webnovel

BUKAN SALAHNYA CINTA : Cintaku di Ujung Senja

"Jangan menangis Hanin, kalau kamu menangis cantikmu akan hilang. Lihat aku! aku berjanji padamu untuk segera kembali dan akan membalas tiap tetes airmatamu ini." (Rafka Arsha Fathan) "Aku mencintaimu dengan segala niat tulusku yang tanpa ada batas, memilihmu karena aku yakin kamu adalah takdirku, tidak perduli dengan jarak usia, atau rentang waktu." (Hasta Narendra) Hanin Humairah (21 th) seorang gadis cantik yang sudah tidak mempunyai orang tua selain tinggal dengan Dina ibu tirinya dan kedua saudara tirinya Amelia dan Jonathan. Rafka Arsha (21 th) sahabat sekaligus kekasih Hanin, terpaksa berhubungan jarak jauh dengan Hanin karena mengikuti orang tuanya yang pindah tugas di kota A. Hasta Narendra (35 th) seorang duda sahabat ayah Hanin mencintai Hanin dengan tulus dan berusaha membantu Hanin lepas dari siksaan Dina dengan bersandiwara menikahi Hanin. Karena cinta tulus Hasta, perasaan dan cinta Hanin berpaling dari Rafka dan beralih pada Hasta dan mereka menikah secara sah. Dalam pernikahannya selama satu tahun, Rafka kembali dalam kehidupan Hanin dan kembali mengejar cinta Hanin. Akankah cinta Hanin tetap bertahan untuk Hasta setelah tahu Rafka amnesia karena kecelakaan akibat putus cinta dengannya? Apakah cinta Hanin akan berpaling pada Rafka setelah Hasta meninggalkannya karena Hasta tidak bisa mempunyai keturunan??

NicksCart · 青春言情
分數不夠
43 Chs

SEPENUHNYA MENGINGINKANMU

"Pak Hasta.. kenapa semua ini harus terjadi pak? apa semua ini karena salahku?" tanya Hanin dengan suara tertahan.

Sambil menggenggam tangan Hasta, Hanin menangis dalam diam.

"Pak Hasta, bangunlah pak..aku takut, aku takut kehilanganmu pak Hasta." ucap Hanin menggenggam erat tangan Hasta.

Perlahan kedua mata Hasta terbuka. Hati Hasta merasa tersentuh melihat Hanin yang sedang menangis sambil menggenggam tangannya.

"Hanin." panggil Hasta dengan suara lirih hampir tidak terdengar.

Hanin mengangkat wajahnya menatap wajah Hasta yang terlihat sangat pucat dengan tatapan matanya yang begitu sayu.

"Pak Hasta, pak Hasta sudah sadar?" tanya Hanin dengan suara tangis yang sudah tidak bisa di tahannya .

"Ya Nin, kenapa kamu menangis seperti ini?" tanya Hasta dengan suara yang lemah.

"Aku takut pak, aku takut pak Hasta kenapa-kenapa." ucap Hanin seraya menggenggam tangan Hasta dengan perasaan lega.

"Aku tidak apa-apa Nin, aku hanya kecapekan kerja saja." ucap Hasta menatap wajah Hanin dengan perasaan bahagia karena Hanin telah memilihnya.

"Untuk saat ini pak Hasta harus istirahat ya, jangan bekerja dulu sebelum sehat benar." ucap Hanin seraya mengusap wajah Hasta penuh kasih sayang.

"Ya Nin." ucap Hasta yang tidak bisa banyak bicara karena tiap kali bicara dadanya masih terasa sakit.

"Kalau pak Hasta masih lelah, di buat tidur saja lagi pak." ucap Hanin yang masih menguatirkan keadaan Hasta.

"Hanya sedikit sakit di dada saat aku bicara Nin." ucap Hasta sambil menekan dadanya.

Dengan refleks Hanin mengusap dada Hasta dengan pelan.

Hati Hasta semakin bahagia dengan perhatian dan kasih sayang Hanin padanya.

"Hanin." Panggil Hasta dengan tatapan sayu.

"Ya pak Hasta." sahut Hanin dengan gugup.

"Apakah yang kamu katakan tadi pagi itu benar Nin?" Tanya Hasta dengan suara pelan, ingin meyakinkan hati dan pendengarannya lagi.

"Itu benar pak, aku sudah memikirkannya di saat minggu terakhir. Aku sudah melakukan shalat istikharah dan ada sesuatu yang ingin aku tanyakan pada pak Hasta, apa pak Hasta memasukkan jaket pak Hasta ke dalam tasku? warna jaketnya biru gelap." ucap Hanin dengan wajah serius.

"Aku tidak melakukannya Nin, mungkin mbok Minah yang memasukkannya." ucap Hasta ikut merasa aneh.

"Karena jaket itulah pak, aku menjadi merasa yakin kalau pak Hasta adalah yang terbaik untukku." ucap Hanin sambil menghela nafas panjang.

"Apa hanya karena Jaket saja kamu memilihku Nin?" tanya Hasta dengan hati yang berdebar-debar.

"Tentu saja tidak pak." jawab Hanin yang tidak menyebutkan alasannya karena malu.

"Katakan Nin, alasan apa lagi selain jaket, hingga kamu memilihku?" tanya Hasta dengan tatapan tak berkedip.

Hanin menghela nafas panjang lagi, berusaha menenangkan hatinya yang berdebar kencang.

