Siang itu mereka menghabiskan waktu berdua di tempat biasa; rooftop sekolah.
"Gue mau pergi ke langit, Nad."
Nadien menatap Langit penuh kebinggugan. Pria di sampingnya ini kenapa medadak mengucapkan hal itu, aneh rasanya.
"Kenapa? Mau jadi temennya burung?" ucap Nadien sedikit bergurau.
"Ngaco lo, Nad. Mau bebas di langit." Langit mengadahkan kepalanya ke atas. Perasaanya menjadi tenang begitu melihat hamparan awan putih dan burung-burung yang berterbangan.
"Apaansih, Lang. Gajelas banget hari ini. Mending makan, mau ga?" tawar Nadien dengan senyum sumringah.
"Iya, tuan putri. Kita makan," dengan gemas ia mencubit pipi tembam Nadien. Sedangkan Nadien wajahnya sudah seperti kepiting rebus.
"Tuan putrinya nge-blush. Lucu." Terang-terangan Langit berucap di depan Nadien. Kasihan hati Nadien ga kuat, rasanya ingin meledak. Jago banget bikin hati jadi kacau balau.
"E-engga nge-blush. Siapa juga yang nge-blush ini efek kepanasan." Alibi Nadien.
Langit berjalan mendekat ke arah Nadien. Tubuhnya yang lebih tinggi dari Nadien berhasil menghalau sinar matahari yang bersinar terang. "Udah gue tutupin. Ko masih nge-blush?"
Bagaimana ga baper, Langitnya soft gini.
Jarak antara Nadien dan Langit yang hanya berjarak beberapa senti semakin membuat Nadien salah tingkah. Kalau lebih lama lagi dijamin hatinya tidak akan kuat lagi. Sudah kelebihan asupan.
Dengan perasaan kacau ia langsung berlali menuju tangga turun. Ia berteriak. "Langit nyebelin gada akhlak." Niatnya sih marah tapi malah berkesan seperti anak kecil yang tidak diberi permen.
Saking lucunya, hati Langit ikut tidak karuan. Langit ikut berlali menyusul Nadien yang sudah lebih dulu turun dari rooftop sekolahnya. Dua sejoli kalau lagi kasmaran emang bikin hati tambah beban. Bapernya ga selesai-selesai.