“Mia, apakah kau melihat Gabriella?” tanya Max begitu keluar dari ruangan.
“Saya melihatnya mengikuti Tuan Sebastian.” Telunjuk sang wanita tertuju ke arah ruangan pria yang disebutnya. Mata sang CEO spontan terbuka lebar.
“Apa yang mereka lakukan?”
Sang sekretaris hanya bisa meringis. “Saya ... tidak tahu, Tuan. Saya hanya sempat menceritakan tentang—”
Max sudah melaju dengan alis berkerut tak senang.
“Beraninya wanita itu menuduhku ingin menceraikannya, sementara dia berduaan bersama pria lain,” gumam sang CEO dengan tangan terkepal erat. Ia tidak sadar jika napasnya telah menderu.
Tak seperti pintu ruangannya yang utuh terbuat dari kayu, ada sekotak kaca transparan pada pintu ruangan sang sekretaris. Begitu Max mengintip dari situ, Gabriella terlihat sedang duduk menghadap Sebastian yang tertawa santai.
“Sejak kapan mereka menjadi akrab?” batin Max sebelum mendengus.