Sinar matahari belum terlihat di jam enam pagi. Biasanya matahari sudah menyorot ruang kamar Leonar melalui ventilasi. Namun, pagi ini tidak seperti pagi biasanya. Meskipun begitu, Leonar tetap segera bangun dan tidak bermalas-malasan. Ia turun dari tempat tidur yang berukuran sangat kecil sambil menyibakkan selimut.
Ini adalah hari Minggu, hari di mana waktu istirahat Leonar akan berukurang banyak. Seharian full waktunya habis untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Hukuman konyol yang dibuat oleh Hittler. Membersihkan ruangan Hittler, membersihkan kamarnya yang selalu berantakan, dan menyuci semua pakaian tuan besar Hittler Smith.
"Sungguh, itu sangat konyol!" gerutu Leonar sambil melipat baju.
Setiap hari Minggu ia seperti pembantu khusus untuk Hittler. Hampir semua tugas yang ada di daftar catatannya dipenuhi nama Hittler. Sialnya lagi, Hittler sangat kasar dan semena-mena. Bukan sekali dua kali ia sengaja melukai Leonar, namun sudah belasan kali. Baru genap satu bulan Leonar berada di rumah Hittler, ia benar-benar sudah merasakan dampaknya.
Badannya semakin hari semakin kurus, tulang pipinya pun terlihat sangat menonjol. Penampilannya semakin tak karuan, sebab ia sendiri tak punya waktu untuk mengurus penampilannya. Bibirnya yang kering pun ia biarkan hingga pecah-pecah. Terkadang ia mengelupas kulit bibirnya hingga berdarah.
Setelah selesai mengurus kamarnya, Leonar bergegas menghampiri jendela. Saat ia hendak membuka gorden kamarnya, tidak sengaja matanya menangkap cahaya kecil di dekat AC. Leonar langsung mengurungkan niatnya untuk membuka hordeng. Ia melangkah mendekat, mencoba mengamati cahaya kecil di dekat AC tersebut. Merasa ada yang tidak beres, Leonar segera mematikan lampu di atas meja kecil di sebelah tempat tidurnya.
Begitu lampu dimatikan, cahaya kecil di dekat AC itu terlihat jelas. "CCTV!"
Oh, shit!
Betapa terkejutnya Leonar saat melihat ada CCTV di dalam kamarnya. Baginya ini sudah sangat kelewatan, menganggu privasi dan kenyamanannya. Wajah Leonar langsung pucat pasi. Semua yang ia lakukan di kamarnya ternyata telah direkam oleh CCTV, dan rekaman itu pasti dilihat oleh Hittler!
Dunia benar-benar terasa ingin runtuh. Betapa malunya Leonar jika ternyata Hittler melihat dirinya melepas bra sebelum tidur. Memang ia tidak telanjang sepenuhnya, namun setiap malam ia selalu melepas bra dan ganti baju sebelum tidur. Itu sudah sangat memalukan!!
Leonar menangis sejadi-jadinya di atas tempat tidur. Hal di luar nalar yang sama sekali tidak pernah ia duga sebelumnya. Tuannya tega melakukan hal bodoh yang seharusnya bisa dipidanakan.
Sialnya Leonar tahu siapa yang melakukannya, dan ia tahu sekeras apa pun ia mengkasuskan masalah ini, ia tidak akan pernah mendapatkan keadilan. Justru yang ada Hittler akan menghukum Leonar lebih parah lagi. Bahkan lebih gila dari apa yang sudah Hittler lakukan saat ini!
***
Di kamar Hittler Smith....
Terlihat Hittler yang sedang duduk di atas tempat tidurnya. Laptop berwarna putih berada di atas pahanya. Pria itu terlihat sangat serius memperhatikan layar laptop. Kedua matanya benar-benar fokus dan hanya tertuju pada layar laptop.
"Oh, shit!!"
PLAK!!
Hittler langsung menutup laptopnya dengan kasar. Ia sendiri kaget saat melihat rekaman vidio yang barusan ia lihat di layar laptop. Tubuh putih mulus dengan sentuhan sedikit daging sempat ia lihat!
Ya, Hittler sempat melihatnya sekilas. Itu benar-benar membuatnya terkejut. Untung saja ia segera menutup laptopnya dan tidak melihat rekaman CCTV secara penuh.
"Gila!"
Sudah hampir satu minggu lebih Hittler tidak pernah mengecek rekaman CCTV di kamar Leonar. Dan pagi ini ia baru sempat mengeceknya, eh saat ia mengeceknya hal tidak terduga membuatnya terkejut. Selama ini ia tidak pernah melihat tubuh wanita secara langsung walaupun hanya sekilas, dan barusan ia melihatnya! Ya, ia benar-benar melihat Leonar saat melepas bra yang melingkar di dadanya.
