Siapa yang tidak suka jangkrik? Saat berada di desa Snot juga suka bermain jangkrik. Tetapi tidak untuk diadu karena dilarang keras oleh Kakek. Sudah beberapa kali Snot dan Toe mencari jangkrik di kebun rumah kosong. Selain jangkrik mereka juga mendapat bonus buah yang tumbuh di kebun itu. Telah bertahun-tahun rumah itu dibiarkan kosong, karena ditinggal merantau pemiliknya ke kota. Di desa sangat sulit mencari orang yang bersedia menempati rumah, karena mereka punya rumah sendiri.
"Kamu jangan mengadu jangkrik, kasihan!" berkali-kali Kakek menasehatinya.
"Kalau jangkrik itu bertarung sendiri bagaimana, Kek?" tanya Snot.
"Jangan ngeyel kamu!" seru Vista. "Sudah diberitahu jangan adu jangkrik itu artinya, ya, kalau ada jangkrik berantem dilerai, dipisah dan suruh salaman lagi!"
"Baiklah, saya akan mencari jangkrik sebanyak mungkin, akan saya ternak. Nanti saya bisa memasok pedagang Jangkrik di Jakarta!"
"Jika akan jadi juragan jangkrik kamu harus siap-siap tuli, karena suara jangkrik sangat berisik!" kata Vista, dengan semangat yang penting memojokkan Snot.
Kakek dan Nenek tertawa, "Tidak mungkin tuli. Bukankah suara jangkrik tidak sekeras mercon?" Nenek membela Snot.
"Uh, Nenek jangan membelanya!" kata Vista bersungut. "Nanti dia besar kepala!"
"Jangan bertengkar saja. Kalian itu saudara kembar, seharusnya saling membantu," ujar Kakek.
Vista dan Snot tertawa, Vista segera memeluk Snot, lucu sekali. "Begini, Kek?" tanya Vista.
Snot bersama teman-temannya mencari jangkrik di sawah. Mereka mengambil semua jangkrik yang ditemukan, karena akan diternak. Jangkrik-jangkrik muda, yang belum memiliki sayap atau masih gundul dan disebut trondolo juga diambilnya. Dimasukkannya jangkrik-jangkrik itu di tabung bambu. Jangkrik sawah berwarna merah dan hitam, yang hitam disebut jliteng dan yang merah disebut jrabang.
"Dulu, saat masih kecil seperti kamu, Kakek punya cara tersendiri untuk memelihara jangkrik gundul atau trondolo!" ujar Kakek ketika melihat jangkrik tangkapan Snot.
"Kakek ambil batok kelapa yang di ujung-ujungnya diberi lubang, tapi lumayan kecil agar jangkrik tidak bisa lari. Lalu Kakek cari lempeng batu yang lebar sebagai alas, lantailah. Nah, juga Kakek siapakan makanan jangkrik seperti tanaman krokot, cabai, juga batang-batang tanaman kacang yang sudah kering. Nah, bersama makanan itu, jangkrik muda ditutup batolk kelapa. Satu jangkrik muda satu rumah dari batok kelapa. Biar tidak bertarung. Teknik itu disebut 'ngekop', jangkrik dipelihara di tempat sempit dengan cadangan makanan yang cukup kira-kira untuk sebulan. Setelah sebulan batok kelapa dibuka, dan jangkrik muda itu sudah jadi jangkrik dewasa. Gagah dengan sayap seperti Superman!"
"Terus jangkrik itu Kakek adu?" tanya Snot mencoba menjebak.
"O, tidak! Hanya dipelihara saja juntuk menakut-nakuti tikus!" jawab Kakek. Snot tertawa, ternyata Kakek terlalu cerdik untuk diakali.
Kakek mengajari Snot membuat kandang jangkrik dari sayatan-sayatan bambu. Kakek juga membuat beberapa tabung bambu berventilasi untuk kandang jangkrik. Sayatan-sayatan tebal bambu disusun bersilang, dibuat berbilik-bilik. Setelah kandang selesai , jangkrik dimasukkan dan bisa dilihat karena kandangnya bercelah-celah. Kandang jangkrik, setelah ditempati berbau khas, mungkin perpaduan bau keringat dan kotorannya sehingga harus dijaga kebersihannya.
