webnovel

Calon Imamku (Tamat)

Faezya Farzan, seorang mahasiswi jurusan PGMI, dia sering sekali bermimpi bertemu dengan seorang pria berjubah putih berparas rupawan dengan senyu manis, pria itu selalu mengatakan bahwa dia adalah calon istrinya. Faeyza jatuh cinta dengan seorang pria dama mimpi tersebut, berusaha mencari dan terus mencari hingga hatinya tak mampu terbuka untuk pria lain, tak perduli bahwa dirinya akan dianggap gila. Dia hanya ingin bertemu dengan bersama pria tersebut. "Aku hanya inginkan dirimu, calon imamku."

Firanda_Firdaus · 历史言情
分數不夠
88 Chs

episode 64

A

Tanvir memperhatikan gadis yang paling dicintainya, sayanganya gadis itu malah menjadi milik saudaranya, gadis itu terlihat tidur pulas di dekapan hangat saudara laki-lakinya tersebut rasanya ia sangat ingin menggantikan sang kakak untuk mendekapnya.

"Kakak. Bukankah kakak sedang tidak sehat. Bagaimana kalau aku saja yang menggantikan kakak untuk memeluk Faeyza, aku pastikan kalau dia akan aman di pelukanku."

Zein mengalihkan perhatiannya pada sang Adik, dia tersenyum maklum."Tanvir, sepertinya apa yang kakak katakan waktu itu belum kamu pahami. Tanvir, Faeyza adalah Istriku, aku mana mungkin menyerahkannya padamu. Lagi pula kamu itu harus tahu, pahami hukum agama dengan benar. Faeyza … dia memang iparmu, tapi dia bukan Istrimu, dia tetap tidak halal untukmu. Jangankan kamu memeluknya, bahkan memandang wajahnya dengan menggunakan dua mata saja tidak diizinkan."

Nita sama sekali tidak paham maksud ucapan pria bermata safir tersebut, kalau seseorang hanya memandang dengan satu mata bukankah itu artinya satu mata harus ditutup?

"Maaf, Tuan Muda Zein. Anu …" Dia bahkan sangat gugup hanya ingin bicara dengan pria satu itu, padahal mereka memiliki wajah yang sangat mirip dengan calon Suaminya tapi aura mereka sangat tidak sama.

Zein mengalihkan perhatian pada gadis itu."Katakan saja apa yang ingin disampaikan."

"Itu … bukankah Tuhan mencptakan manusia dengan dua mata, kalau mata satunya ditutup bagaimana?" tanya Nita dengan menunjuk secara harfiah makna kata mata.

"Apakah kamu bermaksud mengatakan indra penglihatan? Secara harfian mata yang kamu maksud adalah mata di wajah bukan? Tapi sesungguhnya manusia itu ada mata lain, yaitu mata hati. Apakah kamu tidak sadar jika Tanvir memandang Faeyza menggunakan mata hatinya, hasratnya? Dia menggunakan nafsu untuk melihat Istriku," jelas Zein sabar tapi membuat Nita terdiam kaku, hanya dengan penjelasan singkat tersebut dirinya sudah sangat gugup.

"Ngg…"

Faeyza melenguh, Zein semakin mengeratkan pelukannya. Sebagai seorang Suami yang telah terbiasa dengan seorang istri seperti Faeyza sama sekali tidak kaget karena Istrinya itu kalau tidur terkadang seperti orang sedang melakukan anu kalau didengar dari luar.

"Ahh…"

Tanvir berusaha menutupi sesuatu bagian belakangnya, kenapa gadis pujaan hatinya tersebut malah mendesah di dalam mobil, padahal mereka tidak ada yang melakukan adegan panas, bahkan Zein yang merupakan Suaminya juga hanya memeluk dengan satu tangan dan tangan yang satu digunakan untuk memeriksa berksa laporan.

"Ahhh … Ahh…"

Faeyza semakin mendesah memsbuat Tanvir semakin kelimpungan, tidak tahan lagi dia pun membentak iparnya tersebut."Faeyza! Kamu tidur apa dengan mesum?!"

"Tanvir," tegur Zein melihat Adiknya membentak sang istri yang sedang tertidur hingga membuat gadis itu terkejut dan bangun.

"Mas, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa tadi Tanvir berteriak?" tanyanya heran. Dai masih tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, yang ia tahu dirinya tiba-tiba saja mengantuk dan tidur dalam pelukan sang Suami.

"Kak, Faeyza tadi itu mendesah. Dia seperti orang yang sedang melakukan adegan panas dengan seorang pria, anu ku sampai hampir tegak," kata Tanvir kesal, dia memalingkan wajah karena tak sanggup menatap wajah saudaranya tersebut.

