Azara melangkah mendekat ke arah gubug itu diikuti oleh Azka yang masih bingung kenapa Azara mendatangi rumah itu. Di depan gubug tersebut terlihat seorang pria tua sedang menyusun barang bekas yang baru saja ia kumpulkan dari hasil memulung.
"Kek..." sapa Azara memanggil pria itu.
Namun pria itu hanya diam tanpa menoleh. Sepertinya pria itu tidak mendengar suara Azara.
Kemudian Azara kembali memanggilnya lagi dengan suara yang lebih kencang.
"Kakek...permisi," teriak Azara.
Pria itu menoleh dan segera mendatangi Azara.
"Maaf Nak, kakek nggak dengar. Ada apa ya?" katanya dengan suara yang sedikit gemetaran.
Azara melirik ke arah Azka yang masih terlihat bingung.
"Maaf Kek, apa Kakek melihat kejadian yang terjadi di dekat gedung kosong itu?" ucap Azara sambil menunjuk ke arah gedung kosong tempat penemuan mayat perempuan itu.
Pria tua hanya diam lalu menggelengkan kepala.
"Tidak, kakek tidak melihat apapun di sana," katanya pelan.
Namun entah kenapa Azara merasa yakin kalau kakek itu sedang berbicara bohong.
Kemudian ia kembali mendesak si kakek agar mau berterus terang.
"Kakek, apa Kakek melihat ada orang yang melintas di sekitar sini semalam?" kata Azara terus mendesak kakek itu.
"Tidak Nak, kakek tidak melihat siapapun lewat di sini." Kakek itu tampak ragu. Wajahnya juga tampak murung seperti sedang menyembunyikan sesuatu.
'Aku tidak mau berurusan dengan polisi. Sebaiknya aku tidak katakan pada mereka,' kata kakek itu di dalam hatinya.
Azara mendengar apa yang dikatakan oleh kakek tersebut.
"Kakek, tolong kerja samanya ya kek. Katakan pada kami apa yang kakek lihat di sekitar sini semalam," ucap Azara tak berhenti mendesak pria tua itu.
"Sudahlah kita pulang saja. Jangan paksa dia untuk bicara apa yang tidak dia ketahui," kata Azka menarik tangan Azara.
"Sebentar! Aku yakin kakek ini sedang berbohong sama kita. Aku juga yakin kalau kakek ini tahu sesuatu dengan kejadian pembunuhan itu," ucap Azara meyakinkan Azka.
Azka jadi semakin bingung dan heran dengan sikap Azara yang begitu yakin dan percaya diri.
"Kakek beneran tidak tahu apa-apa Nak," katanya lagi.
"Kakek saya mohon kakek katakan dengan jujur ya!" ucap Azara kini lebih pelan.
'Apa sebaiknya aku katakan saja ya kalau semalam aku melihat pelaku itu membakar tas korban,' katanya dalam hati.
Lagi-lagi Azara dapat mendengar suara hati kakek itu. Kemudian ia langusng menyahuti kakek itu,"Dimana tas itu sekarang Kek? Saya mau melihatnya sekarang!" ucap Azara dan membuat kakek itu jadi tekejut.
Wajah si kakek jadi terlihat ketakutan sekarang karena Azara bisa mendengar suara hatinya. Sementara Azka jadi merasa kasihan melihat kakek itu tampak tertekan dengan pertanyaan Azara.
Kemudian Azka mendekat ke arah pria tua itu karena Azka merasa tidak tega melihat wajah keriputnya semakin tertekan.
"Tolong saya, wanita ini monster. Dia bisa mendengar suara hati saya," kata pria itu sambil bersembunyi di belakang punggung Azka.
Azka jadi semakin bingung dengan apa yang baru saja dikatakan oleh pria tua itu.
"Azara, apa maksud kakek itu kamu bisa mendengar suara hatinya? Ada apa ini sebenarnya?" ucap Azka mengerutkan keningnya.
"Kakek ini menemukan tas korban pembunuhan semalam. Dan aku yakin tas itu masih ada di dalam rumah ini. Sebaiknya kita geledah saja untuk mencari buktinya," kata Azara penuh percaya diri.