Ada dua jenis jangkrik, jangkrik sawah dan jangkrik kebun. Jangkrik sawah jika di Jawa Tengah disebut 'jangkrik', sedangkan jangkrik kebun disebut 'gangsir'. Jangkrik kebun lebih besar daripada jangkrik sawah. Tapi jangkrik kebun tidak bisa diadu karena tidak punya rahang layaknya jangkrik sawah. Bentuk mulut jangkrik kebun lebih menyerupai mulut kecoa. Memang pada dasarnya jangkrik dan kecoa masih bersaudara dekat, mungkinkah saudara sepupu?
Jangkrik kebun bertarung dengan gaya taekwondo, karena mengandalkan kaki-kaki belakangnya untuk menendang lawan. Jadi bertarungnya membelakangi lawan. Sedangkan jangkrik bertarung dalam gaya sumo, dengan saling menggigit rahang lalu mendorong atau melempar lawannya. Jangkrik tidak ada yang pengecut, bila belum mencoba kekuatan lawan tidak pernah lari meskipun musuhnya itu lebih besar dan sangar. Bila sudah mencoba kekuatan lawan dan kalah, baru lari. Tahu dirilah, seperti kita! Sayangnya, yang kalah akan dijantur agar punya nyali lagi.
Bagaimana jika jangkrik sawah dan jangkrik kebun ditemukan dalam satu pertandingan? Menang jangkrik kebun, dengan kakinya yang jenjang menyepak-nyepak layaknya kaki kuda dan jangkrik sawah akan lari lintang pukang. Selain itu, bertarungnya jangkrik kebun ngawur, menggigit perut juga dijalani. Sementara pertarungan jangkrik sawah bersih, seperti punya aturan main.
Permukaan sayap jangkrik jantan dan betina berbeda. Jangkrik sawah jantan permukaan sayapnya bergelombang dan lebih kuat, sedangkan yang betina rata dan berkotak-kotak lembut. Jangkrik kebun jantan sayapnya cenderung bergelombang dan tidak sekuat sayap jangkrik sawah jantan, dan yang betina sayap rata dengan motif kotak-kotak. Perbedaan bentuk sayap itulah yang membuat bunyinya berlainan. Bunyi jangkrik sawah jantan: "Krik-krik-krik-krik!" terputus-putus. Sedangkan suara derik jangkrik kebun tanpa putus: "Thiiiiiiiiiiiiiiiiiirrrrrrrrrrrr.....!" Jangkrik betina tidak bisa berbunyi, tapi bisa bertelur!
Bagaimana dengan rumah mereka? Jangkrik kebun menggali lubang di tanah sementara jangkrik sawah lebih malas, mereka cukup ngumpet di tanah retak, bongkahan tanah atau batu. Lebih mudah mencari rumah jangkrik kebun, karena ditandai "gunung kecil" yang terdiri dari timbunan tanah bulat kecil. Gundukan tanah itu dihasilkan dari tanah galian saat mereka membuat lubang. Bila gundukan itu diseka, tampaklah lubang sebesar jari tangan. Dalamnya bisa setengah meter, tapi ada juga yang sekitar lima belas centimeter.
Musim jangkrik ketika peralihan dari musim hujan ke musim kemarau. Kalau jangkrik sawah ketika pak tani bertanam palawija seperti kacang dan kedelai. Anak-anak juga suka mencari jangkrik kebun, biasanya hanya untuk iseng saja. Tapi bisa digoreng atau dipepes bersama parutan kelapa. Tapi bagi yang alergi bisa menimbukan gatal-gatal.