"Tok! Tok! Tok!"
Pintu terdengar diketuk. Suara ketukannya terdengar sangat pelan. Itu tidak terdengar seperti ketukan tangan David ataupun Jonathan.
"Masuk!!"
Ceklek....
"Maaf Tuan, saya menganggu. Saya hendak mengambil pakaian kotor," ucapnya sambil berjalan menghampiri tumpukan pakaian di atas keranjang.
Hittler tidak meresponnya, ia langsung pura-pura tidak mempedulikan kedatangan Leonar. Tanpa rasa bersalah, Hittler menarik selimut kamarnya dan sengaja menjatuhkannya ke lantai! Tidak hanya itu, dia bahkan sengaja membuat tempat tidurnya menjadi berantakan.
Setelah puas membuat tempat tidurnya berantakan, tanpa dosa ia duduk di sofa sambil mengangkat kedua kakinya. Tangannya mengambil setoples camilan dan tanpa memperhatikan kanan kiri ia memasukkan camilan itu ke dalam mulutnya.
Hittler mengambil remote TV yang ada di atas meja. Begitu TV menyala, wajah Hittler terpampang nyata di layar TV. Ia terlihat biasa saja, seakan tidak peduli dengan siaran berita yang sedang memberitakan dirinya.
"Ehem!" Hittler berdehem sambil melirik tempat tidurnya yang berantakan, memberi kode pada wanita itu untuk merapikan tempat tidurnya sebelum benar-benar pergi meninggalkan kamarnya.
"Iya, Tuan." Dengan perasaan dongkol Leonar membereskan tempat tidur tuannya. Ia tahu Hittler sengaja membuat tempat tidurnya berantakan. Ia juga melihat saat Hittler sengaja menjatuhkan bantal dan selimutnya ke lantai.
Perasaan kesal, sekaligus emosi membuat Leonar melakukan pekerjaannya dengan kasar. Sampai-sampai ia tidak sadar bahwa sejak tadi pria di atas sofa itu tengah memperhatikannya.
"Itu terlihat sangat jelas!" sindir Hittler dengan suara lantang.
Suara itu masuk ke telinga Leonar jelas, membuatnya memilih untuk pura-pura tidak mendengar. Ya, mungkin saja itu adalah pilihan terbaik yang bisa menyelamatkannya.
Ia kembali melanjutkan pekerjaannya hingga sprei di atas tempat tidur itu kembali terpasang rapi seperti sebelumnya. Setelah benar-benar selesai, ia segera pamit keluar. Baru saja kakinya sampai di dekat pintu, Hittler memanggilnya, membuat langkahnya terhenti.
"Untukmu!" Hittler melemparkan sesuatu ke arah Leonar.
"Awwww," rintih Leonar saat barang itu mengenai wajahnya.
"Terimakasih, Tuan, saya permis...."
"Selamat pagi, Tuan," David yang datang tiba-tiba membuat Leonar memutus kalimatnya. Asisten Hittler itu terlihat sangat tergesa-gesa. Ia berjalan menghampiri tuannya dengan langkahnya yang jenjang.
"Tuan, saya sudah menemukan Elsa dan Kate, putri Nardo di salah satu kos-kosan elite di kota X. Sekarang mereka berdua sudah ada di lantai bawah, Tuan."
"Bagus!"
"Urus semuanya sekarang juga. Aku ingin sebelum aku selesai sarapan semuanya sudah beres."
"Baik, Tuan..." David bergegas pergi meninggalkan kamar tuannya.
Sementara itu, Leonar yang masih berdiri di ambang pintu langsung menghampiri Hittler. "Tuan, tolong... tolong jangan hukum kedua saudaraku. Tolong, Tuan," pintanya sambil bersimpuh di kaki Hittler.
"Tolong, Tuan... hukum saja saya. Asalkan ayah dan kedua saudara saya tidak dihukum. Kasian mereka, Tuan... hiks... hiks... kumohon."
"Agh, minggir!!"
"Tuan, tolong."
"Minggir, bodoh!"
"Tidak! Saya tidak akan pergi sebelum Tuan mengabulkan permintaan saya."
"Minggir sekarang juga!"
"Tidak, Tuan... saya tidak akan pergi."
"Jangan menangis di kakiku! Sungguh, kau benar-benar kurang ajar."
"Tuan...."
"Minggir!!"
BRUK!!
Hittler mendorong tubuh Leonar hingga menatap kaki meja. "Bodoh!!"
"Hiks... hiks... Tuan, tolong," pintanya untuk terakhir kalinya sebelum Hittler melangkahkan kaki keluar dari kamarnya.