webnovel

WARUNG PECEL BERUJUNG TAWA

Masih setengah jam lagi, May harus datang tepat waktu untuk memulai hari pertama bekerja di warung Ibu Sumi, jam terahir ada ulangan harian Matematika. Bagi May matematika adalah pelajaran yang membawa mala petaka, selalu membuatnya emosi tinggi, depresi, hingga kelaparan setelah berjuang mempelajari hal rumit itu.

" May 15 menit lagi, kamu kok santai-santai gitu?" Anne mengangkat kepalanya lalu memandang May yang ada di sampingnya.

"Nyontek dong An, sudah mentok nih otak ku" Ucap May sambil menepuk dahinya yang botak.

"Bukanya gak mau kasih tau ya May, tapi ini bukti sayang ku padamu. Aku ya nggak mau lah kamu bodoh, jujur dengan usahamu sendiri itu lebih baik" Anne segera menutup lembar jawaban dengan buku lainya, May menyengir tidak percaya dengan ucapan Anne.

"Haha pinter juga ya caramu menolak, pakai bahasa bijak" Kekeh May lirih di telinga Anne.

Lalu May mengesai soal sesuai apa yang ada di otaknya.

'Jangan berharap lebih aku mau menjawabmu mathematic!'

Tidak ada jawaban angka, tapi hanya muncul amarah di titik-titik esai.

****

Bunyi bel sekolah membuat May bisa keluar dari sarangnya, dia membopong tas ranselnya yang terputus karena ulahnya sendiri tadi pagi. Dia cepat-cepat berlari dan membuka pintu kelas, Anne yang bengong sambil menebak kenapa May begitu terburu-buru membuatnya beranjak dari tempat duduknya, dan memanggil-manggil May meminta untuk berhenti.

"May May! Ngapain sih buru-buru amat? Lihat nih tusuk gigimu ketinggalan di laci" Teriak Anne ngos-ngosan sambil menyodorkan satu topless kecil berisi tusuk Gigi.

"Hahaha iya aku lupa" May tertawa dan mengambil tusuk Gigi itu dari tangan Anne, sudah menjadi kebiasaan May membawa tusuk Gigi kemana-mana. Gigi gerahang May yang berlubang sudah lama membuat makanan apapun yang masuk harus terselip di giginya, pun itu membuat nyeri jika tidak segera di congkel dari lubang giginya.

Anne tertawa geli melihat tingkah aneh sahabatnya.

" Kamu mau kemana? Tanya Anne penasaran, dia tidak ingat sama sekali tentang rencana May untuk bekerja di warung depan.

" Mau kerja dong, kalau mau study tour ya harus kerja kan?" Jawab May sambil mengangkat lagi tasnya yang hampir jatuh.

"Oh iya ya! Aku jadi boleh ikut kan?" Seru Anne begitu semangat, padahal Anne belum tau bagaimana rasanya cuci piring. Yang jelas akan tercium bau busuk, becek dan lelah. Anne hanya berfikir ini adalah salah satu cara agar bisa menemani sahabatnya ketika butuh teman untuk menguatkan.

" Yakin mau ikut? Mau cuci piring? Nanti kuku pasangan kesayangan kamu kalau copot gimana?" Tanya May belum yakin dengan kemauan Anne.

" Ya gampang bisa beli lagi kan?" Ucap Anne dengan entengnya. May hanya mengangguk menyetujui.

Warung di sebelah jalan milik Ibu Rumi itu sudah ramai di penuhi pelanggan, berjajar truk-truk besar muatan pasir. Langkahnya semakin pelan ketika banyak sepasang mata menatap May dan Anne. Mereka celingukan mencari bu Sumi.

"Eh itu Ibu Sumi!" May membuka tirai di samping etalase itu dan menyapa bu Sumi.

"Ibu assalamu'alaikum " Anne mengucapkna Salam sambil berjalan menghampiri bu Sumi.

"Eh eneng yang kemarin ya? Wa'alaikumussalam, ayo sini-sini masuk" Sapa bu Sumi sangat ramah, ia menaruh pisaunya di meja setelah selesai merajang mentimun satu ember.

Anne bingung dengan keadaan warung bu Sumi, yang super sempit dan berantakan membuatnya menoleh kesana sini mencari tempat duduk. Lalu May menyodorkan kulit kelapa bagian luar agar bisa di duduki.

