webnovel

DENDAM DAN CINTA : Terbelenggu Hasrat cinta

Saat dendam sudah ada di hati dan pikiran, terkadang kebaikan seseorang tertutup. Tapi bagaimana jika cinta telah menyentuh hati yang penuh dendam? Akankah dendam itu hilang? Nadia (21th) menginginkan kehancuran seorang jutawan yang terkenal Tuan Daren yang telah tega memisahkan Ibu dan Ayahnya hingga Ibunya meninggal dalam kesepian. Dengan menjadi perawat pribadi Jonathan, Nadia melancarkan balas dendamnya. Jonathan (25th) seorang CEO putra satu-satunya Tuan Daren. Sejak mengalami kecelakaan dan lumpuh permanen semua wanita yang di kenalnya menjauh dan meninggalkannya. Dengan keadaannya yang lumpuh Jonathan mencari cinta yang benar-benar tulus padanya. Akankah dendam di hati Nadia akan sirna dengan besarnya cinta Jonathan pada dirinya? Apakah Nadia akan kembali dalam pelukan Jonathan di saat semua sudah terlambat???

NicksCart · LGBT+
分數不夠
204 Chs

DI ANTARA DUA PILIHAN

Jonathan mengangkat wajahnya dengan tatapan mata yang rumit. Sungguh keduanya bukan wanita yang di inginkannya.

"Jonathan! apa jawabanmu?" tanya Anne menatap penuh wajah putranya.

"Maaf Momy...aku tidak menginginkan keduanya. Dua-duanya sama sekali tidak bisa aku andalkan untuk merawat dan menjagaku." jawab Jonathan dengan nada datar tanpa melihat ke arah Nadia.

Anne menghela nafas panjang, bagaimana bisa Jonathan keras kepala walau dia benar-benar sangat membutuhkan seorang perawat.

"Tapi Jonathan, kamu harus memilih di antara keduanya. Kamu memerlukan seorang perawat Jonathan. Momy bingung sudah berapa banyak perawat yang kamu tolak? sekarang hanya tinggal Amanda dan Nadia saja yang masih ingin merawatmu." ucap Anne berusaha sabar menghadapi keras kepalanya Jonathan.

"Aku baik-baik saja Momy, ada Carlos yang masih bisa merawatku." sahut Jonathan tanpa memberi alasan yang panjang lebar kemudian memutar kursi rodanya menjauh dari tempatnya Anne dan Nadia berdiri.

Kembali Anne menghela nafas panjang, hati Jonathan sangat sulit untuk di patahkan.

Hati Nadia menjadi was-was kalau dia tidak di harapkan Jonathan maka tujuannya balas dendam menjadi sia-sia.

"Baiklah, kalau kamu masih tetap keras kepala Jonathan. Momy tidak tahu lagi kalau kamu mengalami demam lagi." ucap Anne, kemudian meminta pada Nadia agar meletakkan bunganya di atas meja di samping tempat tidur Jonathan.

Tanpa membantah, Nadia meletakkan bunga yang sudah di aturnya di atas meja.

Jonathan melirik ke arah Nadia yang masih mengatur bunga sedap malam dengan menyelipkan satu-satu di sela-sela bunga lainnya.

"Sudah selesai Nadia?" tanya Anne pada Nadia yang tiba-tiba punya ide saat melihat Jonathan tak lepas menatap gerakan Nadia saat mengatur bunga.

"Sudah Nyonya." jawab Nadia sambil menundukkan kepalanya kemudian kembali berdiri di belakang Anne.

"Ayo Anne ikut aku." ucap Anne dengan ide barunya.

"Tapi Nyonya... bagiamana dengan pekerjaan saya? apa Tuan Jonathan benar-benar tidak ingin seorang perawat untuk merawatnya?" tanya Nadia dengan suara sedikit melunak agar Jonathan mendengarnya dan mau menerimanya.

"Jangan berpikir itu lagi Nadia, kamu tidak tahu bagaimana keras kepalanya Jonathan. Sekarang ikut saja denganku." ucap Anne sambil melirik Jonathan yang masih bergeming acuh membaca buku yang di bacanya.

Nadia berteriak keras dalam hati, mengutuk Jonathan yang tetap angkuh dengan kesombongannya.

"Nadia." panggil Anne melihat Nadia masih berdiri di tempatnya.

Menyadari keterpakuannya segera Nadia beranjak dari tempatnya mengikuti Anne yang sudah berjalan keluar dari kamar Jonathan.

Tanpa bicara Nadia mengikuti dibelakang Anne yang berjalan di depannya.

"Nyonya kita mau ke mana?" tanya Nadia mulai gelisah dan bersiap-siap menata hatinya karena tujuannya telah gagal untuk balas dendam.

Anne menoleh ke arah Nadia sekilas kemudian melanjutkan langkahnya masuk ke dalam taman yang ada di samping rumah.

Nadia mengusap lehernya, masih ingat jelas dengan ucapan Carlos pelayan pribadi Jonathan kalau taman di samping rumah adalah rumah kedua bagi Jonathan.

