DEAD ZONE
Zombie Crisis
-Chapter VII-
™Helen POV™
Desah nafasku masih dapat di dengar olehnya-Alice yang masih berdiri tegak bekalangku. Setelah aku berhasil menghabisi seluruh lawanku, tidak lupa diriku untuk memasukan kembali sebilah katana pada sarungnya yang masih terselip pada pinggang kiriku.
Alice berjalan menghampiriku seraya ia berkata, "Seorang dari anggota kita telah mengatakan bahwa Steven penyebab dari insiden pengeboman yang terjadi pada saat ini. Aku berharap semoga kita dapat mengevakuasi warga setempat untuk pergi menjauh dari ibukota secepatnya."
"Aku telah menyuruh George untuk melakukannya dengan membawa anak-anak dan para wanita, namun sebagian masih tetap tinggal untuk bertahan dan tetap berjuang demi kelangsungan hidup mereka." ucapku kepadanya.
Mendengar ulasan dariku sama sekali tidak membuatnya lega. Kini ia segera mengacungkan jari telunjuknya ke wajahku sambil berkata, "Keselamatan warga adalah tanggung jawab kita! Kau tidak bisa seenaknya membawa sebagian dari mereka demi kepentingan pribadimu!"
"Tugasku adalah untuk mengevakuasi korban, sudah selayaknya bagi seorang ketua untuk memimpin pasukannya di medan pertempuran. Itulah yang harus dilakukan, karena ini adalah sebuah perintah."
"Kau sudah gila! Kenapa kau selalu bersiteguh dengan egomu, kenapa?"
"Karena aku adalah seorang agen rahasia yang telah di perintahkan secara langsung oleh President AS, dan tugasku adalah untuk mengumpulkan warga sipil yang tidak terjangkit virus tersebut."
"Kenapa kau merahasiakan ini kepada kami Helena! Seharusnya kau berkata jujur sejak awal pertama kalinya kau mendirikan organisasi sukarelawan di kota ini."
"Maafkan aku Alice, dan pada saat ini kita hanya memiliki waktu yang kurang lebih sebelum matahari tenggelam, atau..." entah mengapa, seakan aku tak mampu untuk menjalaskan keseluruhan terhadap Alice yang tampak serius menatap bola mataku.
"Atau apa? Katakan Helena, katakan!" desaknya kepadaku.
Sulit bagiku untuk mengatakannya, namun inilah akhir dari kenyataan pahit yang harus ia terima. Perlahan kucoba untuk memalingkan pandanganku darinya, dimana ia yang tiada hentinya menatapku dengan penuh curiga.
Dengan berat hati aku mulai berkata,
"Puluhan pesawat tempur dari AS akan berdatangan untuk menghujani New Castile dengan bom atom hingga rata dengan tanah, maafkan aku Alice... Maafkan aku." ucapku berat sehingga aku harus menghela nafas berulang kali.
Alice tak kuasa untuk meredam semua luka di dalam lubuk hatinya hingga ia harus meneskan butiran air mata yang kini tengah membasahi pipinya. Rasa sakit yang sekian lamanya ia derita atas hilangnya seluruh anggota keluarganya, kini harus ditumpuk dengan kehancuran ibukota tempat kelahirannya.
"Teganya kau Helen... Betapa sakitnya hatiku pada saat kau menguap segalanya di depan mataku, hiks! Aku tidak menyangkah bahwa selama ini kau baik padaku hanya untuk membantingku disaat penghancuran itu akan terlaksana." ucapnya lirih dengan bibir yang tampak gemetar disertai oleh air mata yang terus berjatuhan.
Aku berjalan mendekatinya, berusaha untuk menenangkanya dengan cara menghapus seluruh genangan air matanya dengan jemari lentikku.
Alice menepis telapak tanganku, seakan ia tak ingin aku menyentuh dirinya.
Ia berpaling, serentak Alice segera mendorongku dan ia berlari secepat mungkin untuk meninggalkan diriku seorang diri yang masih berada di dalam aula. Sebelah tanganku mencoba untuk meraih udara seraya kupanggil namanya disaat ia tengah memacu kakinya untuk berlari lebih kencang meninggalkanku. Naas, ia sama sekali tak ingin menghentikan langkahnya untukku.
Ratusan zombie berusaha untuk mendobrak paksa pintu utama pada gedung balai kota.
*BRAAK! BRAAK! BRAAK!
*PYAAR!
Tangan-tangan kelaparan itu berusaha untuk menghantam jendela, membuat serpihan kaca masuk kedalam ruangan yang terdapat pada lantai dasar. Sebuah tangan berborok bercampur nana tampak terlihat menjulur untuk menggapai udara.
Pintu utama pada gedung balai kota tak mampu lagi untuk menompang ratusan zombie yang mendobrak berusaha untuk memasuki ruangan aula.
Tak ada yang dapat aku lakukan setelah mendapati mereka yang berhasil menerobos pintu utama pada aula, selain berlari sekuat tenaga dengan seluruh kekuatan yang masih tersisa. Kini aku mulai memacu langkahku lebih kencang hingga diriku berhasil melompat dan menembus jendela berlapis kaca agar dapat keluar dari dalam gedung tersebut.
*PYAAR!
Jendela kaca terpecah menjadi serpihan kecil pada saat terhantam oleh beratnya tubuhku saat berusaha untuk menembusnya secara paksa. Alhasil kini aku telah berhasil meloloskan diri dari kepungan zombie yang ingin memburu dan memangsaku.
-Bersambung-