Takut, itulah yang Widya alami saat ini. Setelah acara telah selesai pukul 2 subuh kini dirinya sedang berada di sebuah apartemen yang telah Kenzi miliki. Saat baru sampai, suaminya mengatakan untuk menunggu mandi dan hal itu membuat pikirannya berkelana mengenai malam pertama yang sempat tertunda. Rasa panik karena tak ingin, menjelajahi seluruh hati. Terlebih lagi saat suara air mengguyur di kamar mandi telah tak terdengar menandakan Kenzi sebentar lagi akan keluar.
Panas-dingin tangannya, suara pintu kamar mandi pun terbuka lantas dengan spontan Widya menunduk. Tak ingin mengetahui apa yang sedang pria itu lakukan, sekarang biarlah dirinya berdoa dalam hati pada Tuhan agar apa yang ada dalam pikiran tak terjadi.
"Dirimu tidak mandi?"
Pertanyaan dari Kenzi dibalas dengan gelengan kepala Widya tanpa mendongak. Hal itu menjadikan sebuah pertanyaan dalam benak pria tersebut dan sekarang dia mendekat tak lama mulai menyentuh pundak sang istri. Akibat terkejut, kepala Widya mendongak tiba-tiba dan semakin terkejutlah dirinya saat menyaksikan pemandangan di depan yang begitu memalukan mata.
Seorang pria dengan tubuh tanpa pakaian dan hanya dililitkan handuk pada bagian pinggang. Belum lagi air mandi yang belum kering sempurna serta perut berbentuk kotak-kotak membuat Widya begitu malu. Dirinya salah tingkah dan spontan berdiri, dengan gugup mulai mencari alasan lain. "A–aku ingin m–mandi dulu."
Sedangkan Kenzi yang melihatnya hanya dapat menggelengkan kepala dan beberapa detik setelahnya dia menyunggingkan senyum miring. Lalu berkata, "Dasar wanita!"
Setelahnya ia pun naik ke atas tempat tidur, di sana mulai memainkan ponsel menunggu sang istri selesai mandi.
Pada berbeda kondisi, Widya telah memakai pakaiannya dan saat ini sedang berjalan bolak-balik memikirkan tentang dia yang harus keluar atau tidak. Sudah lima menit dia lakukan dan belum ada keputusan pasti membuatnya mengerang dengan kepala dipukul pelan.
"Arghhh, bagaimana ini?"
Tampak seperti putus asa. Memang dia menandatangani kontrak dengan denda hutang yang pria itu berikan serta tambahan dua ratus juta bila melanggarnya. Namun, karena pemaksaan membuat ia belum bisa menyanggupi.
Telinganya diarahkan ke pintu bermaksud untuk memastikan kondisi Kenzi sebelum ia keluar. Tak ada suara membuat kening Widya mengerut. "Mengapa sunyi? Apakah sudah tidur?"
Bertanya dalam pikiran beberapa saat, dia pun memutuskan untuk keluar. Saat itu juga ia melihat Kenzi sedang tidur dengan kepala bersandar pada sandaran kasur dan di atas dada ada ponsel yang menyala. Widya menghela napas sejenak sebelum memutuskan untuk mendekati dan mulai menata tidur Kenzi agar benar.
Walau ragu, tangannya mulai menyentuh pundak Kenzi, perlahan mulai ia turunkan tubuh itu agar bisa tidur dengan telentang. Setelah posisi benar dia pun meletakkan ponsel di atas nakas kemudian melihat apalagi yang kurang.
Sebuah kain tebal yang sering dikatakan selimut berantakan pada tempat tidur, ia pun mengambilnya dan meletakkan tepat di atas tubuh Kenzi. Setelah selesai semua, Widya tersenyum puas namun pikirannya saat ini berkelana pada tempat yang akan dia tiduri malam ini.
Pandangannya jatuh pada sebuah sofa yang berada tepat di dekat jendela. Tanpa basa-basi Widya mulai berjalan ke sana dan tidur tanpa menggunakan selimut mau pun bantal. Walau terasa sedikit dingin, namun ia tahu diri dan tak ingin banyak tingkah membuatnya cepat-cepat memejamkan mata agar bisa tidur.
Waktu terus berputar, tak terasa hari yang tadinya gelap kini mulai terang. Pria dengan baju tidur menggeliat saat mendengar deringan ponsel. Ia pun membuka mata secara perlahan dan tak menangkap keberadaan sang istri di sebelah membuatnya duduk kepanikan. Namun, terasa lega saat melihat Widya ternyata berada di atas sofa. Ia memutuskan untuk bangkit tetapi, lagi-lagi deringan ponsel menghentikan aktivitas.
