webnovel

Crystal Pair

Sejak kecil, Liza tahu kalau dia berbeda. Liza diberkahi sepasang mata yang memiliki kemampuan aneh, yaitu melihat kristal cahaya gaib yang dimiliki oleh setiap manusia di dunia. Selama ini Liza mengira kristal cahaya itu tidak berarti apa-apa, sampai suatu ketika ia terseret dalam sebuah kejadian tak terduga. Sejak itulah Liza mendapatkan suatu fakta mencengangkan tentang kebenaran jati dirinya yang ternyata adalah seorang keturunan penyihir putih legendaris yang pernah hidup di zaman abad pertengahan bernama Adera. Konon penyihir putih legendaris itu adalah penyihir yang mampu mengendalikan tujuh cakra dalam tubuhnya untuk mengeluarkan sihir dengan fungsi tertentu. Salah satunya adalah cakra jantung, cakra yang berfungsi untuk cinta dan penyembuhan. Dan berkat kemampuan sihir yang dimilikinya, Liza mampu menyembuhkan manusia dari serangan magis dan juga menolong mereka untuk menemukan jodoh sejati hanya dengan melihat pola-pola kristal gaib yang dia lihat. Itu seperti menemukan dan menyatukan jodoh kepingan puzzle. Sampai suatu hari, Liza memiliki keinginan untuk mencari siapa pasangan jiwa menggunakan kemampuan sihirnya itu. Namun anehnya, Liza masih belum menemukannya hingga sekarang. Keberuntungan jodoh seolah tidak berpihak padanya. Alih-alih mencari pasangan, Liza malah dipertemukan terus dengan Chistone, pria misterius yang memiliki pola kristal jodoh yang tidak terbaca. Siapakah sebenarnya Christone? Bagaimana bisa kristal jodoh pria itu tidak bisa terbaca oleh Liza? Lalu apakah nanti Liza bakal menemukan jodohnya? Follow untuk info dan update cerita di : @fenlykim

Fenly_Arismaya · 奇幻言情
分數不夠
235 Chs

Christ - Pemburu Energi Jiwa Manusia

Liza menggelengkan kepala. Masih tidak percaya dengan semua ucapan kakek arwah itu.

Sekilas terbersit pikiran dalam kepala Liza kalau semua hal yang terjadi padanya sekarang, termasuk setiap perkataan kakek tua itu membuatnya mengira kalau ia sedang bermimpi berkunjung ke dunia fantasi.

Adera? Penyihir putih legendaris? Semua istilah itu sama sekali tidak masuk akal bagi Liza. Apalagi di zaman modern seperti sekarang. Wajar kalau Liza merasa sangat sangsi dengan ucapan kakek itu.

"Tapi itu tidak mungkin, Kek. Saya benar-benar tidak tahu nama itu sama sekali. Nama saya Liza, bukan Adera. Dan saya hanya manusia biasa."

Situasi kebingungan Liza itu mendadak tergantikan oleh rasa keterkejutan yang luar biasa tatkala Liza tidak sengaja menurunkan bola mata dan menatap kedua tangannya yang terlihat seperti transparan.

"Astaga!"

Bukan hanya tangan, namun tubuhnya juga tampak membayang. Seperti tembus pandang. Persis seperti wujud roh gentayangan yang biasa Liza tonton di film-film. Seketika Liza merinding ketakutan.

"Me--mengapa tubuhku seperti ini? Apa ini artinya aku ... sudah mati??" panik Liza dengan suara bergetar karena sangat ketakutan.

Awalnya kakek itu juga mengira kalau Liza sudah mati, sampai beliau menemukan rantai merah yang melilit di pergelangan kaki kanan Liza. Rantai itu menjuntai panjang, mulai dari kaki Liza hingga keluar gua dan menembus hutan. Ujung rantai itu sampai tidak terlihat saking panjangnya. Dan dari sini, kakek tua itu pun menyadari apa yang sebenarnya terjadi kepada Liza.

"Sepertinya roh Nona tidak sengaja terlepas dari tubuh dan masuk kemari, ke dimensi astral."

"Di--dimensi astral?" Liza menyerngit tidak paham.

Kakek itu mengangguk. "Ya. Dimensi astral adalah tempat para arwah yang telah meninggal, juga para makhluk halus berada. Makhluk halus itu bisa berupa jin, hantu, maupun iblis."

Mata Liza membulat ngeri. Membayangkan rupa makhluk-makhluk astral yang mengerikan seperti itu kontan saja membuat Liza merinding. Perempuan itu refleks menajamkan kewaspadaannya, melihat sekeliling untuk melihat apakah ada makhluk-makhluk yang diceritakan sang kakek tua itu.

"Tapi jangan khawatir. Melihat rantai penghubung ini masih melekat di pergelangan kaki Nona, itu artinya roh Nona masih terhubung ke tubuh fisik Nona. Belum waktunya Anda meninggal. Jadi kemungkinan Anda masih bisa kembali," tutur Kakek itu menjelaskan.

