webnovel

BUKAN SALAHNYA CINTA : Cintaku di Ujung Senja

"Jangan menangis Hanin, kalau kamu menangis cantikmu akan hilang. Lihat aku! aku berjanji padamu untuk segera kembali dan akan membalas tiap tetes airmatamu ini." (Rafka Arsha Fathan) "Aku mencintaimu dengan segala niat tulusku yang tanpa ada batas, memilihmu karena aku yakin kamu adalah takdirku, tidak perduli dengan jarak usia, atau rentang waktu." (Hasta Narendra) Hanin Humairah (21 th) seorang gadis cantik yang sudah tidak mempunyai orang tua selain tinggal dengan Dina ibu tirinya dan kedua saudara tirinya Amelia dan Jonathan. Rafka Arsha (21 th) sahabat sekaligus kekasih Hanin, terpaksa berhubungan jarak jauh dengan Hanin karena mengikuti orang tuanya yang pindah tugas di kota A. Hasta Narendra (35 th) seorang duda sahabat ayah Hanin mencintai Hanin dengan tulus dan berusaha membantu Hanin lepas dari siksaan Dina dengan bersandiwara menikahi Hanin. Karena cinta tulus Hasta, perasaan dan cinta Hanin berpaling dari Rafka dan beralih pada Hasta dan mereka menikah secara sah. Dalam pernikahannya selama satu tahun, Rafka kembali dalam kehidupan Hanin dan kembali mengejar cinta Hanin. Akankah cinta Hanin tetap bertahan untuk Hasta setelah tahu Rafka amnesia karena kecelakaan akibat putus cinta dengannya? Apakah cinta Hanin akan berpaling pada Rafka setelah Hasta meninggalkannya karena Hasta tidak bisa mempunyai keturunan??

NicksCart · 青春言情
分數不夠
43 Chs

KEHANGATAN CINTA

Sampai di rumah Hasta mengambil nafas dalam sebelum keluar dari mobilnya. Dia melihat Hanin berdiri di teras dengan sebuah senyuman di bibirnya.

"Mas," panggil Hanin masih dengan senyumannya menghampiri Hasta yang berjalan ke arahnya.

"Hanin, kenapa kamu ada di luar? ini sudah di malam, angin malam tidak baik untukmu," ucap Hasta dengan suara di beratnya membalas senyuman Hanin.

"Kamu tahu kalau angin malam itu tidak baik Mas. Tapi bagaimana denganmu? bukankah itu juga tidak baik untukmu? aku mencemaskan kamu Mas," ucap Hanin sambil meraih tas kerja Hasta.

Senyuman Hasta seketika menghilang menatap Hanin yang sedang menatapnya.

"Aku sudah terbiasa pulang malam Hanin, jangan terlalu mencemaskan aku," ucap Hasta dengan sebuah senyuman meraih bahu Hanin dan memeluknya lembut.

Dalam pelukan Hasta, Hanin tersenyum cemas berjalan masuk ke dalam rumah.

"Aku siapkan air hangat Mas," ucap Hanin setelah berada di dalam kamar dan meletakkan tas kerja Hasta di sofa.

"Tidak perlu Nin, biar aku sendiri saja," sahut Hasta sambil melepas kancing kemejanya.

Hanin menatap Hasta, mengambil nafas dalam kemudian membantu Hasta yang sedikit kesulitan melepas kancing kemejanya.

"Ada apa denganmu Mas? kenapa kamu menolak perhatianku? apa aku melakukan suatu kesalahan?" tanya Hanin dengan pandangan tak lepas dari wajah Hasta yang terlihat sedih.

Hasta menelan salivanya mendengar ucapan Hanin yang merasakan sikap penolakannya.

Dengan perasaan sedih dan sakit Hasta menangkup wajah Hanin yang terlihat kecewa.

"Hanin, jangan pernah berpikir seperti itu. Kamu sama sekali tidak melakukan kesalahan. Terima kasih kamu sudah sangat memperhatikan aku. Sungguh aku bahagia dengan semua itu. Tapi Hanin, aku tidak ingin kamu lelah. Aku ingin kamu tetap sehat agar kita segera punya anak. Bukankah kita sedang menjalankan program itu?" ucap Hasta memberikan alasan terbaiknya agar Hanin tidak berpikir yang macam-macam dengan apa yang ia lakukan.

"Benarkah itu Mas? apa kamu yakin hanya itu alasannya? bukan karena alasan lain?" tanya Hanin mengangkat wajahnya menatap tepat kedua mata Hasta.

Hasta menganggukkan kepalanya dengan tersenyum pasti.

"Kalau begitu, tidak salahnya kalau aku juga menjaga kesehatan kamu Mas. Aku juga tidak ingin kamu lelah. Kamu harus sehat agar program kita berjalan dengan baik. Mulai hari ini kamu juga harus mendengarkan apa yang aku katakan," ucap Hanin dengan tersenyum mendorong punggung Hasta ke arah kamar mandi.

"Masuklah sekarang, aku akan mengambil air panasnya," ucap Hanin tanpa melihat ke arah Hasta segera pergi ke dapur untuk mengambil air panas.

Hasta terpaku di tempatnya merasakan gejolak rasa yang begitu mendinginkan hatinya.

