Kanza sedang lari pagi di sebuah taman. Tanpa sengaja lengannya menyenggol lengan seseorang dari arah berlawanan.
"Ups... Sorry!"
"Ups... Sorry!"
Pekik keduanya secara bersamaan, dan keduanya tampak sama-sama terkejut saat menyadari siapa yang ada di hadapan mereka sekarang.
"Kamu?"
"Kamu?"
Mereka kembali bersuara secara bersamaan. Cowok di hadapannya tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepalanya merasa tak habis pikir. "kayaknya kita sering, ya. Tabrakan gini. Ketemu secara kebetulan. Apa jangan-jangan kita jodoh?"
Mata Kanza sontak melebar mendengar penuturan cowok di hadapannya. Dadanya kembali bergemuruh dengan detak jantung yang mulai tak beraturan, Rega selalu saja berhasil membuatnya salah tingkah. "haaa... Mak-sudnya?" Kanza mencoba bersuara meski bibirnya sedikit gemetar karena gugup, tapi ia tidak ingin Rega menyadarinya, untuk itu ia tetap memasang wajah pura-pura cuek.
Rega menarik sudut bibirnya semakin lebar, senyumnya makin mempesona, "ya... Enggak ada maksud." matanya menatap Kanza sedikit intens. Sedangkan Kanza jadi tambah salah tingkah. Susah payah ia berusaha menguasai dirinya.
Di saat bersamaan, ia teringat kata-kata Fira, kata-kata gadis itu seolah menggema kembali di kepalanya. Mengingatkannya agar ia tetap waspada. "Jangan sampe lo yang baper sama Rega. Dia itu emang lihai bikin cewek-cewek baper. Pokoknya lo yang harus pegang kendali."
Kanza menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia mencoba menormalkan kembali debaran jantungnya yang sejak tadi tak beraturan. Apalagi saat cowok di hadapannya itu selalu memperlihatkan senyum mempesonanya.
"Eh... Dahi kamu banyak keringatnya, tuh. Nih saya ada sapu tangan." Kanza menyerahkan sapu tangan yang baru saja di ambilnya dari saku celananya.
Rega menatapnya tak percaya, kini gantian cowok itu yang tampak salah tingkah. Ia sempat tertegun sejenak menatapi sapu tangan yang ada di tangan Kanza. Merasa curiga pada Kanza yang seolah sengaja ingin membalikkan keadaan. Tadi ia bermaksud membuat gadis di hadapannya itu baper. Tapi nyatanya sekarang malah sebaliknya.
Melihat Rega yang malah bengong, tangan Kanza terulur mengusap dahi Rega yang penuh keringat. "Maaf, ya, kalo saya lancang." ucap Kanza dengan raut wajah senormal mungkin. Ia berhasil menguasai dirinya sendiri dan kini berusaha memegang kendali. Meskipun apa yang di lakukannya sekarang seolah bukan dirinya.
Rega masih mematung di tempat, sebelum akhirnya berhasil menjejakkan kakinya kembali ke dunia nyata. "Em... Iya enggak apa-apa, makasih, ya." Kata Rega canggung.
"Kamu..."
"Kamu..."
Entah di sengaja atau tidak, keduanya kembali berbicara secara bersamaan. Kemudian keduanya kembali tersenyum canggung.
"Kamu duluan aja deh yang ngomong." Rega menyela dengan cepat.
"Kamu aja duluan, enggak apa-apa."
Rega menggeleng pelan. "No... Ladies first."
Kanza mengangguk-anggukkan kepalanya, seperti tak ingin menyia-nyia kan kesempatan yang ada. "Oke... Gimana kalo abis joging, kita sarapan bareng?" entah darimana datangnya semua keberanian ini, sekaligus kegilaan ini. Tapi Kanza melakukannya, ia mengajak seorang cowok yang belum terlalu di kenalnya untuk sarapan bersama.
Rega terhenyak sejenak, namun akhirnya mengiyakan ajakan Kanza.
***
Pedagang kaki lima tampak berjajar di pinggir jalan di dekat taman. Mata Kanza terlihat celingukan mencari sesuatu saat baru saja tiba di sana.
"Kita sarapan bubur ayam aja, yuk?" Ajak Kanza sembari menarik lengan cowok itu untuk duduk di meja makan yang sudah tersedia di depan gerobak bubur ayam.
"Bang, bubur ayam dua, ya?" lanjutnya berteriak pada penjual bubur ayam yang sedang sibuk di balik gerobaknya. Kanza tidak menyadari jika cowok di sampingnya diam-diam memperhatikannya.
