kesal. "Ayah, Geva nggak mau sama dia, ayah!"
"Harus!"