Mencari jangkrik kebun bisa dengan menggali lubangnya atau menuang lubang dengan air. Bila lubangnya dipenuhi air maka jangkrik kebun akan susah bernapas dan buru-buru keluar, ditandai dengan air yang berdenyut-denyut. Lalu kepala jangkrik kebun itu akan nongol. Tapi bila melihat orang jangkrik itu akan kembali masuk lubang, bahkan tidak jarang mereka pilih mati di dalam. Kalaupun melompat keluar dari air pasti ditangkap, dan artinya akan mati juga karena sering untuk makanan ayam.
Di ujung liang sarang jangkrik kebun ada lubang yang cukup lebar, mungkin sebagai ruang utama atau ruang tamu! Di ruang yang lebar itulah jangkrik bisa berbelok dan menyimoan makanan, sedang lorong sarang hanya ngepas badan, hanya bisa maju dan mundur saja.. Kadang-kadang jangkrik kebun membuat liangnya bercabang untuk mengecoh anak-anak yang menggali. Jangkrik kebun bila berbunyi kepalanya dihadapkan ke lubang. Bukan berarti saat keluar berjalan mundur, begitu sampai luar berbelok menghadap lubang. Buat jaga-jaga, bila ada yang mencurigaikan bisa cepat masuk lubang. Tapi, beberapa menit kemudian akan keluar dan bernyanyi lagi.
Makanan jangkrik dedaunan dan batang tanaman. Jangkrik sawah juga makan tanaman kering. Jangkrik berbunyi untuk show, pamer, agar jangkrik betina datang kepadanya. Jangkrik kebun, kalau sudah berhasil mengundang jangkrik betina ke lubangnya tidak akan berbunyi lagi. Sehingga saat lubang itu digali akan didapat dua ekor jangkrik, jantan dan betina. Telur jangkrik ditinggal di sarang dan tidak usah dierami untuk menetas, hanya diperlukan kelembaban untuk menetas. Setelah kawin dan bertelur jangkrik akan mati. Metamorfosis jangkrik tidak sempurna, berbeda dengan kupu-kupu. Telur jangkrik menetas jadi jangkrik kecil atau pupa.
"Snot, rumah kosong berkebun luas itu sekarang sekarang berpenghuni. Tapi, orang-orangnya tampak tidak bersahabat!" kata Toe. "Saya diusir ketika mencari mangga di kebun itu!"
"Dipikirnya kamu mencuri mangga!" sahut Snot. "Apakah mereka orang-orang sini?"
"Ada yang saya kenal, tapi yang lain tidak. Tapi, katanya mereka jadi pengepul jangkrik!"
Snot bertanya, "Hendak beternak jangkrik, maksudmu?"
"Kalau beternak, kan, dibeli semua. Baik yang jantan dan yang betina. Mereka hanya membeli yang jantan saja!" jawab Toe. "Bisa jadi mereka para penjudi jangkrik!"
Cerita dari Toi disampaikan Snot pada Vista. Vista menyuruh Snot menyelidikinya lebih jauh. "Sebaiknya kamu ajak Toe, karena dia lebih menguasai medan!"
Hari berikutnya, Snot dan Toe pura-pura mencari jangkrik kebun di kebun kosong itu. Dengan jompong, semacam sabit tapi gemuk, dan cangkul mereka mencari liang jangkrik kebun dan menggalinya. Mereka sengaja mendekati rumah itu. Tapi sebelum dekat benar ada yang berteriak menghardik. "Sana pergi jauh, jangan kembali lagi!"
Snot dan Toe berpandangan. "Bukankah itu Paman Muu, si tukang ojek?" bisik Snot. "Mengapa ada di sini, apakah tidak mengojek lagi?"
Beberapa orang keluar dari rumah kosong dan berdiri di samping Paman Muu, memandangi mereka dengan marah-marah. "Kalian tidak boleh ke sini lagi! Awas kalau diulang!" seru Paman Muu lagi. Ye, tidak seramah ketika nawari naik ojeknya!
"Kami hanya cari jangkrik!" ujar Toe sambil menunjukkan plastik berisi beberapa jangkrik kebun. Snot dan Toe tidak ada pilihan lain, mereka harus meninggalkan kebun kosong itu.
"Mereka mencurigaikan, kita harus mengawasi mereka diam-diam!" kata Snot.