Azara menarik tangan Azka dan membawanya masuk ke dalam gubug itu. Namun Azka menolak dan menghentikan langkah Azara.
"Tunggu! Tapi kamu tahu darimana kalau kakek itu menemukan tas korban? Dari tadi aku tidak mendengar kakek mengatakan hal itu," ucap Azka merasa curiga.
"Sudah jangan banyak tanya. Kali ini percayalah padaku. Sekarang lebih baik kita masuk dan cari tas itu," ucap Azara kembali menarik tangan Azka.
Tetapi Azka kembali menolak dan menghentikan langkah Azara.
"Kita tidak boleh melakukan itu. Kita tidak boleh bertindak sesuka hati kita. Ayo kembali ke mobil!" kata Azka menarik tangan Azara menuju ke mobil mereka.
Namun Azara kembali melepas tangan Azka dan tetap bersikeras untuk masuk ke gubug tersebut.
"Azka aku mohon kali ini percayalah padaku. Aku yakin kakek itu tahu dan masih menyimpan tas korban di dalam rumahnya."
Azka tak mau mendengar ucapan Azara. Ia tetap melangkah menuju ke mobil. Sementara pria itu segera masuk ke dalam gubug karena semakin takut dengan Azara.
Azara juga tetap kekeh mengikuti kakek itu sampai ke depan gubug.
"Kakek, katakan sekarang juga dimana tas itu!" kata Azara kembali mendesak pria itu.
"Sudah aku bilang aku tidak tahu!"
Pria itu juga tetap kekeh untuk tidak mengatakan dengan jujur.
'Aku tidak akan mengatakan hal itu karena aku tidak mau bermasalah dengan seorang penjahat,' gumam pria tua itu dengan wajah yang sangat ketakutan.
Lagi-lagi Azara dapat mendengar suara hati kakek itu. Azara jadi semakin yakin sekarang kalau kakek itu memang tahu tentang kejadian pembunuhan yang terjadi di dekat gedung kosong itu.
"Aku tidak percaya pada kalian. Aku juga tidak mau berurusan dengan penjahat. Jadi jangan libatkan aku ke dalam masalah itu!" kata pria tua itu dengan wajah yang semakin tegang.
"Percayakan pada kami Kek. Saya pasti akan menangkap pelakunya. Karena saya adalah seorang polisi," kata Azara menatap mata kakek itu dengan tajam.
Azka yang melihat sikap Azara itu jadi berpikir kalau Azara memiliki kelainan mental.
Kemudian ia kembali mendekat lagi ke arah Azara dan menarik tangan Azara untuk membawanya kembali ke mobil.
"Stop Azara! Tolong jaga sikap kamu ini!" ucap Azka sambil menarik tangan Azara.
"Hati-hati dengan wanita ini!" ucap kakek itu sambil melangkah masuk ke rumahnya. Azara ingin kembali mengejar kakek itu tapi Azka lebih cepat menarik tangan Azara dan memaksanya untuk kembali ke mobil.
"Kita bisa mendapatkan bukti dari kakek itu. Kalau kita kehilangan kakek itu maka kita juga akan kehilangan buktinya, Azka!" kata Azara yang kesal dengan sikap Azka yang tidak mempercayainya.
"Aku rasa kamu perlu ke dokter untuk memeriksakan kondisi mental kamu deh Azara! Aku khawatir dengan kondisi kamu," ucap Azka sambil menatap mata Azara.
'Aku rasa dia punya kelainan mental,' gumam Azka di dalam hatinya.
Dengan terpaksa Azara akhirnya berani mengungkap jati dirinya dengan menyahut apa kata suara hati Azka tadi.
"Aku juga tidak menyangka kalau orang yang punya kelainan mental seperti kamu bisa jadi seorang polisi." Azara menoleh ke arah Azka.
Sontak Azka langsung terkejut karena Azara bisa mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Azka di dalam hatinya.
Mata Azka langsung melotot, ia juga langsung menghentikan mobilnya saking terkejutnya.