"Aku mencintaimu pak, di minggu-minggu terakhir saat aku di desa, aku sangat merindukan pak Hasta, dan selalu memikirkan tentang pak Hasta." ucap Hanin jujur dengan suara lirih.

"Aku juga mencintaimu dan merindukanmu Nin." ucap Hasta meraih tangan Hanin dan menggenggamnya dengan sangat erat.

"Apa pak Hasta bahagia?" tanya Hanin menatap kedua mata Hasta yang terlihat teduh.

"Aku sangat bahagia Nin, penantianku selama ini telah terjawab sudah." ucap Hasta dengan perasaan yang benar bahagia.

"Kalau pak Hasta, mulai sekarang pak Hasta harus lebih bisa menjaga kesehatan. Pak Hasta harus bisa sembuh demi aku, demi cinta kita." ucap Hanin dengan suara lembut.

"Apa itu berarti kamu sudah menjadi kekasihku Nin? Kamu menjadi milikku? tapi usiaku terpaut jauh denganmu, apa kamu tidak akan malu Nin?' Tanya Hasta dengan wajah terlihat sedih dan ragu.

Hanin meraih tangan Hasta dan menggenggamnya dengan penuh perasaan.

"Ya pak kita bisa di katakan sebagai kekasih dan aku milikmu, dan aku tidak perduli dengan usia kita yang terpaut jauh. Aku tetap mencintaimu pak Hasta." ucap Hanin dengan wajah serius.

Hati Hasta benar-benar merasakan kebahagiaan yang sepenuhnya. Perasaan cintanya telah terbalas dan sekarang Hanin telah menjadi kekasihnya. Belum menjadi istrinya yang sah.

"Hanin, bagaimana dengan Rafka? Apa dia sudah tahu?" tanya Hasta dengan wajah yang tiba-tiba berubah sedih. Hasta yakin Hanin tidak akan mudah memutuskan Rafka karena Hanin masih mencintai Rafka.

"Rafka masih belum tahu pak, aku masih belum menghubunginya." Jawab Hanin dengan jujur.

"Apa kamu belum ada keinginan untuk memberitahunya tentang kita Nin?" tanya Hasta dengan tatapan sedih.

"Aku akan segera memberitahu Rafka pak, jangan sedih ya pak? aku sungguh-sungguh dengan hubungan kita ini, jangan ragu dengan perasaanku?" ucap Hanin menggenggam tangan Hasta dengan tatapan sayang.

"Aku percaya padamu Nin." ucap Hasta dengan penuh cinta.

"Dan sekarang, kita memulai dari awal. Karena pak Hasta sekarang kekasihku paling tidak harus menurut padaku terutama untuk kesehatan pak Hasta." ucap Hanin setelah sebuah senyuman.

"Hanin, terimakasih untuk semuanya. Walau kita sekarang hanya sebatas sepasang kekasih aku sangat bahagia setidaknya aku telah memiliki cintamu." ucap Hasta yang berkeinginan untuk menikah sah dengan Hanin.

Hanin terdiam berusaha mencerna apa yang di katakan Hasta.

"Katakan pak, apa yang pak Hasta inginkan jangan di pendam lagi." ucap Hanin seraya mengusap lembut wajah Hasta.

"Aku menginginkanmu Nin, untuk sepenuhnya menjadi milikku. Aku ingin menikahimu." ucap Hasta menatap penuh wajah Hanin.

Hanin terdiam. Untuk menikah adalah hal yang terlalu cepat baginya karena dirinya masih kuliah dan usianya juga masih terlalu muda. Tapi bagaimana dengan Hasta? apa dia tega membiarkan Hasta menunggu lama? dengan usianya yang semakin bertambah.

"Hanin, maafkan aku..tidak seharusnya aku mengatakan keinginanku tadi. Seharusnya aku sudah sangat bersyukur telah mendapatkan cintamu. Maafkan Nin, lupakan semua ucapanku tadi." ucap Hasta yang baru menyadari jika Hanin tidak ingin menjawab pertanyaannya karena Hanin hanya terdiam cukup lama.

"Pak Hasta." panggil Hanin sambil menghela nafas panjang.

"Aku tahu Nin, hal itu tidak akan mungkin. Lupakan saja... sungguh aku tidak akan apa-apa. Aku memang terlalu bodoh mengatakan hal itu" ucap Hasta dengan perasaan menyesal.

"Sudah selesai belum pak Hasta bicaranya? aku belum menjawab pertanyaan pak Hasta karena aku masih perlu berpikir dan sekarang aku sudah mendapatkan jawabannya." ucap Hanin dengan serius.

"Aku sudah tahu jawabannya Nin, kamu keberatan bukan?" tanya Hasta dengan hati yang berdebar-debar sangat kencang.

"Pak Hasta, kenapa pak Hasta tidak bisa berhenti bicara? bagaimana aku bisa menjawab dengan tenang pertanyaan pak Hasta jika pak Hasta panik seperti ini?" ucap Hanin dengan bibir cemberut.

"Maafkan aku Nin, aku hanya belum siap mendengar jawabanmu, aku takut hatiku terluka lagi dengan penolakanmu." ucap Hasta mengingat jelas saat pertama kali Hanin menolak untuk menikah dengannya.

"Sudah terlambat pak, aku harus menjawab pertanyaan pak Hasta." ucap Hanin menatap penuh wajah Hasta, sedang Hasta memejamkan matanya.