webnovel

BUKAN SALAHNYA CINTA : Cintaku di Ujung Senja

"Jangan menangis Hanin, kalau kamu menangis cantikmu akan hilang. Lihat aku! aku berjanji padamu untuk segera kembali dan akan membalas tiap tetes airmatamu ini." (Rafka Arsha Fathan) "Aku mencintaimu dengan segala niat tulusku yang tanpa ada batas, memilihmu karena aku yakin kamu adalah takdirku, tidak perduli dengan jarak usia, atau rentang waktu." (Hasta Narendra) Hanin Humairah (21 th) seorang gadis cantik yang sudah tidak mempunyai orang tua selain tinggal dengan Dina ibu tirinya dan kedua saudara tirinya Amelia dan Jonathan. Rafka Arsha (21 th) sahabat sekaligus kekasih Hanin, terpaksa berhubungan jarak jauh dengan Hanin karena mengikuti orang tuanya yang pindah tugas di kota A. Hasta Narendra (35 th) seorang duda sahabat ayah Hanin mencintai Hanin dengan tulus dan berusaha membantu Hanin lepas dari siksaan Dina dengan bersandiwara menikahi Hanin. Karena cinta tulus Hasta, perasaan dan cinta Hanin berpaling dari Rafka dan beralih pada Hasta dan mereka menikah secara sah. Dalam pernikahannya selama satu tahun, Rafka kembali dalam kehidupan Hanin dan kembali mengejar cinta Hanin. Akankah cinta Hanin tetap bertahan untuk Hasta setelah tahu Rafka amnesia karena kecelakaan akibat putus cinta dengannya? Apakah cinta Hanin akan berpaling pada Rafka setelah Hasta meninggalkannya karena Hasta tidak bisa mempunyai keturunan??

NicksCart · 青春言情
分數不夠
43 Chs

DEMI KEBAHAGIAAN HANIN

"Kenapa dengan terapi itu kita masih mengalami kegagalan Dokter? apa ada penyebabnya?" tanya Hanin merasa sedih seandainya terapi yang dijalani Hasta akan mengalami kegagalan.

"Banyak sekali faktor yang bisa menyebabkan terapi itu gagal, faktor utama dari pasien itu sendiri. Kalau mereka tidak benar-benar mematuhi terapi itu. Bisa saja terapi itu tidak akan berhasil, jadi pasien harus punya keyakinan dan semangat kalau dia pasti mampu." ucap Dokter Lely menatap ke arah Hasta yang terlihat diam saja.

"Apa hanya itu saja faktornya Dokter? apa tidak ada hal lainnya?" tanya Hanin benar-benar merasa cemas dengan keadaan Hasta yang mudah putus asa.

Dokter Lely menghela nafas panjang bisa melihat kondisi Hasta yang sudah mengalami sakit cukup parah.

"Faktor lainnya, kita serahkan kembali pada Tuhan, semoga saja Tuhan memberi kepercayaan pada kalian berdua untuk segera punya anak. Dan kalian harus yakin akan hal itu." ucap Dokter Lely memberi semangat pada Hanin dan Hasta.

Hanin terdiam kemudian menatap ke arah Hasta yang terlihat pucat.

"Terima kasih Dokter, saya berharap Dokter bisa membantu kami. Mungkin Senin depan Suami saya bisa mulai dengan terapinya." ucap Hanin seraya bangun dari duduknya dan menyalami Dokter Lely.

"Saya akan membantu kalian dengan usaha yang terbaik." ucap Dokter Lely dengan tersenyum menyambut uluran tangan Hanin.

Setelah berpamitan pada Dokter Lely, Hanin dan Hasta berjalan dalam diam ke arah keluar rumah sakit.

"Hanin, apa kita bisa duduk sebentar?" Ucap Hasta merasa kedua kakinya tidak bisa untuk berdiri lagi. Semua tubuhnya terasa lemas setelah mendengar vonis dari Dokter kalau spermanya sangat lemah dan tidak bisa membuahi sel telur yang di keluarkan Hanin.

Hanin menganggukkan kepalanya segera membantu Hasta duduk di bangku panjang.

"Minumlah dulu Mas." ucap Hanin memberikan segelas air mineral yang Hanin minta di tempat praktek Dokter Lely.

Dengan tangan gemetar dan lemas Hasta menerima air putih dari Hanin dan meneguknya dengan pelan.

"Aku tidak bisa membahagiakanmu Hanin, aku pria yang lemah. Aku tidak bisa memberi keturunan padamu." ucap Hasta dengan suara bergetar.

"Apa yang kamu katakan Mas? jangan berpikir seperti itu. Aku sangat bahagia bisa menikah dan hidup bersamamu. Dan langkah kita baru akan kita mulai Mas, bisa saja bulan depan setelah terapi aku bisa hamil." ucap Hanin seraya menggenggam tangan Hasta yang sangat dingin.

"Aku tidak yakin Hanin, aku penyakitan dan spermaku sangat lemah. Bagaimana aku bisa membuatmu puas dan hamil?" ucap Hasta benar-benar merasa sedih dan putus asa.

"Jangan lagi bicara seperti itu Mas, aku jadi sangat sedih." ucap Hanin memeluk Hasta dengan kedua matanya berkaca-kaca.

Sungguh Hanin tidak bisa melihat kesedihan di hati Hasta.