"Syukurlah ..." desah Liza penuh kelegaan.

"Lalu bagaimana cara saya bisa pulang ke tubuh saya, Kek? Saya sungguh ingin pulang ..."

Kakek itu lantas mengarahkan telunjuknya ke rantai. "Nona cukup mengikuti rantai di kaki Nona untuk menemukan ujung rantai yang lain. Disitulah jalan keluar Anda," jelas Kakek itu kemudian.

Liza tersenyum sumringah dan segera bangkit dari posisi duduknya. "Baiklah, saya akan pergi sekarang. Terimakasih atas bantuannya, Kek."

Dengan langkah tertatih, Liza lantas pergi mengikuti rantai di kakinya sesuai instruksi dari kakek arwah itu.

Sebetulnya sang kakek ingin mengantarkan Liza pulang sambil berbincang, karena beliau masih penasaran dengan fisik dan wajah Liza yang sangat mirip dengan Nona Adera yang dikenalnya. Tapi melihat gelagat Liza yang tampak ketakutan saat melihatnya, kakek itu pun membiarkan Liza pergi seorang diri. Lagipula, kalau Liza tidak segera pergi, dikhawatirkan rohnya tidak bisa kembali lagi.

Saat Liza sudah berjalan cukup jauh, tiba-tiba ia mendengar suara dentuman keras dari arah tempat gua kakek itu membawa Liza tadi. Kontan saja Liza terlonjak kaget.

BUUMMMM!

Suara dentuman yang mirip ledakan besar itu mengakibatkan gempa yang sangat kuat. Hingga menggetarkan tanah yang dipijak oleh Liza. Ia pun menghentikan langkahnya sejenak.

"Astaga! Apa kakek itu baik-baik saja?" batin Liza menggumam khawatir sembari menoleh ke arah sumber suara.

Tapi, melihat rantai merah yang Liza ikuti semakin memudar, Liza jadi semakin panik. Ia takut kalau tidak bisa kembali. Jadi Liza pun terpaksa berlari kencang mengikuti juntaian rantai, mengabaikan suara dentuman-dentuman itu.

Beberapa saat kemudian, tanpa Liza sadari ia sudah sampai di ujung rantai. Bersamaan dengan itu, tubuh Liza pun mendadak terjatuh menelungkup seperti tertindih oleh sesuatu yang sangat berat.

"Argh!" jerit Liza panik dan kesakitan.

Dan beberapa detik setelahnya disaat Liza membuka matanya, ia sudah kembali ke tubuh fisiknya.

Masih dengan kesadaran setengah dan merasakan sekujur tubuhnya yang sangat kesakitan, Liza pun mencoba bangkit dari posisi tengkurapnya.

Melihat sekeliling, Liza tahu kalau dia sekarang berada dekat di bibir tebing yang kondisinya terlihat sangat kacau. Dan di dasar tebing paling dalam, Liza bisa melihat bangkai mobil kru yang sudah tidak berbentuk itu terbakar. Menimbulkan kepulan asap yang menyesakkan paru-paru dan mengaburkan jarak pandang Liza.

Bencana badai salju yang dialami Liza tadi ternyata bukan mimpi. Liza benar-benar mengalaminya dan beruntung sekali bisa selamat dari maut. Walau tubuhnya mengalami luka-luka.

Dan tak lama setelah itu, Liza menangkap suara sayup-sayup sirine yang mendekat. Itu adalah rombongan mobil bantuan penanggulangan bencana dan juga polisi. Bersyukur mereka datang tepat waktu dan bisa menyelamatkan Liza dengan baik.

**

Sementara Liza sudah aman dan dibawa ke rumah sakit untuk dirawat, sesuatu terjadi pada kakek tua tadi di dimensi astral.

Seperginya roh Liza keluar dari dimensi astral, kakek itu diserang oleh pasukan jin berkepala binatang yang juga mendiami wilayah pegunungan itu. Ada kira-kira dua puluhan jin yang kebetulan ada di daerah situ.

Suara-suara dentuman yang sempat didengar Liza itu adalah suara pertempuran antara sang kakek dengan para jin itu.

"Beraninya kau menyelamatkan mangsa untuk Tuan kami!" geram salah satu jin berkepala kerbau itu, sambil terus melayangkan tinju terhadap kakek tua itu.

Kakek tua itu masih bisa menangkis serangan jin kerbau itu walau susah payah. Melompat lalu menghindar dengan cepat. Memilih tidak melawan dan berusaha untuk pergi agar tidak menjadi bahan keroyokan para jin tersebut.

"Berhenti!!"

Sebuah suara yang sangat lantang dan menggema seketika menghentikan pertempuran tidak seimbang itu.