"Kenzi, pagi ini tolong jemput aku di apartemen." Panggilan dari seberang berujar secara tiba-tiba membuat Kenzi menatap nama penelpon dan ternyata Callista sang pelaku.
"Mengapa aku harus menjemputmu? Lagian kita tak searah!" Kenzi membalas dengan ketus karena merasa kesal telah dibangunkan pagi-pagi sekali.
"Dirimu lupa? Aku ingin membicarakan kerjasama yang telah kusampaikan pada malam acaramu waktu itu!" Jawaban dari seberang membuat Kenzi mengerutkan kening, mencoba mengingat dan betul saja dia pernah mengatakan untuk dibahas saat berada di kantor.
Ia pun menghela napas dan sebentar menatap ke arah istrinya sedang tidur nyenyak lalu menjawab, "Baiklah, akan kujemput pukul tujuh nanti."
Tanpa menunggu respon, ia segera memutuskan panggilan. Segera Kenzi bangkit dan mendekat pada sofa yang telah ditiduri Widya. Wajah polos tanpa make up milik sang istri tak menjadikan sebuah kejelekan melainkan menunjukkan aura yang begitu terpancar. Memang kembang desa, kecantikan alaminya hal yang disukai oleh Kenzi.
Dengan hati-hati, ia mulai mengangkat tubuh mungil Widya untuk dipindahkan ke atas kasur. Pelan-pelan, takutnya akan terbangun dan malah tidak jadi tidur. Kenzi tahu istrinya masih canggung, terlebih lagi ini pernikahan kontrak dan Kenzi masih punya belas kasihan pada wanita. Biarlah Widya membiasakan diri beberapa hari, nantinya akan menjadi urusan belakangan.
Dalam gendongan, sang istri mulai menggeliat tak nyaman. Saat Widya ingin membuka mata, buru-buru Kenzi menghalangi dengan telapak tangan. Sambil berkata, "Tidurlah, dirimu hanya bermimpi."
Tak ingin terlihat pada pandangan mata sang istri, terpaksa Kenzi berkata seperti itu. Usaha yang tak menghianati hasil sebab Widya tetap nyaman dalam mimpi indah miliknya. Saat benar-benar meletakkan tubuh mungil itu ke atas kasur Kenzi mulai melangkah ke arah kamar mandi. Sudah pukul setengah tujuh dan saatnya untuk berangkat ke kantor.
••••
Cahaya menyilaukan masuk ke dalam ruangan melalui celah tirai yang sedikit terbuka. Tubuh menggeliat tak nyaman yang dilakukan Widya dan tangannya merasakan sesuatu yang aneh. Ia pun meraba-raba sekitar dan terasa sangat empuk serta luas, sontak dirinya terbangun dengan kaget.
"Mengapa aku bisa di sini?" tanyanya pada diri sendiri. Menolehkan kepala dari sudut ke sudut ruangan, masih bingung dengan tempat yang dia tiduri.
Namun kejadian beberapa hari belakangan membuat ia sadar akan kenyataan bahwa dia telah menikah dan saat ini berada di apartemen sang suami. Akan tetapi, hal yang paling membuatnya tak mengerti adalah posisi saat ini.
"Bukankah tadi malam aku tidur di sofa? Mengapa berada di kasur?" Widya bingung sendiri namun sesuatu nyempil dalam benak. Buru-buru membuka selimut dan melihat pakaian yang masih melekat atau tidak.
Untung saja masih ada. Berburuk sangka memang tak boleh tapi berjaga-jaga tidak masalah, bukan?" Tak ingin memusingkan, Widya lebih baik turun dan mencoba hal yang dapat dia lakukan.
Sebelum melakukan tugas rumah, lebih dulu Widya memutuskan untuk mandi. Setelah mandi barulah ia membersihkan ruangan dan memasak makanan yang nantinya dapat disantap oleh Kenzi. Ngomong-ngomong soal Kenzi, Widya jadi kepikiran dan menoleh ke berbagai sudut ruangan. Tak ada tanda-tanda membuat wanita itu berpikir bahwa Kenzi sedang pergi keluar untuk bekerja atau ada hal lain.
Dia pun tak terlalu memikirkan, lebih baik mempersiapkan diri daripada sang suami datang dan ia belum ada membereskan rumah. Bisa jadi nanti ia akan diamuk.