"Ya!" sahut Toe berbisik. "Mengapa mereka memilih rumah yang sudah lama kosong. Pasti ada apa-apanya. Jangan-jangan mereka kelompok penculik?"
"Paling-paling juga menculik jangkrikmu!" ujar Snot. "Memangnya ada yang diculik?"
Toietidak menjawab, hanya menyeringai. Bertiga dengan Vista mereka mengawasi rumah itu dari kejauhan. Malah kadang, mereka memanjat pohon belimbing di rumah Toe untuk mengintip rumah kosong itu. Mereka makin curiga karena sering orang asing silih berganti datang ke rumah itu. Malah ada kesan rumah itu dijaga ketat, mungkin di dalam rumah itu ada kegiatan yang melanggar hukum. Mungkin berjudi.
Daripada penasaran Snot memutuskan untuk menyusup ke rumah itu. Hal itu diutarakan pada Vista. "Bahaya kalau sampai ketahuan!"
"Jangan khawatir, saya sudah nonton film Scoobydo!" jawab Snot.
"Wah, lebih bahaya jika otakmu tidak nyambung diajak bicara!" sungut Vista. "Bila kamu tertangkap bagaimana?"
"Ya kamu dan Toe melakukan penyergapan!"
"Uh, bagaiaman kalau kita lapor polisi saja?"
"Jangan dulu. Kan, belum tahu mereka sedang apa di rumah kosong itu. Siapa tahu hanya tidir-tiduran atau membuat rujak mangga!" jawab Snot. Dia menyuruh Vista untuk tidak membocorkan kepada siapa pun jika dirinya akan masuk ke rumah itu, termasuk kepada Kakek dan Nenek.
"Bagaimana caranya untuk masuk ke sana?" tanya Vista.
"Memanjat pohon jambu biji yang condong ke atap rumah itu. Dahannya sangat kuat dan lentur!" jawab Snot. "Kamu berdoa saja!" Snot meminjam kaus kaki Vista untuk membungkus senter kecilnya. "Uh, bau sekali!" Snot juga membawa paku, siapa tahu diperlukan.
"Siapa suruh pakai kaus sepatu!" seru Vista. "Eh, bagaimana kalau bawa keris Kakek saja, paku kekecilan!"
Snot tertawa, "Sudah, kamu berdoa saja sambil merem!"
Malamnya, Snot diam-diam menelusup masuk ke kebun kosong. Dengan merangkak di sela-sela kerimbunan tanaman dan rumput kebun, dia mendekati rumah itu. Setelah sampai di pohon jambu biji dia memanjat pelan-pelan. Dia beringsut-ingsut pelan layaknya ular piton kekenyangan, agar tidak menimbulkan suara. Sampai di cabang, Snot memilih cabang yang condong ke genting. Dahan jambu itu mengantarkan Snot ke atap rumah kosong. Seperti kucing Snot mengendap di atap. Dibukanya sedikit genting untuk memastikan apakah rumah itu memakai plafon. Dalam kegelapan Snot bisa sedikit melihat, ternyata memakai plafon. Snot mengambil senter kecil yang dibungkus kaus kaki tipis dari kantong bajunya. Dinyalakannya senter, dengan bantuan cahaya yang lemah Snot melihat kayu-kayu penyangga plafon masih kuat. Snot membuka beberapa genting karena akan masuk ke plafon.
Tiba-tiba ada yang keluar rumah, kencing di bawah pohon mangga, sekaligus patroli. Snot menahan napas, menunggu orang itu kembali masuk rumah. Setelah orang itu masuk, Snot melanjutkan membuka genting lagi. Lalu Snot menerobos di sela-sela kayu usuk rumah, mendarat di kayu plafon. Dilubangnya plafon dengan paku, lalu mengintip ke bawah. Di balik cahaya lampu minyak, beberapa orang sedang asyik bermain jangkrik. Banyak sekali jangkrik di ruang itu. Snot berjalan hati-hati agara tidak menimbulkan suara. Dicoblosnya lagi langit-langit dengan paku, mengintip ke bawah lagi. Ruang gelap. Snot bergerak ke sudut, lalu membaut lubang lebih besar. Senternya hendak disorotkan ke bawah. Tiba-tiba ada orang masuk ruang itu dengan senter, Snot segera mematikan senternya. Apa itu? Banyak sekali benang di ruang tersebut. Oh, ternyata benang untuk menggantung jangkrik. Dilihatnya jangkrik-jangkrik itu, ada yang berputar dan ada yang diam. Kaki jangrik diikat benang.
