"Oh... oh... ya... maksudku... Kresna, aku benar-benar lupa! Ah, maafkan aku!" Azazel memeluk Kresna dengan panik.
"Jangan menyentuhku!" perintah Kresna dengan suara rendah.
Azazel segera melepaskan pelukannya dan menatap Kresna yang sedang membenahi pakaiannya dengan mata anak anjing, berusaha terlihat menggemaskan dan tidak berdosa.
"Menjijikan," komentar Kresna.
"..." Azazel merasa bahwa dia ingin membalikkan meja. Ah! Ah! Sialan! Bajingan! Menjijikkan kepalamu! Aku imut, oke? Imut dan menggemaskan!
Dia mengamuk dalam hati tapi penampilan luarnya masih terlihat menyedihkan.
"Kresna, aku lupa! Aku bersumpah atas nama Tu... Setan! Aku berjanji tidak akan mengulanginya di masa depan, oke?"
"Kamu sudah mengatakan itu berulang kali di masa lalu." Kresna berkata, tidak terlihat terpengaruh sedikit pun dengan penampilan menyedihkan Azazel.
Diam-diam pedang es mulai terbentuk di tangannya.
Seakan-akan ingatan Azazel di putar. Dia mulai mengingat bagaimana dia selalu mengatakan hal ini setiap seratus tahun. Ya, dia selalu melupakan fakta bahwa ingatan Dewi tentang malaikat jatuh akan dihapus setiap seratus tahun! Aiya, kenapa dia selalu mengulang kesalahan yang sama? Bahkan keledai jauh lebih pintar dibandingkan dia!
Tiba-tiba tubuh Azazel terdorong ke belakang hingga menabrak tembok. Saat dia tersadar, dia sudah merasakan hawa dingin yang menyelimutinya.
"Kre... Kresna..."Azazel menatap Kresna yang menekannya di dinding dengan panik. Jika dia bergerak, Kresna mungkin akan langsung memotongnya. Jika dia diam... Tidak, dia tidak mau menunggu kematiannya begitu saja!
"Kamu..."
"Uh, teman-teman, bisakah kalian tidak bertengkar di dalam tokoku?" Dewi bertanya dengan sopan. "Maksudku, aku tidak ingin kalian menghancurkan tempat ini, oke?"
Kresna dan Azazel bertukar tatapan dalam diam.
***
"Jadi, kalian berteman?" Dewi bertanya sambil menatap kedua pria di hadapannya.
Azazel menyesap tehnya. "Ya, bisa dibilang seperti itu."
"Dia bukan temanku," sahut Kresna. "Aku tidak menyukainya."
Azazel memutar kedua bola matanya. "Kamu menyukaiku."
"Tidak." Kresna berkata dengan singkat.
"Ya."
"Tidak."
"Ya!"
Kresna tidak menanggapi Azazel lagi dan memilih untuk mengabaikannya.
"Kamu menyelamatkanku. Itu berarti kamu menyukaiku," ucap Azazel seakan tidak mau menyerah. "Apa kamu sudah melupakan kebersamaan kita selama tiga ribu tahun ini? Kita selalu melakukan hal-hal bersama..."
"Itu karena kamu terus mengikutiku," potong Kresna.
Azazel cemberut. "Hei, kamu tahu betapa membosankannya surga dan neraka, bukan? Di sini lebih menarik dan menyenangkan."
Kresna tidak menanggapi.
Dewi yang sejak tadi menonton mulai merasa penasaran. "Azazel, apa yang kamu kerjakan di sini? Maksudku, apa kamu memiliki pekerjaan tetap selain menjadi iblis?"
Mata Azazel langsung berbinar saat mendengar pertanyaan Dewi. "Gadis, baru-baru ini aku menjadi guru di sekolah sekitar sini."
Dewi menatap Azazel dari atas ke bawah dengan dahi berkerut. Rambut panjang yang dicat perak, telinga dan lidah yang ditindik, riasan tebal serba hitam ala gothic, celana jeans sobek-sobek, dan sepatu bot berduri. Siapa yang akan percaya bahwa pria ini seorang guru?
