webnovel

Hubungan satu malam 4

"Ihh.,.. kakak, mulai mesum, istighfar kak istighfar.."

"Nggak, bukan mesum. Aku tidak akan melakukan apa-apa padamu meskipun menguncimu di dalam kamar, aku hanya ingin menghindari hal-hal yang tidak di inginkan saja. Yang bisa menghalangi pernikahan kita seperti yang lalu-lalu"

Tapi otak siapapun pasti akan traveling saat menyebut kata 'mengunci dalam kamar'

"Sabar kak, kalau jodoh takkan kemana. Minta sama Sang Pemilik Jodoh agar bisa membuat kita bersatu"Jawab Maira dengan nada lembut seperti biasanya." Cepatlah tidur besok kakak harus kerja"Lanjut Maira.

"Apa malam pergantian tahun kita bisa melewatinya bersama-sama?" Tanya Danny.

"Insya Allah Kak, Trainingnya akan selesai besok malam, jadi malam pergantian tahun bisa kita lalui bersama"

"Baiklah.. kamu cepat istirahat, jangan sampai sakit"

"Mmm" Jawab Maira

"Assalamu'alaikum istriku.." Salam Danny disertai candaan membuat Maira tertawa.

"Wa'alaikumsalam.."

"Katakan suamiku.."Pinta Danny

"Calon suami Insya Allah"Jawab Maira kemudian menutup sambungan telepon.

Tak berapa lama pintu kamar tamu terbuka, Danny yang duduk dengan membelakangi pintu menoleh dan sedikit terpana dengan penampilan Diana. Gadis itu hanya mengenakan kemeja miliknya dengan panjang hanya menutupi sampai setengah pahanya yang putih mulus.

Kemeja berwarna krem itu terlihat begitu pas di tubuh Diana. Ada sesuatu tidak nyaman di hati Danny, walau dia barusan mengucapkan kata-kata manja terhadap Maira dengan nada candaan, tapi secara naluri pikirannya sampai kesana.

Sering kali dia tanpa mampu dikendalikan, memimpikan Maira dalam pakaian yang berbeda. Dan penampilan Diana saat ini, pernah menjadi bahan fantasinya terhadap Maira.

Bagaimanapun dia adalah pria yang sangat normal, tak jarang dia berharap dapat beradegan mesra sebagai pasangan layaknya teman-temannya yang berpacaran dan tanpa malu mengumbar kemesraan di depannya.

Tapi Maira bukanlah wanita yang bisa diajak bersentuhan sembarangan, karena Maira sangat menjaga diri dan kehormatannya. Bukan karena dia jual mahal kepada Danny, tapi karena Maira tau bahwa bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya adalah haram.

Karena cinta Danny yang begitu besar dan tulus terhadap Maira, dia menahan hasratnya untuk Maira dan berjanji akan membuat gadis itu tak bisa jalan di malam pertama mereka.

"Duduklah…"Ucap Danny dengan nada sedikit serak, Diana berjalan kearah sofa yang berhadapan dengan Danny.

"Kak, makasih sudah membiarkanku masuk dan meminjamkanku pakaian"Lirih Diana dengan menunduk. Wajahnya sudah lebih bersih, hingga terlihat jelas pipinya yang memar dan bengkak, serta sudut bibirnya yang terluka.

"Tidak apa, lagipula kemeja itu belum pernah ku pakai" Jawab Danny lebih santai. Dia sedikit menyesal karena lupa mengabarkan Maira perihal keberadaan Diana di rumah mereka, di karenakan dia yang sudah sibuk menggoda gadis kecilnya.

"Siapa yang membuatmu jadi begini.." Tanya Danny. Diana mendongak dan menatap pria di depannya dengan tatapan sendu, matanya mulai berkaca-kaca."Apakah ayahmu?" Selidik Danny dan Diana hanya menunduk.

"Hahh.." Danny mendesah berat, kemudian bangkit dan mengambil kotak P3k di laci lemari paling bawah. Membawanya dihadapan Diana."Obati lukamu agar tidak infeksi"Ucap Danny. DIa berencana untuk mengirim pesan kepada Maira perihal keberadaan Diana dirumahnya.

"Terima kasih.."Diana mengambil kotak obat dari tangan Danny dan membukanya.

"Tidak perlu sungkan, kamu adalah sahabat Maira, dia akan marah padaku jika tidak mengurusmu" Diana terdiam sambil mulai mengoleskan salep pada bagian tangan serta wajahnya yang terluka.

"Kak.. tolong jangan beritahu Maira aku disini"Lirih Diana, Danny menatapnya tak mengerti "Bukan apa-apa, dia sedang ada training dengan anak-anak SMA. Aku tidak ingin dia khawatir dan meninggalkan lokasi training karenaku".