Snot pernah melihat orang mengadu jangkrik. Jangkrik yang kalah mereka jantur, agar ganas lagi saat bertarung. Paha kaki jangkrik diikat seutas rambut lalu diputar-putar. Jangkrik yang kelabakan sayapnya mengembang, tidak jarang kakinya putus. Setelah cukup dijantur, diturunkan lagi di ring tinjunya. Mungkin karena mabuk dan pusing, jangkrik itu mengamuk hebat sekali. Jangkrik yang ada di hadapannya akan diserang habis-habisan. Cara menjantur yang lain dengan menarik sungut dekat mulutnya, bukan sungut panjangnya, jangkrik berputar sendiri karena menahan sakit. Sering juga sungut pendek itu putus. Orang adu jangkrik memag kejam sekali!
"Ambil jangkrik nomor ganjil, karena sudah digantung lima hari!" terdengar suara dari ruangan lain. "Nomor genap baru digantung kemarin!"
"Langsung dimasukkan ke tabung kecil?" tanya orang yang di ruang penggantungan jangkrik. Yang ditanya mengiyakan, lalu orang itu melepas ikatan benang. Jangkrik-jangkrik yang baru dilepas dimasukan ke dalam tabung bambu kecil, seukuran jari tangan. Hanya pas untuk badan jangkrik saja. Orang itu juga menyorongkan beberapa cabai rawit ke dalam tabung itu. Jadi, jangkrik itu hanya diberi makan cabai, biar galakkah? Lalu tabung-tabung bambu kecil itu dibawa ke ruang lain.
"Bagaimana dengan pesanan Boss Tang?" tanya salah satu daru mereka.
"Si jrabang berkaki satu itu, kan?" jawab yang baru keluar ruang penggantungan.
"Boss Tang akan mempertaruhkan mobil mewahnya dengan jangkrik itu. Sehingga dia berani bayar mahal!"
"O, jadi mereka penjudi jangkrik?" kata Snot dalam hati. Snot mengintip ke bawah lagi, sampai matanya kena debu plafon yang tebal. Beberapa orang mengeluarkan jangkrik lalu dicoba adu. Jangkrik-jangkrik itu sangat ganas, bertarung sampai salah satu mati. Bahkan sampai ada yang perutnya dirobek lawan. Itu tidak akan terjadi bila jangkrik-jangkrik itu tidak mengalami perlakuan buruk seperti itu. Jangkrik normal membiarkan musuhnya yang kalah pergi. Tapi ini betul-betul brutal!
Tiba-tiba ada tikus di langit-langit lalu lari memergoki Snot. Suara berisik dari plafon membuat orang-orang di bawah terkejut dan melihat ke atas. Snot tidak bergerak sama sekali. "Tikus!" kata salah satu dari mereka. Mereka pun meneruskan adu jangkrik. Snot harus pergi dari situ, lalu beringsut kembali ke genting yang terbuka dan keluar. Dengan hati-hati dikembalikannya genting ke posisi semula. Angin cukup kencang membuatnya lebih kudah, karena suara gesekan teredam suara angin. Snot meraih dahan jambu, lalu bak Tarsan berayun ke dahan yang besar dan melorot turun ke kebun. Dengan bergerilya lagi Snot meninggalkan kebun dan kembali ke rumah Kakek. Saat kepergok Nenek dia berkata dari rumah Toe.
"Apa yang kamu dapatkan?" tanya Vista.
"Mereka membuat jangkrik aduan, mereka menyiksa jangkrik. Kejam sekali!" bisik Snot.
