Pelajaran Biologi menjadi pembuka untuk pelajaran lainnya, dan sebagai penutup pelajaran 11 IPA 1 itu adalah pelajaran Bahasa Indonesia. Bunyi bel pulang itu membuat bahagia seluruh siswa, karena mereka sudah capek dengan segala teori yang berjejal di otaknya.
"Baiklah, anak-anak kerjakanlah soal materi Konjugasi untuk pembahasan minggu depan dan sekarang kalian boleh pulang!!" perintah guru Bahasa Indonesia mengakhiri pelajaran hari itu, Bu Guru keluar dari kelas dan diikuti para siswa yang bersiap pulang.
"Hei!! Si cacat!! Otakmu cerdas juga mengalahkan Qonin si juara umum sekolah!! Wahh ternyata otakmu tidak cacat ya!! Hahahaa!!!" seru Tom sambil menoyor kepala Zanqi menggunakan telunjuknya, dia tertawa yang diikuti tawa temannya yang lain.
Zanqi hanya diam diperlakukan seperti itu, justru Qonin yang marah, dia berusaha menahan amarah tapi tetap saja meledak, sampai membuatnya berdiri.
"Cukup!!"
Teriakan lebih keras terdengar dari ambang pintu menyaingi suara Qonin, dia adalah Namora ibu dari Zanqi yang sakit hati ketika putranya direndahkan.
Zanqi mengangkat kepala, dia melihat mamahnya sangat marah menghampiri Tom dan beberapa anak yang tidak mau berurusan segera pergi meninggalkan Tom begitu saja.
"Siapa nama orang tuamu?" bentak Namora, Tom yang tidak bisa berkutik itu hanya terdiam sambil menundukkan kepala melihat Namora dengan pakaian mewah, anggun dari keluarga berada dengan tampang sanggar tidak takut untuk merenggut nyawa.
"Ma ... afkan saya, Tante. Kami hanya bercanda," jawab Tom terbata-bata.
"Apa kau bilang?? Menoyor kepala anakku sambil berkata cacat kamu bilang bercanda!!!" bentak Namora menggelegar, sontak membuat Qonin pergi perlahan meninggalkan perseteruan di depan matanya.
Zanqi menyadarinya jika mamahnya dalam keadaan bahaya level maksimal jika sudah seperti itu, Namora tidak segan untuk mengusik hidup orang tersebut. Zanqi juga sempat melihat ketakutan Qonin sebelum pergi meninggalkan bangku, lalu Zanqi membuka mulutnya.
"Mah!! Sudahlah, kami memang hanya bercanda, jadi tolong biarkan temanku pulang," mohon Zanqi memandang Namora untuk memberi kesempatan kepada Tom.
Namora sedikit bisa mengendalikan emosi ketika mengingat ini hari pertama Zanqi masuk sekolah, dia tidak ingin merusak rencana memberi kehidupan normal kepada putranya.
"Hah!! Baiklah, hari ini aku biarkan kamu lolos, tapi berikan nama orang tuamu dan dimana tempat kerjanya," pinta Namora.
Tom sangat takut, dia tidak ingin melibatkan keluarga terutama papanya yang pemabuk itu, tapi tidak ada pilihan lain.
"Mah, aku mohon jangan perpanjang masalah ini!!" pinta Zanqi memelas.
Namora hanya melirik Zanqi, lalu kembali awas kepada Tom yang menunduk dalam sampai janggutnya hampir menempel ke dada.
"Cepat katakan!!" teriak Namora.
"A ...rio Tante, bekerja sebagai Manager utama Lotte," jawab Tom.
"Akan aku ingat. Aku peringatkan jangan macam-macam dengan Zanqi Narendra, kalau tidak ayahmu akan menjadi pengangguran!!" ancam Namora, lalu dia memberi jalan sambil berseru, "Sekarang pergilah!!!"
Tom segera berlari secepat dia bisa agar cepat keluar dari suasana menakutkan dan mengintimidasinya. Tinggallah Zanqi bersama Namora yang mendorong sendiri kursi roda menuju halaman depan lapangan utama sekolah, dimana sopir Namora sudah menunggu di dalam mobil.
"Hah!! Maafkan mamah, Zanqi. Harusnya tidak memaksakan kehendak terhadapmu," ungkap Namora menyesal, dia duduk di kursi penumpang bersama Zanqi di sebelahnya sambil memeluk putra kesayangannya.
"Tidak, Mah. Jangan bilang begitu, memang awalnya aku sangat ketakutan dan sempat ada keinginan untuk pulang," timpal Zanqi yang belum selesai menjelaskan semuanya.
