webnovel

Bukan Salah Rasa

Kisah anak-anak remaja yang beranjak dewasa, dimana masing-masing dari mereka memiliki masalah hidupnya masing-masing. Refan, Reisya, Ruri, Simon, Miko, Zahra, Nando, Nindy, Lucy, dan Gavin. Mereka semua memiliki kisah hidupnya masing-masing, dimana ego dan perasaan menjadi landasan dari sebuah perubahan besar dalam hidup mereka. Di saat hati sudah menguasai, apakah logika bisa melawannya? Baik sadar atau tidak, nyatanya perasaan lah yang selalu menang atas perdebatannya dengan ego. Anak muda adalah awal dari kisah mereka, setelah beranjak dewasa barulah mereka mengerti arti perasaan yang sebenarnya. Lalu jika masalah terjadi di antara kehidupan mereka, apakah rasa itu ikut bersalah? Hati seseorang tidak bisa di tentukan oleh kehendak orang lain, karna kekuasaan sepenuhnya ada pada si pemilik hati sendiri. Apakah ia menerima perasaan itu, atau malah membuang. ( Mengandung beberapa part 21+)

SA_20 · 青春言情
分數不夠
280 Chs

Pembalasan Reisya

Saat sedang asik berbaring tiba-tiba ponsel Reisya berbunyi, tanda jika ada notifikasi pesan masuk dari seseorang. Reisya pun mengambil ponselnya dan langsung membuka pesan yang di kirimkan ke nomornya, nyatanya pesan itu dari Refan. Pria yang kini tinggal tidak jauh darinya, hanya beberapa langkah saja. Saat Reisya akan membalas pesan itu, tiba-tiba ponselnya kembali bergetar. Namun kali ini getarannya jadi lebih panjang, menandakan jika ada yang menelponnya. Dan nama yang tertera di layar itu adalah nama Refando, tanpa menunggu lama Reisya langsung menjawabnya.

"Halo?" Sapa Reisya pertama kali.

Tapi tidak ada jawaban apapun dari seberang sana, berkali-kali Reisya mengatakan halo tapi tidak ada jawaban apapun. Hingga akhirnya Reisya merasa kesal, ia tau jika Refan pasti mulai mengejainya lagi.

"Gak ada suaranya nih, ya udahlah matiin aja." Ucap Reisya dengan penekanan.

Lalu tiba-tiba terdengar suara grusuk yang begitu memekakkan telinga, dan setelah itu barulah suara Refan muncul dengan sedikit nada paniknya.

"Eh eh eh jangan donk, masa iya gw yang nelpon malah di matiin. Jahat deh, tahan bentar dong." Tahan Refan agar Reisya tidak mematikan panggilannya itu.

"Abisnya lo ngeselin sih, nelpon tapi gak ada suaranya. Mending gw matiin, lagian ada apaan emang nelpon gw?" Tanya Reisya dengan ketus.

"Dih jutek amat si mba nya, santai donk. Babang mau bicara penting ini, sangat penting malah." Jawab Refan meyakinkan tapi tetap bercanda.

"Hah? Bicara penting tentang apa?" Tanya Reisya serius ingin tau.

Refan terdiam, ia bingung bagaimana cara menyampaikannya. Ada rasa gugup di hatinya untuk mengatakan hal itu, tapi ya ia harus bisa mengatakannya sebelum sang kakak merusak semuanya. Reisya pun masih menunggu di ujung sana dengan rasa bingung dan penasaran, kata-kata Refan itu membuat Reisya memikirkan sesuatu yang hampir tidak mungkin terjadi. Setelah beberapa menit terlewati, belum juga ada suara Refan yang katanya ingin mengatakan sesuatu. Reisya jadi merasa malas, ia pun mulai berpikir jika Refan hanya jahil lagi padanya.

"Sudahlah, aku matikan saja ponselnya" tukas Reisya mulai merasa kesal.

Namun sesaat sebelum panggilan itu terputus, Reisya mendengar suara Refan mengatakan sesuatu yang benar-benar di luar dugaannya. Sesuatu yang sejak tadi di tunggu-tunggu olehnya, yang ia pikir hampir mustahil tapi nyatanya tidak. Sungguh, perkataan Refan itu membuat hati Reisya jadi berbunga-bunga.

"I love you." bisik Refan lalu panggilan itupun terputus.

Sebuah kata singkat yang biasa, tapi makna yang terkandung di dalamnya sangatlah luar biasa. Reisya tidak menyangka Refan akan mengatakan itu, apakah itu benar atau hanya sebuah candaan saja yang jelas Refan sudah mengatakannya. Reisya merasa senang sekali, entah kenapa ia seperti sangat bahagia mendengar hal itu. Reisya menutup wajahnya dengan bantal karna merasa malu, tapi hatinya sangat puas dan berbunga-bunga layaknya sebuah taman yang tersiram air segar.