" Ini Kan kulit kelapa? Buat kursi gitu?" Tanya Anne merasa ada yang aneh.

" Pokoknya bisa buat duduk, kamu ndak nglesot di lantai" Jawab May sambil mengambil kulit kelapa satunya lagi.

"Eh ya Allah eneng-eneng maaf ya kok jadi duduk di kulit kelapa gitu, gak Tau kemana tadi kursi-kursi Ibu" Bu Sumi tergopoh-gopoh mendekati May dan Anne.

May melirik benda di pojokan yang menumpuk tinggi, berserakan banyak sekali. Cucian piring itu akan menjadi mangsanya, May menghela nafas dan meyakinkan kekuatanya. Tapi May bingung mau memulai pembicaraan dari mana, dia masih menebak-nebak namun bu Sumi lebih dulu bertanya.

"Gimana? Jadi bantu-bantu Ibu di sini Kan?" Tanya Ibu Sumi menatap ramah ke arah May.

"Iya bu jadi"Jawab May lirih.

"Ya sudah itu piring-piring di pojokan di bawa aja ke belakang, tempat cucianya ada di samping kamar mandi ya nak" Tutur bu Sumi seakan sudah saling akrab. Mereka berdua mengiyakan lalu beranjak berdiri, tapi hanya berdiri. Mereka saling memandang berdiam diri, dan tiba-tiba tertawa tanpa sebab.

"Kenapa An?" May bertanya masih menahan tawanya.

"Kamu laperkan?" Anne terkekeh sambil memegangi perutnya. Kemudian menyorot hidangan di meja yang banyak sekali macamnya, mereka membasahi bibirnya sendiri-sendiri sambil membayangkan bagaimana nikmatnya makan.

Anne mencari banner daftar menu makanan, tidak ada spageti atau pun stick kentang.

"May, pesan makanan aja dulu yuk nanti lemes lagi. Pesenin aku pizza ya!" Anne merengek menyeret lengat May, May spontan terjingkal mendengar pesanan makanan Anne yang sama sekali dan tidak akan pernah masuk daftar menu di warung. Lalu May mencoba menjelaskan sambil terus tidak berhenti tertawa.

"Aduh Anne si putri Bangsawan! Yang namanya warung mana ada pizza, di sini cuma ada pecel, lontong tahu, sama rujak. Tapi beneran An, enaknya nggak kalah sama pizza di restoran. Dan katanya kalau kita habis makan rujak itu bisa menambah aura kecantikan kita An. Mau coba?" Goda May sambil mengedipkan matanya berkali-kali di depan Anne.

Anne hanya melongo mendengar penjelasan May. Terdengar sangat aneh sejak May mengatakan bahwa rujak adalah penambah aura kecantikan, kemudian Anne tertawa tiba-tiba sambil menepuk paha May.

" Ayo-ayo kita buktikan, kita pesan rujak dua ya?" Tawar Anne sambil menutupi mulutnya dengan jilbabnya, dia masih belum berhenti tertawa.

"Ayo!" Jawab May singkat.

"Tapi kamu yang pesan ya An, aku malu soalnya, masa iya mau kerja minta makan dulu"

"Kamu lah!"

"Kamu dong!" Mereka berebut tugas memesan rujak, Ibu Sumi yang sedang di depan memberesi meja langsung berlari ke belakang dengan panik.

"Ini ada apa to kok rame?" Tanya bu Sumi dengan logat medoknya, tapi dia masih bersikap ramah dan sama sekali tidak marah.

May dan Anne menunduk senyum-senyum sendiri, saling menyenggol bahu memberi isyarat.

"Boleh nggak bu sebelum saya bekerja pesan makanan dulu, lapar soalnya" Kata May mengalah dan di susul tawa kecil.

"Ya tidak papa to, memang harus makan dulu sebelum makan" Ucap bu Sumi terlihat sangat penyabar, kemudian bu Sumi menata dua piring di atas meja dan mulai meracik rujak di wadah yang terbuat dari tanah liat.

Tidak lama bu Sumi membawa dua porsi rujak ke meja May dan Anne. Tak lupa mereka mengangguk pelan dan berterima kasih.

"May sumpitnya mana?"

"Ha? Mana ada rujak pakai sumpit? Hahaha!"

Tawa May meledak seperti bom yang menghantam bumi.