"Baiklah, Nak. Sebaiknya kamu dirumah saja, biar nanti mamah carikan guru privat terbaik untukmu belajar di rumah," ucap Namora tersenyum, lalu dia memberi perintah kepada sopirnya, "Pak, kita langsung pulang saja!!"
"Bukan ... bukan begitu maksudku, Mah. Zanqi betah kok di sekolah, jangan kuatir aku bisa jaga diri," protes Zanqi sambil menggerakkan kedua tangannya layaknya orang yang berpamitan pergi sebagai tanda perpisahan.
"Bagaimana mamah tidak kuatir, Zanqi!! Mamah lihat sendiri loh kamu dipermalukan oleh siapa?? Tomi Jerry? Mamah tidak terima ya, kamu keturunan Narendra dihina seperti itu!!" seru Namora dengan nada kembali marah ketika ingat kejadian di kelas.
"Awas saja!! Ario manager Lotte ya, tidak ada apa-apanya. Mamah kenal pemiliknya, dia tidak tahu jika mall dan tanah yang ditempati Lotte adalah aset milik keluarga kita, Narendra," gerutu Namora.
"Sudahlah Mah, jangan marah terus. Nanti darah tingginya kumat," kata peringatan dari Zanqi.
"Aduh!!! Kepala mama sudah mulai pusing!! Lagian kamu sih, kenapa kamu diam saja diperlakukan seperti itu, Sayang?? Kamu itu tampan, pintar dan dari keluarga terpandang, loh!!" protes Namora masih tidak habis pikir.
"Tapi aku cacat, Mah," ucap Zanqi pilu sambil menelan kenyataan yang dialaminya.
Namora langsung terpukul tepat di ulu hati, sebagai ibu pun dia tahu betul sebesar apa kesedihan yang dirasakan Zanqi, dan lebih besar dari sakit serta kepedihan yang dideritanya sendiri.
"Zanqi Sayang, merendah seperti itu tidak baik. Kamu selalu sempurna di mata mamah," ungkap Namora yang sudah memeluk Zanqi, kali ini lebih lama karena dia menangis dalam diam untuk menyembunyikan airmata yang terjatuh.
Di dalam mobil Pajero berwarna hitam itu menjadi sebuah haru ketika penumpangnya hanyut dalam satu kenyataan yang pahit, mereka mencoba tidak menghiraukannya akan tetapi terlalu sulit.
Sementara itu, Qonin yang berasal dari keluarga serba cukup itu tidak boleh gengsi dengan pekerjaan ayahnya sebagai pedagang koran.
"Koran-koran!!! Majalah bobo juga ada. Silahkan untuk mengetahui kabar terbaru!! Koran adalah informasi yang murah!! Ayo beli!!" teriak Qonin dengan senyum mengembang dia melapisi seragam dengan jaket bertudung.
"Mbak, beli koran satu ya!!" seru sopir Namora yang sudah menurunkan kaca jendelanya.
Tidak sengaja Zanqi melihat wanita penjual koran, dia mengamati sambil menepuk punggung mamah yang masih memeluknya.
"Mah ... mah!! Tolong borong semua dagangan wanita itu!!" pinta Zanqi, lalu dia berpura-pura membaca buku untuk menutupi wajahnya.
"Pak, tolong bilang saya mau beli semua barang dagangannya," pinta Namora kepada sopir sambil menyerahkan 10 lembar uang pecahan seratus ribu, dia masih bingung dengan permintaan Zanqi yang tiba-tiba itu.
Di luar mobil suara bising yang dihasilkan berbagai macam kendaraan, sehingga Qonin tidak mendengar percakapan Zanqi dan Namora.
"Wahh!!! Benaran, Pak," ucap Qonin tertawa bahagia, dia segera merapikan semua majalah dan dimasukkan dan diserahkan kepada sopir.
"Berapa, Mbak?" tanya Sopir.
"500 ribu, Pak," jawab Qonin tidak berhenti tersenyum, dia tidak sadar jika sudut mata Zanqi meliriknya dari balik buku.
Sopir menghitung 5 lembar uang kertas, lalu Namora memberi perintah, "Kasihkan semuanya saja, Pak!!"
"Baik, Bu," jawab Sopir sambil menyerahkan semua uang ke Qonin, dia melihat rambu lampu berubah berwarna hijau.
"Loh, kebanyakan Pak!!" seru Qonin, tapi Sopir sudah mulai menutup jendela mobil, bunyi klakson kendaraan lain menggema meminta jalan untuk lewat.
Dengan terpaksa Qonin naik ke trotoar sambil berusaha berteriak memanggil sopir Namora, tapi tidak membuahkan hasil.
"Pajero hitam di kursi penumpang itu siapa?? Kenapa dia memberiku uang lebih? Ahh!! Aku ingat saja pelat nomornya!!" gumam Qonin.