Azazel merasakan tatapan Dewi dan buru-buru menambahi. "Jangan menilaiku dari sampul! Aku memberikan banyak kontribusi bagi tempat ini. Di masa lalu aku yang mengajari mereka cara membuat senjata, memberi mereka pengetahuan, menciptakan teknologi yang lebih maju, me..."
"Jangan dengarkan ucapannya," sela Kresna. "Dia membantu mereka membuat senjata supaya manusia bisa berperang, memberi mereka pengetahuan hingga mereka mulai mempertanyakan keberadaan Tuhan, dan menciptakan teknologi untuk mempercepat kerusakan di bumi."
"Hei, tidak sopan untuk menyela ucapan orang lain," ucap Azazel terdengar seperti sedang mengeluh. Tetapi, dia jelas-jelas menyeringai begitu lebar hingga Dewi yang melihat itu khawatir wajahnya akan sobek.
"Itu menyenangkan," ucap Azazel sambil menerawang ke masa lalu.
Kresna hanya mendengus dingin.
"Omong-omong, gadis, apa kamu tahu apa yang sebenarnya kekasihmu lakukan?" Azazel memberi Dewi tatapan menggoda.
"Huh?"
"Dia membuat kemacetan setiap hari, menciptakan kebiasaan-kebiasaan buruk seperti membuang sampah sembarangan dan mengambil sesuatu tanpa izin, me..."
"Dia sudah tahu."
Azazel yang ucapannya dipotong untuk yang kesekian kalinya mulai merasa kesal.
Dewi mengangguk. "Itu memang buruk tapi itu tidak mempengaruhiku."
"..." Azazel kehilangan kata-kata.
"Hei, bukankah kamu memiliki hati malaikat?" Azazel memprotes. "Bukankah kamu seharusnya menghalanginya melakukan kejahatan?"
Dewi tersenyum. "Kamu sepertinya kurang memahami peraturan para malaikat," ucapnya. "Asalkan mereka tidak melangkahi garis yang sudah ditetapkan, itu baik-baik saja."
"Dan juga aku bukan malaikat sungguhan. Aku hanya memiliki hati malaikat dan peraturan yang ditetapkan untukku lebih longgar," tambahnya.
Azazel mendengar ini lalu melirik Kresna yang memberinya tatapan peringatan. Dia langsung menelan kembali pertanyaan yang ingin dia tanyakan. Apa garis itu? Apa yang membuatnya harus jatuh dari surga? Kresna, hal buruk apa yang kamu lakukan?
***
"Hei, kenapa kamu jatuh?" Azazel yang baru saja keluar bersama Kresna bertanya.
"Aku tidak jatuh." Kresna berkata sambil menatap jalanan yang ramai.
"Lalu apa?" Azazel mendengus.
Kresna tidak menjawab dan hanya terus melangkah.
"Kemana kamu mau pergi?" tanya Azazel dengan penuh antisipasi.
"Apa kamu tahu perdagangan senjata di bawah pusat ibukota?" tanya Kresna sambil menatap Azazel dengan tatapan misterius.
Azazel terkesiap. "Oh... tidak... jangan katakan..." Dia tidak berani melanjutkan ucapannya saat melihat seringai Kresna.
***
"Bos!" seru seorang pria kekar saat melihat Kresna.
Orang-orang yang mendengar seruan ini langsung mengalihkan perhatian mereka ke arah Kresna sebelum menundukkan kepala mereka dengan hormat.
Kresna berjalan melewati mereka dengan tidak peduli dan dengan santainya berbaring di satu satunya sofa yang ada di ruangan itu.
Azazel melihat sekelilingnya dengan mata berbinar. "Kresna, ini keren! Kamu, bajingan hebat, sejak kapan kamu merencanakan ini?" bisiknya dengan nada bersemangat yang tidak bisa di sembunyikan. "Oh, lihat ini, senjata ini terlihat lebih sempurna daripada versi sebelumnya. Apa kamu yang melakukannya? Oh, Kresna, aku mencintaimu!"
Kresna hanya mendengus dingin.
Azazel tiba-tiba teringat sesuatu dan dia segera mendekati Kresna. "Kamu tidak lupa, bukan?" bisiknya tepat di telinga Kresna.
Kresna mengerutkan kening, merasa risih. "Apa?"
"Tahun 1602," ucap Azazel. "Apa kamu lupa?"
Kresna terdiam.
***+