Hari menjelang malam, di saat matahari telah bersembunyi di upuk barat dan rembulan mulai menyapa malam.
Nazwa dan Sabrina yang malam ini mendapat uang jatah mingguan dari Bu Yeni hendak meminta ijin untuk sekedar ke depan rumah membeli semangkuk baso. Setelah dua minggu tidak makan baso kesukaan rasanya lidah mereka seperti hambar.
"Permisi, Pak, Bu! Kami berdua mau minta izin keluar bersama Sabrina, mau beli bakso di depan komplek. Apa boleh?" ucap Nazwa seraya tertunduk hormat pada Bu Yeni yang tengah duduk di sofa tengah bersama Yuzril suaminya.
"Oh ya udah enggak apa-apa. Tapi, jangan terlalu malam saya kasih waktu dua jam saja ya!" ujar Bu Yeni pada kedua pembantunya.
"Baik, Ibu. Terima kasih ya, Bu. Kami permisi dulu ya." Gegas Nazwa dan Sabrina melangkahkan kakinya menuju pintu keluar rumah.
"Eh, eh! ini cewe-cewe cantik jelita rahayu nan lugu pada mau kemana?" Pak Satpam Rumah menggoda mereka berdua.
"Ah kepo amat sih ini tukang pager besi, bukain aja pintunya kita pada mau keluar bentaran ni," ujar Nazwa seraya mengipaskan sebelah tangan kanannya. Sementara Sabrina hanya tersenyum tipis.
"Abang anterin ya, kan takut ada preman di jalan," saran Pak Satpam menawarkan diri.
"Aduh ini Abang satpam ampun deh, bukain cepetan napa. Ini cacing-cacing dalam perut sudah bergejolak tahu, minta yang pedas-pedas," protes Nazwa dengan secepat kilat.
"Iya kan Abang Adam cuma mau ngelindungin dede Nazwa dari godaan Satpam yang lain." saran Pak Satpam.
Perdebatan antara Satpam dan Nazwa yang nyaring sampai terdengar ke arah kamar Azka di lantai dua. Dengan penasaran Azka menggeser sedikit gorden penutup jendelanya dan menoleh ke arah pagar rumahnya.
"Mau pada kemana itu dua asisten rumah tangga, rusuh amat, berisik. Dasar!" desis Azka di ruang kamarnya dan kembali ke leptop di atas kasur dengan tumpukan tugas-tugasnya.
"Aduh cepetan deh kalo enggak di buka juga kita laporin Bu bos aja deh ya." ancam Nazwa dengan membulatkan bola matanya penuh emosi.
"Serem amat tatapannya, Dek. Iya iya, abang bukain enggak sabaran amat," celoteh Pak Satpam.
Sabrina dan Nazwa berjalan kaki menuju abang tukang bakso di ujung komplek. Sesampainya di sana mereka berdua memesan dua porsi bakso kesukaannya dan duduk di kursi plastik berwarna coklat.
Tidak butuh waktu lama dua mangkuk isi baso dengan porsi penuh tengah tersaji di hadapan Sabrina dan Nazwa, tidak lupa mereka menambahkan sambal dan kecap demi menambah cita rasa.
Mereka berdua makan bakso begitu lahap sampai tidak menyadari jika di kursi paling ujung ada sesosok lelaki tengah memperhatikan mereka berdua.
Lelaki yang berpakaian santai dengan T-shirt berwarna putih dan celana pendek berwarna hitam begitu tertegun melihat Sabrina dan Nazwa yang tengah lahap makan.
Rupanya lelaki tampan berkulit putih dan memakai kaca mata minus itu adalah salah satu pemilik rumah yang ada di komplek yang sama yang tengah mencari angin segar di malam hari.
Seusai Sabrina dan Nazwa menghabiskan baksonya, lelaki itu berpindah kursi duduk hendak mendekati mereka berdua.
"Permisi! Boleh gabung?" sapa Lelaki tadi.
Bukannya langsung menjawab, Sabrina dan Nazwa malah saling melempar tatapan selidik seolah terperangah dengan ketampanan lelaki tadi.
"Hallo!" Lelaki itu melambaikan tangannya seperti menyadarkan dua perempuan yang seolah terhipnotis.
"Oh iya, boleh," jawab Sabrina yang mulai merespon setelah beberapa detik tertegun.
Lelaki itu duduk bergabung bersama Sabrina dan Nazwa.