"Jangan pernah pupus harapan Mas, aku selalu bersamamu. Kita akan melalui bersama-sama setiap kesulitan yang kita hadapi." ucap Hanin seraya mengusap punggung Hasta dengan perasaan cinta.

****

Sudah tiga bulan berlalu Hasta dan Hanin mengikuti terapi Dokter Lely, namun sama sekali belum ada hasil sama sekali.

Hanin masih mengalami haidnya dengan lancar dan tepat waktu. Dan itu membuat hati Hanin menjadi cemas. Cemas bukan karena masalah dirinya. Tapi sikap Hasta yang mulai sering melamun dan tidak banyak bicara.

Apalagi dalam minggu-minggu terakhir Hasta semakin sibuk bekerja dan jarang pulang ke rumah. Hanin semakin mencemaskan kesehatan Hasta.

"Paman Rahmat." panggil Hanin saat melihat Rahmat ada di dapur bersama Minah.

"Ya Non Hanin?!" sahut Rahmat sedikit terkejut dengan kedatangan Hanin di dapur.

"Paman Rahmat kenapa ada di rumah? bukankah Mas Hasta sudah berangkat kerja?" tanya Hanin dengan kening berkerut.

Rahmat menghela nafas panjang mendapat pertanyaan dari Hanin tentang Hasta.

"Maafkan saya Non Hanin, saya terpaksa tidak mengantar Den Hasta kerja. Den Hasta menginginkan membawa mobil sendiri. Ada pekerjaan di kota yang tidak bisa di tunda oleh Den Hasta." ucap Rahmat dengan wajah terlihat tegang.

Hanin mengkerutkan keningnya mendengar ucapan Rahmat.

"Bukankah setiap Mas Hasta ke kota, selalu meminta Paman Rahmat yang mengantar? kenapa sekarang tidak? aku jadi merasa cemas dengan keadaan Mas Hasta akhir-akhir ini Paman." ucap Hanin dengan wajah sedih.

"Saya juga merasa cemas dengan keadaan Den Hasta, Non. Di tempat kerja Den Hasta sering termenung dan lebih banyak diam." ucap Rahmat merasa kasihan dengan Hasta yang terlihat putus asa saat di vonis Dokter tidak bisa mempunyai keturunan dengan mudah.

"Baiklah Paman, aku berangkat kuliah dulu. Nanti siang aku akan menghubungi Mas Hasta." ucap Hanin dengan perasaan sedih beranjak dari tempatnya untuk berangkat kuliah.

****

Di kota...

Hasta duduk diam di hadapan Husin, Dokter pribadinya sekaligus sahabatnya yang selalu mendengar semua kesedihannya.

"Hasta dengarkan aku, seharusnya kamu tidak perlu bersikap seperti ini. Kamu jangan putus asa, usia pernikahan kamu masih dalam hitungan bulan. Jadi kamu jangan terlalu cemas atau khawatir itu akan mempengaruhi kesehatan kamu." ucap Husin mengingatkan tentang kesehatan Hasta yang tidak bisa di katakan baik-baik saja.

"Aku tahu Husin, seharusnya aku tidak putus asa seperti ini. Tapi bukan kebahagiaanku yang aku pikirkan. Aku hanya memikirkan tentang kebahagiaan Hanin. Usiaku sudah tua, semakin hari usiaku semakin bertambah. Aku tidak ingin merepotkan Hanin sama sekali, Hanin harus mempunyai keturunan sebelum aku meninggal. Aku tidak ingin Hanin merasa kesepian. Ini sangat tidak adil bagi Hanin yang sehat." ucap Hasta dengan perasaan sedih tidak bisa membahagiakan Hanin secara batin.

Husin terdiam sangat mengakui kalau cintanya Hasta pada Hanin begitu sangat besar hingga tidak memikirkan kebahagiaannya sendiri selain memikirkan kebahagiaan Hanin.

"Hasta, di luar sana masih banyak pasangan yang belum mendapatkan keturunan hingga pernikahan mereka bertahun-tahun. Kamu masih bisa menunggu satu atau dua tahun. Aku yakin di saat kesehatan kamu membaik kamu pasti bisa membuat Hanin hamil." ucap Husin menatap penuh wajah Hasta yang terlihat pucat.

"Tidak Husin, aku tidak bisa menunggu satu atau dua tahun lagi. Aku ingin Hanin secepatnya mempunyai keturunan agar dia merasa terhibur dan tidak merasa tertekan hanya dengan merawat dan menjagaku saja." ucap Hasta sungguh-sungguh dengan keinginannya.

"Lalu aku harus berbuat apa untuk membantumu Hasta? katakan padaku, aku pasti akan mendukungmu dan membantumu untuk mewujudkan keinginanmu itu." ucap Husin dengan serius.

"Aku ingin seseorang memberikan spermanya pada rahim Hanin, tapi aku tidak ingin Hanin mengetahuinya. Aku ingin Hanin cukup mengetahui kalau spermaku yang ada di dalam rahim Hanin. Apa kamu bisa membantu keinginanku itu?" tanya Hasta dengan wajah serius.

"Hasta?!! Apa kamu sudah memikirkan apa yang kamu katakan itu? kalau kamu melakukan hal itu, sama saja kamu memberikan semua harta warisan pada orang lain. Bukan pada keturunanmu?" ucap Husin sangat terkejut dengan keputusan Hasta.