"Piring ini masih kakek pakai?" tanya Mario sambil menunjuk sebuah piring kotor tergeletak di atas meja.
"Tidak, tidak," jawab Kakek langsung. "Taruh saja di bak cuci."
"Ok."
Mario mengambil piring tersebut dan meletakkannya di bak cuci. Namun dia berbuat lebih jauh walau sudah diperingati. Ia mencuci piring itu beserta piring-piring lainnya. Sambil bersiul pula.
Kakek mendengar suara alir mengalir diikuti suara siulan. Ketika mendapati Mario sedang mencuci piring, alisnya mendadak berkerut dalam. Berpikir mungkin ada yang salah dengan otak cucunya.
"Nak," panggil Kakek seraya menghampiri Mario. "Kau cuci piring?"
Mario mengangkat wajah. "Ya. Ada apa, kek?"
"Sejak kapan kau cuci piring? Seingatku paling kau hindari."
"Baru beberapa minggu," balas Mario ringan. "Tidak ada yang salah, bukan?"
Kakek mengangguk berkali-kali. "Ceritakan. Selama dua bulan kau tidak datang ke sini kala orang tuamu pergi jalan-jalan, apa yang terjadi?"
Mario menaruh sebuah piring pada rak piring sebelum menjawab, "Selama mereka pergi, aku selalu makan rantangan yang dipesan setiap hari. Piring juga kubiarkan sampai berbau busuk."
"Lalu kau cuci piring?"
Mario menggeleng kepala. "Kudiamkan berhari-hari selanjutkan hingga para tetangga pada komplain."
"Astaga, Nak! Hidungmu terbuat dari apa bisa tahan bau busuk?!" seru Kakek tidak percaya.
"Entahlah. Yang pasti aku segera mencuci piring." Mario mengangkat bahu. "Baru kutahu sangat tidak mudah. Selama ini aku membiarkan mama melakukannya setiap hari. Aku tidak tega, sejak itu aku mulai rajin cuci piring dan menjadi sebuah kebiasaan yang baik ternyata."
"Pantas," ucap Kakek terkesima. "Aku salut kau bisa berubah. Bagus sekali, Nak," puji Kakek sambil menepuk pundak Mario.
"Terima kasih, Kek," balas Mario sambil tersenyum.
Kebiasaan baik perlu dilakukan dan dipelihara