"Perkenalkan nama saya, Juna," Lelaki bernama Juna itu menyodorkan tangan kanannya memperkenalkan diri.
"Saya Sabrina dan ini teman saya, Nazwa," timpal Sabrina seraya memperkenal diri kembali.
Setelah berkenalan mereka saling berbincang-bincang, awal perkenalan yang hangat membuat mereka bertiga tiba-tiba akrab seperti sahabat yang telah lama kenal. Sikap hangat Juna yang humoris membuat obrolan malam itu sangat leluasa dan tidak kaku.
"Oh iya sudah jam 9 kita berdua pulang dulu ya, Jun," ucap Nazwa yang bergegas siap-siap untuk kembali ke kediaman Assegaf.
Juna yang mengaku jika ia hanya seorang satpam yang sedang istirahat makan bakso. Membuat sikap Sabrina dan Nazwa menjadi tidak kaku.
"Oh iya kita pulang bareng aja ya, jalan kaki kan? Rumah bosku juga di komplek sini kok," ucap Juna seraya merogoh kantong dan mengambil selembar uang berwarna merah dan di berikan pada abang tukang bakso.
"Ini buat bakso bertiga ya, kembaliannya ambil aja," ujar Juna pada Tukang bakso.
"Lho kok di bayarin segala, kita juga punya jatah jajan kok," celoteh Nazwa.
"Enggak apa-apa, aku lagi dapet bonus banyak dari bosku. Kali ini aku yang bayar, minggu depan giliran kalian yang teraktir oke!" jawab Juna.
"Ya udah makasi ya, Jun. Minggu depan aku yang teraktir," timpal Sabrina.
Mereka berdua berjalan ke arah pulang dan di antar oleh juna. Sebelum memasuki portal komplek tiba-tiba mereka bertiga dicegat oleh dua orang lelaki dengan tinggi badan standarnya orang indonesia.
"Kamu yang bernama, Sabrina?" Lelaki itu menyodorkan poto yang terlihat jelas jika itu memang wajah Sabrina.
"Siapa, Rin?" tanya Nazwa.
"Enggak tahu," jawab Sabrina.
"Siapa kalian?" tanya Sabrina pada dua lelaki itu dengan wajah penuh ketakutan.
"Maaf mba, saya harus membawa mba kepada kepada Bos saya!" ujar salah satu lelaki yang berusaha menghadang langkah Sabrina.
Sabrina mencoba menghindar akan tetapi dua lelaki tadi berhasil meraih kedua tangan Sabrina.
"Heh kalian jangan kasar ya." Juna menghempaskan genggaman tangan dua lelaki itu dari pergelangan tangan Sabrina.
"Maaf anda jangan ikut campur, ini bukan urusan anda!" bentak salah satu lelaki itu.
"Ini teman saya, urusannya juga akan menjadi urusan saya!" bentak Juna pada kedua lelaki itu.
Sabrina dan Nazwa dengan cepat berjalan mundur mencoba berlindung di belakang Juna.
"Pergi kalian dari sini! Atau saya akan teriak maling biar kalian di keroyok sekalian," ancam Juna.
"Sabrina! Hari ini boleh selamat. Besok atau lusa kami akan kembali lagi," ancam kedua lelaki tadi pada Sabrina.
"Mau pergi atau tidak? Saya teriak sekarang!" teriak Azka.
Melihat sekeliling area yang tengah ramai, rupanya dua lelaki yang tidak jelas dari mana asalnya itu memilih berjalan mundur dan secepat kilat berlari pergi menjauh menghindari ancaman Juna.
Sabrina mulai ketakutan, dengan dada yang sedikit bergetar ia mulai mengatur nafas dengan baik guna menenangakan diri.
"Makasi ya, Jun. Untung saja ada kamu, kalau tidak ada mungkin aku enggak tau nasib aku bakal gimana," ucap Sabrina pada Juna, lelaki yang baru saja ia kenal.
"Sama-sama, Rin. Ayo cepat saya antar pulang," jawab Juna.
Gegas mereka bertiga berjalan begitu cepat menuju kediaman Assegaf.
"Makasi banyak ya, Jun," ucap Sabrina sesampainya di rumah.
"Iya, Jun. Makasi banyak ya," timpal Nazwa.
"Iya sama-sama, aku permisi pulang dulu ya," jawab Juna seraya berpamitan dan pergi melangkahkan kakinya menjauhi kediaman Assegaf.
"Hallo, Bos. Saya sudah menemukan titik keberadaan Sabrina."