Menurut Rega, gadis di sampingnya itu berbeda dari gadis-gadis yang selama ini ia temui, gadis ini unik dan sukan suka berubah-ubah tingkahnya, membuatnya sedikit penasaran.
"Kebetulan banget, ya?" Ucap Rega dan membuat Kanza jadi menoleh bingung ke arahnya.
"Kebetulan apa?" Sahut Kanza pura-pura bodoh.
Rega menarik sudut bibirnya tersenyum. "Kebetulan banget kesukaan kita sama, saya juga suka banget bubur ayam."
"Oh... ya?" Kanza memperlihatkan ekspresi terkejutnya, dan menurut Rega itu sangat lucu. "Iya... Kebetulan banget, ya? Eh... Tapi kan saya enggak pernah cerita kalo saya suka bubur ayam. Kamu tahu darimana?" Lanjutnya mencari penjelasan.
Rega kembali mengulas senyum. "Iya sih kamu enggak pernah cerita, tapi saya cuma nebak aja, dari sekian banyak penjual disini--" Rega menjeda kalimatnya, lalu menyapukan pandangannya ke sekeliling, "kamu pilihnya bubur ayam. Jadi aku pikir kamu suka bubur ayam juga," lanjutnya sembari menatap kembali ke arah Kanza.
"Iya ... Kamu emang bener, aku emang suka banget sama bubur ayam. Dan hampir tiap pagi aku makan bubur ayam." Kanza sedikit gugup dan buru-buru meraih salah satu kumpulan botol air mineral di atas meja. Membuka tutup botol dan meneguknya segera. Sungguh, baru kali ini banyak sekali mengatakan hal bohong, dan itu membuatnya sedikit tidak nyaman. Lagipula, sejak kapan ia suka makan bubur ayam?
"Oh, ya?" Rega menatap tak percaya. "Kamu sejak kapan suka joging disini? Kok saya baru lihat kamu sekarang?" Matanya memicing menyelidik.
"Uhuk...uhuk...." mendengar itu, Kanza tersedak air minum yang sudah ada di kerongkongannya. Lalu menatap Rega dengan wajah kebingungan.
Duh bikin alasan apa nih, jangan sampe dia curiga. Pikir Kanza.
"Iya... Saya juga sering kok joging disini, tapi mungkin aja baru kali ini takdir kita ketemu. Hehe." Jawab Kanza dengan ekspresi senormal mungkin, ia berharap Rega mau mempercayainya, karena jujur saja, sejak tadi ia merasa sesak napas selama berdekatan dengan Rega. Takut jika semua kebohongannya di sadari olehnya.
Rega mengangguk-anggukkan kepalanya sembari menatap Kanza lekat. "Oh... Jadi semua karena takdir, ya?" Tersenyum penuh arti.
"Iya... Takdir." Mata Kanza berkedip-berkedip merasa makin gugup. Namun ia masih memaksa untuk tersenyum.
Rega mencondongkan badannya ke depan, kemudian menatap Kanza makin lekat.
Duh... Mau apaan sih nih cowok, hobi banget natap gue begitu. Batin Kanza sedikit risih.
"Mungkin juga nggak, kalo kita itu jodoh?"
Kanza tersentak, mata mereka bertemu dan waktu seolah berhenti sejenak, demi apa cowok di hadapannya ini bicara demikian?
"Ini buburnya, maaf lama." Penjual bubur tiba-tiba datang dan membuat percakapan mereka terjeda. Diam-diam Kanza menghela napas lega karena akhirnya bisa terhindar dari pertanyaan konyol Rega. Apa-apaan cowok di hadapannya ini, hampir saja membuat jantungnya melompat dari tempatnya. Tak hentinya Kanza merutuki dirinya sendiri dalam hati.
"Mas Rega, tumben bukan sama mbak Fira lagi, ini siapa? Pacar baru mas, ya?" Penjual Bubur sepertinya sudah sangat kenal dengan Rega. Ia bahkan bertanya seolah tanpa dosa.
Kanza mendadak panik, ia bahkan jadi salah tingkah lagi, "Bukan kok, saya--" menjeda kalimatnya dan menatap Rega sebentar. "Saya baru kenal dia."
"Oh... Baru PDKT ceritanya?" sang penjual bubur malah semakin salah paham dan membuat Kanza makin panik.
"Eh... Bukan begitu juga, cuma temen kok."
Di saat yang bersamaan Rega malah tertawa geli memperhatikan ekspresi Kanza yang baginya tampak lucu.