Danny menghela nafasnya"Baiklah.." Angguknya.

"Terima kasih.."Diana kembali mengobati lukanya dengan pelan.

"Jangan selalu mengucapkan terima kasih.." Sela Danny dan Diana menatapnya dengan rasa tak nyaman "Apa rencanamu selanjutnya?"

"Aku belum tau, aku takut untuk pulang"Desah Diana getir.

"Lalu kamu mau kemana?" Diana terdiam.

"Ayahku menjualku kepada Tuan Ramon untuk melunasi hutang-hutangnya, dia… hampir memperkosaku.."

"Astaghfirullah.. Bajingan itu.."Danny berseru geram.

"Tapi, dia belum ngapa-ngapain kamu kan?" Danny menatapnya khawatir , bayangan bagaimana kondisi Diana beberapa waktu lalu di depan rumahnya, dia sudah bisa menebak hal buruk yang terjadi.

Diana menggelang"Untungnya aku berhasil melarikan diri"Airmata Diana kembali jatuh di pipinya. Menghela nafasnya, Diana melanjutkan kalimatnya "Tuan Ramon, berniat menjadikanku istri ke enamnya"

"Bajingan itu, sudah tua tapi nggak sadar-sadar juga" Tuan Ramon cukup terkenal di kota mereka sebagai rentenir yang beristri banyak.

Diana terdiam, dia sedang berusaha mengobati punggungnya yang begitu nyeri"Kenapa?" Tanya Danny yang melihat Diana kesulitan. Sekilas dia melihat kemejanya yang terangkat hampir menampakkan area pribadi Diana saat gadis itu berusaha menggapai punggungnya dengan tangannya.

Jantung Danny berdesir, dia tau Diana saat ini tidak memakai pakaian dalam, hanya kemeja itu yang melindungi tubuh polosnya yang putih mulus. Danny membuang muka dan menelan ludah, tenggorokannya terasa kering.

"Aku tidak mampu menjangkau luka di punggungku.."lirih Diana makin "Bisakah Kakak membantuku mengobatinya?" Pinta Diana ragu-ragu. Danny terdiam, dia adalah pria normal yang berpuasa selama bertahun-tahun.

Jangankan mencumbu Maira, memegang tangannya saja dia tidak pernah, tapi saat ini dia di hadapkan pada situasi yang sangat canggung. Seorang pria dan wanita, di tengah suasana hujan yang tak mau berhenti, di ruangan yang sunyi dan tertutup dengan Diana yang hanya memakai kemeja tanpa dalaman.

Sekali lagi Danny menelan ludahnya, pikirannya berkelana, andai yang duduk dihadapannya saat ini adalah Maira, apa yang akan dilakukannya sekarang?

"Maaf.. Aku sudah lancang.."Diana memecah kesunyian. Dia sedikit gemetar karena udara yang dingin.

"Berikan salepnya.."Suara Danny sedikit parau "Berbaliklah.." Titahnya.

Diana membalikkan tubuhnya dengan patuh, Danny berpindah tempat duduk ke belakang Diana, tapi kali ini Danny termanggu karena bingung harus mengobatinya bagaimana karena luka Diana tertutup dengan kemejanya.

"Tu.. turunkan kemejamu" Nada suara Danny bergetar, dia merutuk dalam hati sambil merapalkan nama Maira berkali-kali agar tidak lepas kontrol.

Diana dengan patuh membuka kancing kemejanya dan menurunkannya sehingga terpampang bagian belakangnya yang mulus. Melihat ini Danny kembali menelan ludahnya.

"Bagaimana kamu bisa mendapatkan luka ini?" Keluhnya berusaha mengalihkan pikiran tak senonoh yang muncul di kepalanya.

"Saat aku berusaha keluar dari ruangan, Tuan Ramon menarik kakiku hingga aku jatuh ke belakang dan membentur meja"

"Pria itu.."

"Aww.." Diana meringis.

"Ahh.. maaf, apakah aku menekannya dengan kuat?" Tanya Danny sambil meniup luka Diana yang barusan di tekannya karena kesal.

"Kak…" Diana mendesah lirih, apa yang dilakukan Danny barusan membangkitkan hasrat dalam hatinya, dia meremas kemejanya dengan erat.

"Apakah masih sakit?" Tanya Danny masih dengan nada khawatir.

Dulu dia adalah pria yang acuh tak acuh, bahkan cenderung dingin terhadap orang lain, tapi sejak mengenal Maira dan melihat bagaimana Maira yang begitu perhatian terhadap orang lain, dia juga perlahan mengikuti perilaku gadisnya itu.

"Emm.."Diana menggigit bibir bawahnya dan mengangguk lemah, dia merasa melayang dengan perlakuan Danny hingga menginginkan lebih.