"Nadia? apa kamu mau masih tetap berniat bekerja untuk merawat anakku Jonathan?" tanya Anne setelah berada di taman samping rumah.

Nadia menganggukkan kepalanya dengan pasti.

"Saat ini aku masih belum bisa membantumu untuk menjadi perawat Jonathan. Kalau kamu masih berniat ingin bekerja, kamu bisa bekerja di sini sebagai tukang kebun. Kamu hanya bertugas merawat dan menjaga semua taman yang ada di rumah ini. Dan setiap hari kamu harus mengganti bunga yang ada di kamar Jonathan. Aku tahu... pekerjaan ini tidak sesuai dengan profesi kamu sebagai perawat dan aku tidak bisa memaksamu untuk menerimanya." ucap Anne panjang lebar merasa sedih tidak bisa membantu Nadia untuk mendapatkan pekerjaan yang di inginkan Nadia.

Kedua tangan Nadia terkepal kuat, bagaimana bisa dia akan mengorbankan profesinya sebagai perawat dengan gaji yang cukup besar menjadi seorang tukang kebun yang pasti gaji tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Tapi bagaimana dengan tujuan balas dendamnya? jika dia tidak masuk ke dalam lingkungan keluarga Daren, tujuan balas dendamnya tidak akan tercapai. Sungguh bagaikan makan buah simalakama.

"Kamu tidak perlu menjawabnya sekarang Nadia. Kamu pikirkan saja dulu, kalau kamu bersedia... kamu bisa datang kemari kapan saja dan bilang pada Carlos kalau kamu menerima pekerjaan ini." ucap Anne menatap penuh wajah Nadia penuh harap.

"Baiklah Nyonya, beri saya waktu untuk memikirkannya." ucap Nadia dengan perasaan campur aduk tidak tahu harus memutuskan apa. Seandainya saja, Anne mengatakan kalau gaji tukang kebun sama besarnya dengan seorang perawat mungkin tanpa berpikir panjang lagi dia akan menerimanya.Tapi bagaimana dengan profesinya sebagai perawat yang sudah dia korbankan? Baru seminggu yang lalu Nadia keluar dari rumah sakit agar bisa bekerja di keluarga Daren sebagai perawat pribadi Jonathan dan sekarang sia-sia. Harapan dan tujuannya seketika musnah, begitu mudahnya Jonathan mematahkan tujuannya dengan penolakan dan sikap keras kepalanya.

"Kamu tidak perlu berpikir sekarang Nadia, masih ada waktu untuk buat kamu untuk memikirkan semuanya." ucap Anne dengan tersenyum.

"Baik Nyonya... kalau begitu saya permisi pulang." ucap Nadia dengan perasaan semakin galau keluar dari rumah besar Daren.

Sambil menunggu bis kota datang, Nadia menghubungi Gladys sahabatnya.

"Hallo Glad, aku mau bicara denganmu sekarang. Aku tunggu di cafe biasanya." ucap Nadia seraya masuk ke dalam bis kota yang sudah datang.

Dalam perjalanan Nadia hanya duduk diam memandang jalanan dengan tatapan kosong. Pikiran dan hati Nadia tak bisa lepas dari sosok Jonathan yang telah membuatnya emosi jiwa.

"Terbuat dari apa hati laki-laki itu? kenapa keras kepala sekali! apa dia pikir bisa mengerjakan apapun sendiri? sedang untuk berdiri saja tidak bisa!" ucap Nadia dalam hati dengan salah tangannya meremas ujung pakaiannya dan sangat kuat.

Tiba di depan cafe langganannya, Nadia segera turun dari bis kota yang di tumpanginya.

Kedua mata Nadia mencari keberadaan Gladys sahabatnya.

"Nadia!" panggil Gladys yang sudah duduk di pojok sebuah meja yang tidak terlalu ramai.

"Apa kamu lama menunggu?" tanya Nadia setelah duduk di kursi di hadapan Gladys.

"Tidak...aku juga baru saja datang. Bagaimana dengan hasil wawancara kamu?" tanya Gladys dengan serius.

"Gagal sebelum wawancara." jawab Nadia kemudian menceritakan semua apa yang terjadi.

"Benar apa kataku bukan? Jonathan sekarang laki-laki yang dingin dan sangat arogan. Sama sekali tidak punya hati dan keras kepala." ucap Gladys setelah mendengar semua cerita Nadia.

"Karena terlalu keras kepalanya, Nyonya Anne sebagai ibunya saja tidak di dengarkan sama sekali. Padahal Nyonya Anne mencemaskan keadaannya yang setiap waktu demam tinggi." ucap Nadia dengan hati kesal.

"Sekarang apa langkahmu? apa kamu akan melupakan balas dendam kamu?" tanya Gladys dengan tatapan serius.

"Saat ini, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Balas dendamku tidak bisa aku lupakan begitu saja Glad. Nyonya Anne juga sempat menawarkan pekerjaan padaku sebagai tukang kebun di rumahnya tapi aku belum menjawabnya." jawab Nadia dengan perasaan campur aduk antara kesal, kecewa sekaligus sedih.

"Dan apa jawabanmu sekarang?" tanya Gladys menatap penuh wajah Nadia.