"Awalnya temen, nanti lama-lama jadi demen." Lanjut penjual bubur yang menurut Kanza sungguh tidak tahu situasi dan mengerti kondisi dirinya saat ini. Sekarang Kanza sedang menderita salah tingkah hebat karena perkataan penjual bubur yang tak bertanggung jawab. Membuatnya ingin menangis rasanya. "Ya... Enggak gitu juga, Pak." Menoleh ke arah Rega, berharap cowok itu mau membantunya menjelaskan sesuatu agar penjual bubur itu tidak mengatakan hal yang tidak-tidak lagi dan membuatnya tidak nyaman.
"Bener pak, do'a in aja ya, pak." tanpa di duga cowok itu malah menimpali dengan perkataan yang tak di inginkannya. Matanya menatap Kanza penuh arti.
Di tatap seperti itu, dada Kanza kembali bergejolak, matanya melebar dan tak bisa mengeluarkan suara.
"Tapi sama mbak Fira?" Sang tukang bubur tapi belum naik haji ini melontarkan pertanyaan kembali.
Rega menjawab santai. "Udah resmi putus."
"Yaudah saya do'a in, semoga sama mbak yang ini langgeng ya, mas?"
Rega tersenyum. "Makasih, pak."
Astaga... Situasi macam apa ini? Kanza hanya bisa mengumpat dalam hati.
Di dekat gerobak bubur, seorang laki-laki gembul muncul, matanya celingukan mencari sesuatu. "Mana sih nih abangnya?" Perlahan matanya menatap ke arah penjual bubur yang sedang asik mengobrol dengan sepasang muda-mudi. "Pak... Beli bubur!" Ucapnya setengah berteriak.
Penjual bubur menoleh ke asal suara. Lalu menatap kembali ke arah Kanza dan Rega. "Mas, mbak, saya balik dulu, ya?" Pamitnya, kemudian berlari tergopoh ke arah gerobaknya.
"Gimana sih pak, mau jualan apa mau ngegosip? Malah enak-enakan ngegosip sama pelanggan." Gerutu pria gembul sewot.
"Dua-dua-nya," jawab tukang bubur sembari tertawa riang, seolah tak ingin mengambil hati omongan pelanggannya.
Cowok gembul mencebik sewot. Matanya kembali mengedar, menatap ke arah sepasang muda-mudi yang sedang asik makan bubur ayam sembari bercanda. Tatapannya berubah jengkel, sepertinya ia iri.
"Kenapa? Mas Gendon iri, ya?" Tanpa di sadarinya, ternyata sang penjual bubur memperhatikan gerak-geriknya.
"Ngapain saya iri, jelas-jelas gantengan saya daripada cowok buaya itu. Harusnya ceweknya tuh sama saya aja." Kata cowok gembul penuh percaya diri. Penjual bubur langsung menautkan alisnya dan merasakan perutnya yang tiba-tiba mual.
Cowok gembul itu mencoba mencuri pandang pada Kanza, dan dengan percaya dirinya mengerlingkan sebelah matanya, membuat Kanza mendadak bergidik ngeri.
"Kamu makannya udahan, kan? Buruan cabut yuk!" Tanya Kanza dengan suara berbisik ke arah Rega. Di saat yang bersamaan cowok gembul itu sudah turut duduk di antara mereka dengan mata yang tak lepas menatap ke arah Kanza.
Rega melirik ke arah cowok gembul, dan seolah mengerti kekhawatiran yang di rasakan Kanza. "Yaudah, yuk!" Beranjak berdiri di ikuti oleh Kanza yang juga turut beranjak dari duduknya.
"Loh mau kemana? Abang dateng kok malah pergi?"
Kanza makin bergidik ngeri.
"Daripada sama buaya ini, mending sama saya, udah terbukti setia." Ucap cowok gembul penuh percaya diri.
Kanza meringis canggung.
"Masih mending dong saya buaya, daripada anda ikan buntal." Sahut Rega.
"Apa kamu bilang?!" Ternyata itu mampu membuat cowok gembul tersinggung, ia bahkan menggebrak meja hingga menimbulkan suara gaduh, membuat semua yang ada di sana menoleh ke arahnya.
"Saya bilang kamu ikan buntal. Kenapa?" Tegas Rega sekali lagi dengan nada menantang.
Cowok gembul bangkit berdiri dan tanpa tedeng aling-aling segera melayangkan satu tinjunya ke wajah Rega.
BUK!!
"Rega...!"
Bersambung