Vista melihat tangan Snot tergores dan sedikit mengeluarkan darah. Vista mengambil obat merah dan menyekakan di luka Snot. "Terus kita bagaimana?" tanya Vista. "Apa yang akan kita lakukan?"
"Lapor polisi!" jawab Snot.
"Mana dipercaya bila tidak ada bukti!" kata Vista. Vista menghubungi Mayor Dud dengan sms. Melaporkan kegiatannya di desa dan kasus yang sedang mereka hadapi.
"Begini saja, kalian lapor kepada polisi yang kalian kenal. Dengan demikian kalian lebih diperhatikan!" jawab Mayor Dud.
"Wuih, jadi kita ka-ka-en, dong!" kata Snot. Lalu mereka saling berpandangan. "Siapa polisi yang kita kenal di sini? Tidak ada!"
"Toe punya paman polisi. Oke, besok kita ajak Toe!" kata Vista. Keesokan harinya, dengan tidak sabar, mereka mencari Toe. Diceritakannya hasil pengintipan Snot.
"Om Loh memang polisi, tapi tidak tinggal di desa ini!" kata Toe.
"Itu tidak masalah, kita hubungi Om Loh secepatnya. Kita ceritakan apa yang terjadi di sini!" kata Snot.
"Bila perlu, biar kita ajak mengintai. Siapa tahu ada di antara mereka itu penjahat yang dicari polisi!" kata Vista. "Bukankah penjudi itu temannya penjahat!"
Dengan bantuan Toe, Snot dan Vista bisa bertemu Om Loh. Oleh Snot diceritakannya kegiatan orang di rumah kosong di dusun Kakek. Snot juga menyebut nama Boss Tang, mendengar nama itu Om Loh sangat tertarik. Malah dia memberi nomor hp agar bisa segera dihubungi. "Kamu ada hp, kan?" Snot mengangguk. "Saya akan segera mengirimkan petugas untuk mengintai mereka, tentu dengan menyamar!"
Setelah pertemuan dengan Om Loh itu, Snot, Vista, dan Toe bergantian mengawasi rumah kosong. Selama seminggu tidak ada tanda-tanda mencurigaikan, hanya tampak anak-anak pergi dan datang ke rumah itu menjual jangkrik jantan. Tapi, Minggu pagi mereka melihat gelagat yang berbeda. Orang-orang yang tinggal di rumah kosong itu sibuk sejak pagi. Mereka juga mengeluarkan beberapa bangku dari dalam rumah. Mungkin agar arena adu jangkriknya lebih lapang. Selain itu, agak siang sedikit banyak orang datang dengan naik ojek. Paman Huu layaknya tuan rumah, menyambut tetamunya dengan ramah. "Tampaknya mereka akan mengadakan kegiatan penting!" bisik Snot kepada Vista.
Toe, tidak lama kemudian datang ke rumah Kakek. Dengan kecurigaian yang sama. "Sudah kamu hubungi Om Loh?" tanya Toe pada Snot.
"Sudah, Om Loh akan datang ke sini secepatnya!" jawab Snot. "Ternyata mata-mata polisi sudah tahu. Polisi sedang bergerak ke sini. Tapi mereka menunggu sampai jam sebelas siang, menunggu bandar utamanya datang, Boss Tang!"
Betul, tidak lama kemudian Om Loh datang dengan pakaian preman dengan naik ojek. Om Loh bergabung dengan mereka dan melakukan pengawasan dari kejauhan. Beberapa motor ojek datang lagi ke rumah itu mengantar beberapa orang. "Itu Boss Tang, jagoan judi dari Semarang. Berkali-kali dia lolos dari penyergapan karena tidak ditemukan barang bukti!" bisik Om Loh. "Kalian tenang saja, Irjen Pol Bio sedang mengatur strategi untuk menggerebek rumah itu. Mereka sudah ada di sekitar dusun ini!" Om Loh terus mengadakan kontak dengan teman-teman kepolisiannya. "Kami telah memblokir semua jalan agar mereka tidak bisa lolos!"