Zein mengalihkan perhatiannya pada benda milik Adiknya, sebelum sang Istri juga menyadarinya ia langsung melepaskan mantel panjangnya lalu meleparkan ke atas pangkuan sang Adik.

"Tutupi saja, jangan sampai ada orang yang melihat. Kamu harus ingat, hanya istrimu yang bisa melihatnya."

Tanvir menatap mantel sang kakak, bisa-bisanya menyuruh dirinya menutupi benda miliknya dengan sebuah mantel. Faeyza dan Nita sama-sama tidak ada yang tahu apa yang sedang dibicarakan oleh dua orang tersebut, mereka seperti berada di dunia lain.

"Tanvir, apa yang tadi kamu maksud tegak?" tanya Faeyza penasaran.

"Sayang, kamu tidak perlu penasaran. Karena malam itu juga melihat punya Suamimu berdiri tegak saat masuk ke dalam anumu." Tanvir dengan sangat lancang memanggil gadis itu sayang di depan Suaminya.

"Tegak? Milik Suamiku?" Faeyza langsung bersemu merah saat menyadari apa yang dimaksud oleh iparnya tersebut, ia memperhatikan sang Adik ipar segera memalingkan wajah dan menenggelamkan kepalanya di dada sang Suami, tidak ingin kalau pikirannya berubah menjadi aneh-aneh.

"Za, kamu itu kenapa si? Bukankah aku sudah bilang, harusnya kamu itu menikah denganku bukan dengan kak Zein. Kak Zein itu bukan tipe orang yang bisa diajak bercanda, aku yakin kamu akan menyesal karena menikah dengan orang seperti kak Zein." Tanvir masih berusaha membujuk Feayza seakan tidak perduli dengan perasaan Nita.

Uhuk…

Uhuk…

Zein mengambil sapu tangan lalu membekap mulutnya saat terbatuk, dadanya terasa sangat nyeri dan sesak tapi tetap berusaha untuk tidak menanggapi ucapan sang Adik.

Faeyza menegakkan tubuhnya, menarik kepala dari dada sang Suami memandang pria tersebut khawatir."Mas, kamu kenapa? Sudah kita ke rumah sakit saja. Mas kamu belum sehat beran, kalau kamu memaksakan diri untuk kerja, aku tidak yakin kalau Mas akan baik-baik saja."

"Sayang, Mas akab baik-baik saja. Mas ada tugas dari Ayah untuk menyerahkan laporan ini pada Hernandez, Mas tidak bisa kembali sekarang Istriku," balas Zein masih terus berusaha menahan sesak dan nyeri.

"Sudahlah, Kak. Biar aku saja yang pergi ke Maula Publisher, aku akan pergi bersama Faeyza dan Nita. Bukankah mereka berdua ingin menjadi seorang penulis?" sahut Tanvir kembali menawarkan diri.

"Nggak, aku nggak mau ke Maula Publisher kalau sama kamu. Aku nggak mau nanti terjadi sesuatu yang aneh-aneh lagi, bukankah pikiranmu selalu ingin menjadi pebinor," tolak Faeyza tegas.

"Apa itu pebinor?" tanya Tanvir bingung, seumur hidup dia belum pernah mendengar istilah pebinor.

"Perebut bini orang," jawab Nita.

Ha?

Tanvir mengeraskan rahang karena disebur pebinor, dia tidak pernah merebut istri orang tapi kalau Faeyza itu urusan yang berbeda baginya wanita itu dalah kekasihnya dari awal tapi kakaknya itu yang merebut jadi ia tidak bisa disebut pebinor.

"Faeyza, kamu tidak bisa menyebutku sebagai seorang pebinor, karena aku ini adalah orang yang pertama mencintaimu. Seharusnya kamu katakan itu pada kak Zein, dia tiba-tiba menikahimu. Aku tidak setuju," protesnya.

"Tanvir, kamu tidak bisa berkata seperti itu. Bukankah Kakak sudah sering mengatakan padamu, jodoh itu di tangan Allah. Kalau Faeyza tidak bersedia menikah dengan Kakak, Kakak juga tidak akan memaksa, sudah lebih baik biar Kakak saja yang menemui Hernandez. Kakak juga tidak setuju kalau kamu bersama dengan Faeyza, kamu akan selalu menggodanya," tegas Zein, raga boleh lemah tapi jiwa tidak akan pernah menyerahkan seorang yang telah menjadi tanggung jawabnya pada orang lain.

Seperti seorang yang tidak dianggap, Nita hanya duduk diam dengan perasaan tidak nyaman, ia sangat iri dengan Faeyza, gadis itu menjadi rebutan dua pria tampan bahkan memiliki seorang Suami yang selalu memanjakannya.