"I love you too, Refan" gumam Reisya membalasnya pernyataan itu

Reisya pun mulai memejamkan matanya, ia akan mengistirahatkan tubuhnya sesaat. Tanpa menunggu lama, Reisya pun jatuh dalam mimpi indahnya.

.

.

.

Waktu menunjukkan pukul 7 malam, Reisya sudah segar dan rapi dengan pakaian santainya. Ia terbangun tepat saat adzan maghrib berkumandang, lalu ia pun membersihkan diri lebih dulu dan solat maghrib. Setelah itu barulah Reisya berganti pakaian dan bersiap, tidak lama kemudian seseorang datang dan mengetuk pintu kamar Reisya. Reisya langsung membukanya, betapa terkejutnya Reisya saat wajahnya bertatapan langsung dengan wajah Refan.

Semburat merah terlihat di wajah Reisya, Reisya pun langsung menjauhkan diri dari Refan dan berusaha bersikap normal. Walaupun hatinya begitu malu, dan jantungnya pun berdetak dengan cepat. Sedangkan Refan, ia pun sebenarnya merasakan hal yang sama seperti Reisya. Jantungnya berdetak cepat, dan gugup. Tapi Refan sudah berhasil menguasai emosinya itu, hingga wajahnya kini tampak biasa saja.

"A-ada apa?" Tanya Reisya gugup.

"Ibu nyuruh gw buat panggil lo, ayo ikut makan malam! Semuanya sudah kumpul di ruang makan." Jawab Refan santai sambil bersandar di tembok.

"Oh gitu, ya udah ayo." balas Reisya lalu melangkah pelan.

Sebelum Reisya melangkah lebih jauh, Refan langsung menangkap tangannya dan menarik wanita itu hingga tubuhnya menabrak tubuh Refan. Lalu Refan membalik posisi mereka, hingga kini Refan mengurung Reisya dalam tatapan tajamnya.

"Refan, lo mau ngapain?" Tegur Reisya merasa gugup.

Refan menatap Reisya intens, membuat Reisya jadi salah tingkah sendiri di buatnya.

"Lo ngapain si liatin gw kayak gitu, ada yang aneh sama muka gw hah?" Tanya Reisya tidak tahan jika terus di tatap oleh Refan.

Refan terkekeh, lalu ia mendekatkan wajahnya pada Reisya. Reisya semakin was-was, ia pun menutup matanya dan menunggu apa yang akan terjadi. Melihat hal itu Refan pun tersenyum geli, di tambah lagi Reisya memejamkan matanya dan menampilkan ekspresi yang menggemaskan. Rasanya Refan semakin tertarik untuk mengerjai Reisyah, karna pasti saat ini Reisya sedang memikirkan sesuatu yang tidak-tidak.

"Ngapain sih lo sampai nutup mata begitu?" bisik Refan tepat di telinga Reisya.

Seketika Reisya langsung membuka matanya, lalu ia melihat Refan yang sedang menatapnya dengan senyum geli. Setelah itu Refan melepas kurungannya, dan melangkah begitu saja meninggalkan Reisya. Sedangkan Reisya seketika jadi malu sendiri, ia tau maksud dari tatapan mengejek Refan tadi.

"Ya ampun, jadi Refan cuma ngerjain gw? Ish awas aja yah nanti, akan gw balas nanti." Kesal Reisya pada Refan.

Refan menuruni tangga dengan senyum puas di bibirnya, ia benar-benar merasa senang karna sudah berhasil membuat Reisya kesal malam ini. Tapi jika di ingat-ingat sayang juga sih karna ia melewatkan kesempatan yang cukup baik sebenarnya, tapi Refan dapat yang lebih baik.

"Ngapa lo senyum-senyum gitu? Kesambet ya?" Tanya Miko dengan heran.

"Apa sih kak, gak usah kepo dah." Balas Refan dengan malas.

"Reisyanya mana sayang?" Tanya Monalisa pada Refan.

"Itu dia bu, lagi turun" jawab Refan sambil menunjuk Reisya yang sedang melangkah menuruni tangga.

Monalisa langsung tersenyum, ia pun menyuruh Reisya untuk duduk di kursi kosong yang berada di hadapan Refan. Reisya mengangguk patuh, karna ia tidak ingin membuat Monalisa merasa tidak nyaman dengan penolakannya.

Di sana Reisya tidak menatap Refan sedikit pun, ia mengabaikan kehadiran pria itu walaupun pria itu terlihat jelas di depannya. Dan sikap Reisya itu itu sukses membuat Refan berubah kesal, bahkan Refan terus menatap Reisya tajam sejak tadi. Lalu Miko menyadari hal itu, ia pun tersenyum jail dan membisikan sesuatu pada Reisya. Pembicaraan tertutup itu membuat Refan semakin kesal, sedangkan Miko dan Reisya malah tersenyum puas.

"kita kerjain Refan yuk?" Ajak Miko pada Reisya.