Mereka terus memantau rumah itu. Beberapa orang tampak berada di luar rumah, ditugaskan berjaga-jaga. Pastilah di dalam rumah sedang ada taruhan besar-besaran. Tidak lama kemudian terdengar suara motor menderu, ditilik dari suaranya bukan hanya satu atau dua motor saja, tapi lebih. Pasti polisi! Snot, Vista, dan Toi makin deg-degan hatinya. Om Loh menyuruh mereka tetap berada di tempat, sedangkan dia sendiri bergerakl mendekati rumah sambil mengeluarkan pistol.
Suara motor semakin kencang ketika memasuki pekarangan rumah kosong. Polisi dengan penyamaran turun dan menyebar, mengepung. "Jangan bergerak kami polisi, kalian sudah dikepung!"
Mereka yang berjaga-jaga di depan rumah kosong tercekat dan panik, tapi tidak bisa berbuat apa-apa karena langsung ditodong senjata. Bagaimana yang di dalam rumah? Terjadi kepanikan juga, malah ada ada yang melompat lewat lubang jendela dan berusaha kabur. Tapi tempat itu sudah dikepung polisi sehingga susah untuk lolos.
Terdengar letusan senjata api dari dalam rumah, polisi berpencar lagi sambil mencari perlindungan. "Gobang dan teman-temannya ada di dalam!" seru salah satu polisi. Gobang adalah penjahat kambuhan yang belum lama keluar dari penjara kerena kasus perampokan di ibukota. Kini dia diuber lagi karena penyakit jahatnya kambuh. Polisi yang mengepung makin merapat ke rumah itu dengan kewaspadaan tinggi. Beberapa orang menyerah dan keluar dari dalam rumah dengan tangan diletakkan di atas kepala, dan segera disambut borgol. Termasuk Boss Tang.
"Tinggal si Gobang!" seru Om Loh. Polisi lebih hati-hati karena Gobang memegang senjata api. Tiba-tiba Gobang menerobos kepungan dan berlari ke kebun sambil membuang peluru tak tentu arah. Tapi tiba-tiba kakinya kejeblos lubang bekas Snot dan Toi mencari gangsir dan jatuh. Senjatanya jatuh terpental, polisi segera menyergap dan menelikungnya. Gobang meronta-ronta. "Dasar lubang sialan!" teriaknya.
Melihat adegan itu Snot dan Toe saling berpandangan, lalu tertawa. Lubang yang mereka buat ternyata ada gunanya. "Itu upahnya buah yang suka adu jangkrik!" seru Toe.
Polisi segera menyerbu masuk rumah dan menggeledahnya. Alat-alat adu jangkrik dan ratusan jangkrik aduan ditemukan, juga uang tunai ratusan juta rupiah disita. "Apa kalian mau memelihara jangkrik?" tanya Om Loh kepada Snot dan Toe. Dua anak itu berpandangan. "Untung ada kalian, sehingga kami yang hampir kehilangan jejak Gobang bisa menangkapnya lagi! Selain itu, Boss Tang tidak bisa lolos lagi karena banyak barang bukti yang kami temukan!"
Ternyata yang terlibat judi jangkrik di rumah kosong itu orang-orang jauh. Ada yang dari Semarang, Surabaya, dan Jakarta. Mobil-mobil mereka ditinggal di hotel-hotel kota Klaten, dan mereka naik ojek ke dusun Kakek agar tidak dicurigai. Tapi mereka apes, karena di dusun itu sedang ada Agen Topi Merah yang dibantu Toe! Snot, Vista, dan Toe berunding tentang nasib jangkrik-jangkrik itu. Akhirnya mereka memutuskan melepaskannya saja di kebun.
"Tapi mereka ini jangkrik sawah, kenapa dilepas di kebun?" tanya Toe.
"Ah tidak apa-apa, biar mereka tahu kalau ada saudaranya di kebun. Ya, itung-itung silaturahmi!" jawab Snot. Tak urung tangan Vista menjotos punggungnya, buk! "Ampun!" (*)