"Hanin, bagaimana aku tidak meleleh dengan sikap kamu yang penuh cinta itu? bagaimana aku bisa menghindari kamu kalau kelembutan yang selalu kudapatkan?" ucap Hasta dengan tatapan sedih.

"Mas?? apa kamu tetap berdiri di sini?" tanya Hanin saat datang dengan mengangkat panci yang berisi air panas.

Hasta terkesiap, sadar dari lamunannya. Dengan gugup segera Hasta mendekati Hanin dan mengambil alih panci yang ada di tangan Hanin.

"Hanin, kamu bisa istirahat sekarang," ucap Hasta segera masuk ke dalam kamar mandi dengan membawa panci yang berisi air panas.

Hanin mengusap tengkuk lehernya merasa bingung dengan sikap Hasta yang terlihat menghindarinya.

"Sebenarnya ada apa dengan Mas Hasta? kenapa aku merasa sikapnya berbeda dari kemarin-kemarin?" tanya Hanin dalam hati dengan tatapan yang tak lepas dari pintu kamar mandi yang tertutup rapat.

Entah dorongan apa, Hanin tidak beranjak dari tempatnya malah berjalan mendekati pintu kamar mandi.

"Tok...Tok... Tok"

"Mas," panggil Hanin sambil mengetuk pintu.

Hanin mendengar suara air yang bergemericik tiba-tiba berhenti, kemudian tidak lama terlihat pintu kamar mandi terbuka sedikit. Tampak wajah Hasta yang sudah basah.

"Hanin?? kamu memanggilku?" tanya Hasta dengan bibir pucatnya.

"Uumm...aku juga belum mandi. Apa aku bisa mandi bersamamu Mas?" tanya Hanin sangat gugup dan tidak tahu kenapa dia melakukan hal bodoh itu.

"Kamu belum mandi??" tanya Hasta dengan tatapan heran.

Hanin menganggukkan kepalanya dengan cepat kemudian mendorong cepat pintu kamar mandi dan masuk ke dalam.

"Aku mandi sore tadi Mas, malam ini terasa gerah. Aku jadi ingin mandi lagi," ucap Hanin segera melepas pakaiannya tanpa memperdulikan tatapan Hasta yang tak berkedip menatapnya.

Hasta menelan salivanya tidak percaya dengan apa yang di lakukan Hanin dengan mandi bersamanya.

"Mas?? ada apa?? apa ada yang aneh?" tanya Hanin berusaha bersikap tenang seolah-olah apa yang ia lakukan adalah hal yang wajar.

"Tidak... Tidak, tapi...." Hasta tidak melanjutkan ucapannya saat Hanin tiba-tiba menyiram wajahnya dengan air.

"Byurrr!!"

"Hanin! apa yang kamu lakukan?" tanya Hasta sambil mengusap wajahnya yang basah.

"Hahahaha," Hanin tertawa lepas melihat wajah Hasta yang terlihat terkejut dan tegang.

"Hahaha, kenapa Mas?? apa kamu terkejut?" tanya Hanin dengan menampakkan wajah bahagia dan tenang.

"Hanin?? apa kamu baik-baik saja? kita berdua ada di sini Hanin," Hasta masih tak bergerak di tempatnya dengan gejolak perasaan yang campur aduk. Perasaan bahagia, gugup, sedih telah menyelimuti hatinya.

"Aku baik-baik saja Mas. Kalau kita berdua di sini, memangnya kenapa Mas? bukankah kita sudah menjadi suami istri?" ucap Hanin dengan senyuman yang tak hilang dari wajahnya.

"Taaapii Hanin, ini pertama kalinya aku dan kamu seperti ini. Apa kamu tidak merasa canggung denganku?" tanya Hasta dengan pertanyaan apa yang ada di pikirannya. Ia sangat takut kalau Hanin melakukan hal itu karena terpaksa.

"Pertanyaan apa itu Mas? kenapa aku harus canggung? kamu suamiku Mas. Dan hal seperti ini, ke depannya akan sering kita lakukan. Benarkan itu Mas?" ucap Hanin dengan tersenyum memeluk pinggang Hasta yang terlihat semakin gugup.

Tubuh Hasta sedikit terhuyung ke belakang saat Hanin memeluknya semakin erat. Kulit tubuh Hanin yang menempel pada kulitnya terasa membakar gejolak hasratnya.

"Hanin," Hasta tidak bisa berkata apa-apa lagi selain menatap Hanin dengan hati berdebar-debar kencang.

Hanin mengangkat wajahnya menatap wajah Hasta yang bersemburat merah.

"Mas, apa kamu tahu? ada sesuatu yang aku rasakan setiap kali kamu menatapku seperti ini. Aku tidak tahan dengan perasaanku yang ingin selalu berada di dekatmu. Jangan lagi bertanya padaku aku merasakan canggung atau tidak. Hasratku padamu menghilangkan semua itu, apalagi dengan hubungan kita ini semakin tidak ingin jauh darimu," ucap Hanin seraya membelai wajah Hasta dengan suara yang sanggup menggetarkan hati Hasta.

"Hanin, apakah ini benar-benar nyata? apakah aku bermimpi?" tanya Hasta dengan suara hampir tercekat di tenggorokannya.

"Ini benar-benar nyata Mas, ini bukan mimpi," ucap Hanin dengan tatapan lembut segera mencium bibir Hasta yang bergetar.