Tampak seorang pria berpakaian ala bangsawan era pertengahan pun datang dengan angkuh. Dengan jubah hitam bercorak merah yang menutupi tubuh tegap dan kekarnya.

Sekujur tubuh pria itu juga terlihat transparan--mirip seperti penampakan roh Liza tadi. Bisa dipastikan kalau pria itu juga roh.

Pria itu memiliki rupa yang sangat tampan, dengan manik mata merah darah menyala, garis wajah yang dingin dan tegas menawan, serta rambut dark brown pendek. Dilihat dari perawakannya, mungkin usia pria itu sudah cukup dewasa, sedikit lebih tua dari Liza.

Dengan serempak, para pasukan jin itu membuka jalan bagi pria itu untuk lewat, sembari menundukkan kepala sebagai tanda hormat.

"Tuan Muda ..."

Kakek tua itu menggeram. Tangannya terkepal kuat seiring dengan sorot mata yang menajam menatap pria yang dipanggil Tuan Muda itu.

"Christone ...," gumam sang kakek pelan. Manik mata biru lautnya berkilat, seperti menahan amarah.

Pria yang dipanggil Christone oleh kakek tua itu pun lantas menaikkan satu tangannya. Seperti memberi isyarat.

"Kalian semua pergilah!" perintah Christone dengan lantang dan tegas.

Para jin itu pun lantas menurut setelah menjawab perintah dengan sopan. Mereka pun segera menarik diri dari tempat itu.

"Mau apa kau kemari, Christ? Bukankah seharusnya kau sudah kenyang memakan jiwa para manusia yang baru saja terkena bencana badai salju tadi?" tanya Kakek tua itu sarkastik.

Pria itu tertawa. Lebih tepatnya menertawai kakek tua itu.

"Tak perlu berpura-pura seolah tidak tahu apa-apa, Fausto. Jelas kalau kita sama-sama datang kemari karena merasakan ada kehadiran jiwa manusia berenergi besar yang baru saja berada disini. Dan kau yang menyelamatkannya."

Gantian Kakek bernama Fausto itu yang kini terkekeh. "Dan kau datang kesini untuk meminta pertanggungjawaban kepadaku karena telah mengambil makananmu?"

Christ yang merasa geli dengan pertanyaan itu pun langsung membalikkan tubuh dengan cepat dan membelakangi kakek Fausto. Bersiap untuk melangkah pergi.

"Tidak. Aku malas berurusan dengan arwah kakek tua lemah sepertimu. Lebih baik aku mencari manusia itu. Dia pasti belum jauh dari sini."

Setelahnya mengatakan itu, roh Christ pun menghilang dalam kabut hutan yang tebal. Dia sudah pergi dari sana.

Karena Christ ingin pergi mencari keberadaan manusia itu, dia tentu tidak bisa bepergian dengan wujud roh seperti ini. Jadi Christ putuskan untuk kembali ke tubuh fisiknya.

Roh pria itu terbang dengan kecepatan tinggi. Mengikuti juntaian rantai merah penghubung raganya. Keluar hutan dan memasuki sebuah permukiman dengan deretan resort mewah yang tidak jauh dari sana.

Masuk menembus dinding salah satu resort, roh Christ langsung menuju ke sebuah kamar besar yang super elegan dan berkelas. Dan di tempat itulah, tubuh fisik Christ berbaring dengan damai di ranjang besar di ruang kamar itu.

Sesaat setelah rohnya sudah melekat ke raga, perlahan Christ membuka kelopak matanya dan sesekali mengerjap untuk menjernihkan pandangannya.

Begitu kesadaran pria itu sudah genap, mendadak ia merasakan desakan di perutnya, lalu terdengar suara bergejolak. Pertanda kalau energi jiwa para manusia yang ia makan tadi berhasil tercerna dengan baik.

"Ahh ... Aku masih lapar ...," keluh Christ sembari mengusap-usap perutnya.

Meski sudah memakan jiwa manusia-manusia itu, Christ masih merasakan lapar. Lalu ia pun teringat jiwa manusia berenergi besar itu.

"Manusia itu ..."

Ini pertama kalinya Christ menemukan energi jiwa manusia yang besar seperti itu. Dan sebersit rasa penasaran pun muncul di benaknya.

"Siapa sebenarnya manusia itu? Bagaimana mungkin dia bisa memiliki energi jiwa yang begitu besar? Dan kalau memang manusia itu memiliki energi jiwa yang sedemikian besar, jelas kalau dia bukanlah manusia biasa," gumam Christ yakin.

Semakin Christ membayangkan energi jiwa manusia yang besar itu, rasa lapar Christ pun kian tak tertahankan. Kalau Christ bisa memakan energi jiwa yang besar dari manusia itu, setidaknya ia bisa kenyang sampai beberapa bulan ke depan.

"Aku harus mendapatkan manusia itu!"

**

To be continued